NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Rahasia yang Hampir Terbongkar

Hawa dingin yang membekukan menyerang, lebih tajam daripada pendingin ruangan. Senyum licik Reygan yang baru saja memerasnya lenyap, digantikan oleh topeng kaku yang familiar. Namun kali ini, lebih kelam, lebih dalam. Keisengan di matanya padam seperti lilin yang ditiup angin badai, menyisakan kekosongan yang membuat Nokiami bergidik ngeri.

Rahang Reygan mengeras, tatapannya terkunci pada potret keluarga di lantai, seolah gambar itu bukan sekadar kenangan, melainkan sebuah dakwaan.

Nokiami menahan napas. Ia ingin berteriak, menyuruhnya berhenti menatap, menyuruhnya mengambil uang kembalian dan pergi. Namun, lidahnya kelu. Pria di hadapannya telah melihat celah di bentengnya, sebuah rahasia yang tidak sengaja terungkap. Rahasia bahwa ia berasal dari dunia yang sama dengan hantu-hantu yang jelas sangat dibenci oleh Reygan.

“Itu …,” Nokia memulai, suaranya serak.

“Tidak penting,” potong Reygan, nadanya datar dan mematikan. Ia memalingkan wajah dari foto itu seolah baru saja melihat sesuatu yang menjijikkan. Tanpa membungkuk untuk mengambil majalah yang berjatuhan, ia berbalik badan, gerakannya kaku dan efisien. “Urusan galon sudah selesai. Kembaliannya.”

Ia merogoh saku, mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dan selembar lima ribuan, lalu meletakkannya dengan kasar di atas meja terdekat tanpa menoleh ke arah Nokiami. Tidak ada lagi negosiasi jenaka, tidak ada lagi cemoohan yang penuh kemenangan. Yang tersisa hanyalah jarak yang dingin dan tak terjembatani.

“Tunggu,” cegah Nokiami, meski ia sendiri tidak tahu apa yang ingin ia katakan. Jelaskan? Meminta maaf? Untuk apa? Karena kaya?

Reygan berhenti di ambang pintu, punggungnya masih menghadap Nokiami. “Apa lagi? Kontrak dua puluh empat jam bebas omelanmu sudah dimulai.”

“Bukan itu,” desis Nokia, merasa frustrasi. “Soal foto itu ....”

“Sudah kubilang, tidak penting,” ulangnya, kali ini dengan penekanan yang lebih tajam, sebuah perintah untuk diam. “Saya sudah selesai di sini.”

Reygan baru saja akan melangkah keluar ketika suara melengking yang memekakkan telinga merobek keheningan apartemen.

Ngiuuuuung! Ngiuuuuung! Ngiuuuuung!

Disusul oleh suara mekanis dari pengeras suara di langit-langit koridor. “Perhatian. Perhatian. Terdeteksi adanya potensi kebakaran. Seluruh penghuni dimohon untuk segera melakukan evakuasi melalui tangga darurat. Ulangi. Seluruh penghuni dimohon .…”

Untuk sesaat, keduanya membeku. Suara alarm itu begitu menusuk hingga membuat kepala pening. Lampu strobo merah di koridor mulai berkedip, cahayanya yang panik menyelinap masuk melalui pintu yang masih terbuka.

Nokiami panik. "Api? Evakuasi? Tangga darurat?" Ia melirik kakinya yang masih dibalut perban. Mustahil. Apartemen ini, sangkar pelindungnya, kini berpotensi menjadi peti matinya.

Namun, kepanikan Nokiami tidak ada apa-apanya dibandingkan reaksi Reygan. Wajah pria itu pucat pasi. Matanya membelalak bukan karena takut api, melainkan karena teror yang berbeda. Ia menatap ke koridor, lalu kembali ke dalam apartemen. Ke dalam unit pelanggan tempat seharusnya ia tidak berada.

“Sial,” umpatnya, lebih pada dirinya sendiri. “Sial, sial, sial!”

Ini adalah pelanggaran terberat. Tertangkap basah di dalam unit pelanggan saat terjadi keadaan darurat. Ia bisa langsung dipecat di tempat, dimasukkan daftar hitam, dan semua usahanya melunasi utang akan hancur berantakan.

“Kita harus keluar!” seru Nokiami, mencoba melompat dengan satu kaki menuju pintu.

“Aku tahu kita harus keluar!” balas Reygan dengan suara tertahan, amarah dan kepanikan berbaur menjadi satu. Pikirannya berpacu. Ia harus lari. Sekarang juga. Turun lewat tangga darurat, berbaur dengan penghuni lain, dan menghilang sebelum petugas keamanan atau manajemen gedung melihatnya keluar dari unit ini. Itu satu-satunya pilihan logis.

Ia melesat ke pintu, siap untuk kabur. Namun, di ambang pintu, ia berhenti. Sesuatu menahannya. Ia menoleh ke belakang dan melihat Nokiami. Gadis itu sedang berjuang, terpincang-pincang dengan panik, wajahnya pucat ketakutan. Setiap lompatan kecilnya tampak menyakitkan dan lambat.

Reygan memejamkan matanya sejenak, mengumpat tanpa suara. Skenario terburuk berkelebat di otaknya. Meninggalkannya di sini berarti membiarkannya dalam potensi bahaya. Membantunya berarti mengorbankan pekerjaannya, satu-satunya hal yang menopang hidupnya. Kenapa harus dia? Kenapa harus pelanggan menyebalkan ini yang menyeretnya ke dalam drama demi drama?

"Bukan urusanku!" teriak satu sisi otaknya.

Dia punya keluarga kaya raya di foto itu. Mereka bisa menyelamatkannya nanti. Selamatkan dirimu sendiri!

Namun, bayangan wajah Nokiami yang pucat dan mata yang ketakutan membuat kakinya terpaku di lantai.

“Argh, persetan!” geramnya, lebih pada takdir daripada pada Nokiami.

Ia berbalik, berjalan cepat kembali ke arah Nokiami yang masih berusaha mencapai pintu.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Nokiami bingung, melihat Reygan justru kembali masuk.

Reygan tidak menjawab. Ia hanya menatap Nokiami dengan ekspresi jengkel yang luar biasa, seolah semua bencana di dunia ini adalah salah gadis itu.

“Berhenti melompat-lompat seperti kelinci pincang. Kau hanya akan memperlambat semua orang.”

“Lalu aku harus bagaimana? Terbang?” balas Nokiami sarkastis, napasnya tersengal.

“Diam!" perintah Reygan. Sebelum Nokiami bisa memprotes, ia sudah membungkuk. Satu lengannya melingkar di bawah lutut Nokiami, sementara lengan lainnya menopang punggungnya dengan kokoh.

Dalam satu gerakan cepat yang mengejutkan, ia mengangkat Nokiami dari lantai.

Nokia memekik kaget. Dunia di sekelilingnya tiba-tiba berputar. Detik berikutnya, ia sudah berada dalam gendongan Reygan, wajahnya hanya beberapa senti dari dada pria itu. Ia bisa mencium aroma samar hujan dan asap knalpot yang melekat di jaket hijaunya, bercampur dengan aroma keringat setelah seharian bekerja. Jantungnya berdebar kencang, bukan lagi hanya karena alarm, tetapi juga karena sentuhan yang tiba-tiba dan intim ini.

“Turunkan aku! Kamu gila ya?” protesnya, refleks memukul dada Reygan pelan.

“Pilih mana, digendong olehku atau terpanggang di sini?” bentak Reygan, suaranya serak karena menahan beban dan emosi.

“Pegang yang kencang dan jangan banyak bicara. Kau sudah cukup merepotkan untuk hari ini.”

Reygan tidak menunggu jawaban. Ia berbalik dan mulai bergerak cepat menuju pintu keluar. Nokiami, yang tidak punya pilihan lain, akhirnya melingkarkan lengannya di leher Reygan, merasakan otot-otot di bahu dan punggung pria itu menegang di bawah jaketnya. Ia terkejut menyadari betapa ringannya ia terasa di pelukan pria itu, sebuah kontradiksi pahit dengan semua hinaan tentang berat badannya yang pernah ia terima.

Koridor sudah ramai. Beberapa penghuni keluar dari unit mereka dengan wajah bingung dan cemas. Suara alarm memantul di dinding, menciptakan suasana kacau. Reygan mengabaikan tatapan mereka semua, kepalanya tertunduk, fokusnya hanya pada satu hal. Mencapai tangga darurat secepat mungkin.

Ia bergerak dengan kecepatan dan efisiensi seorang profesional, menuruni anak tangga dua sekaligus. Setiap langkahnya mantap, meskipun napasnya mulai terdengar berat. Nokiami hanya bisa menenggelamkan wajahnya di bahu Reygan, terlalu malu dan bingung untuk melihat sekeliling.

Mereka melewati lantai demi lantai. Suara langkah kaki dan obrolan panik dari penghuni lain terdengar di sekitar mereka. Namun Reygan terus bergerak tanpa henti dan mengabaikan mereka semua.

Tepat saat mereka berbelok di ujung koridor lantai 2 untuk menuju tangga berikutnya, sebuah pintu apartemen di depan mereka tiba-tiba terbuka dengan sentakan.

Reygan berhenti mendadak, tubuhnya menegang.

Di ambang pintu itu berdiri Bu Ratna, wanita paruh baya penghuni unit yang terkenal paling ingin tahu di seluruh gedung. Matanya yang selalu waspada membelalak kaget, tatapannya terkunci pada pemandangan di hadapannya: seorang kurir berjaket hijau menggendong tetangganya yang ‘sakit’ dengan cara yang sangat tidak biasa. Mulutnya sedikit terbuka, siap melontarkan pertanyaan yang akan menghancurkan segalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!