Tiga tahun yang penuh perjuangan, Cathrine Haryono, seorang gadis desa yang memiliki ambisi besar untuk menjadi seorang Manager Penjualan Perusahaan Top Global dan memimpin puluhan orang dalam timnya menuju kesuksesan, harus menerima kenyataan pahit yang enggan dia terima, bahkan sampai saat ini.
Ketika kesempatan menuju mimpinya di depan mata, tak sabar menanti kehidupan kampus. Hari itu, seorang pria berusia 29 tahun, melakukan sesuatu yang menghancurkan segalanya.
Indra Abraham Nugraha, seorang dokter spesialis penyakit dalam, memaksa gadis berusia 18 tahun itu, menjalani takdir yang tidak pernah dia pikirkan sama sekali dalam hidupnya.
Pria yang berstatus suaminya sekarang, membuatnya kehilangan banyak hal penting dalam hidupnya, termasuk dirinya sendiri. Catherine tidak menyerah, dia terus berjuang walaupun berkali-kali tumbang.
Indra, seseorang yang juga mengenyam pendidikan psikolog, justru menjadi penyebab, Cathrine menderita gangguan jiwa, PTSD dengan Skizofrenia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ada Rasaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 | Eric, Teman Dekat Virtualnya
Tanpa sadar, enam bulan berlalu begitu cepat. Berawal dari emoji terong ungu yang menggambarkan gendernya, yang menurut Cathrine nyeleneh saat itu, lalu menjadi gulir histori pesan yang tidak terputus-putus, sepanjang jalan Anyar-Panarukan.
Mereka berdua, Eric dan Catherine menjadi teman dekat yang membagikan segalanya tiap-tiap hari, bahkan ranah pribadi seperti bagaimana memuaskan hasrat diri, mereka saling menceritakan dan sesekali melempar lelucon serta godaan kecil tentang itu.
Eric ... Orang asing yang tidak terpikirkan Cathrine sekalipun, justru menariknya dari betapa mengerikannya tenggelam dan kehabisan napas dalam Palung kegelapan sendirian.
Lalu, mengajarinya bagaimana caranya berjalan bertatih-tatih untuk pertama kalinya di Negeri Awan tanpa penghakiman, padahal pekerjaannya tak jauh dari menghakimi sebagai pengacara pemerintah.
Catherine menggunakan keseruan barunya itu, dengan ponsel yang dulu dia gunakan bekerja lalu meriset semuanya, sampai seperti ponsel baru.
Ponsel pribadi sekadar berkomunikasi dengan Indra, yang hanya beberapa kali karena terhalang banyak faktor seperti tidak ada sinyal, padatnya agenda dan situasi genting yang menuntut dokter spesialis penyakit dalam itu untuk sigap siaga setiap detik, ponselnya sudah lama berdebu.
Sedangkan, hape jadul itu untuk menjaga hubungan dengan Sohib SD-nya, ketika telepon atau VC, sekarang Isti lebih banyak mengeluarkan uneg-uneg beban kerja di Taiwan. Di sana dia semakin sibuk, apalagi menyiapkan biaya pendidikan kedua anaknya dan mengirim uang untuk kedua orangtuanya, belum lagi ada masalah terkait pembangunan rumahnya. Hubungan mereka mulai berjarak.
Hari ini mau selesai dan berganti hari beberapa menit lagi. Catherine menjadi lebih banyak diam di rumah, dan Mbak Sumi, Pak Purnomo dan Pak Erpan adalah orang-orang Indra, sehingga Cathrine tidak begitu dekat dan bersusah payah untuk akrab.
Diam-diam, mereka juga akan melaporkan aktivitas dan keseharian Cathrine di rumah sepanjang hari ke Indra.
Tengah malam, Cathrine terbangun dan menatap langit-langit kamar, yang awalnya ekspresi wajah datar tak bergairah, Cathrine malah mesem-mesem sendiri ketika kenangan-kenangan manis bersama Eric melalang buana dipikirannya.
"Gini, ya, butterfly era ala remaja gitu ..."
"Pantesan aja, dulu pas dengerin curhatan temen sekelas gue yang lagi bucin-bucinnya, sering dewa-dewakan cowoknya, nangis pun tetep angel di kandani, orang matanya ketutup, logikanya mandeg!"
Catherine tidak pernah pacaran, tidak punya satu mantan pacar apalagi gebetan.
Fokusnya, cuman ambisi belajar, rencana kariernya dan hal-hal yang dia sukai ; baca Manhua genre Xuanhuan, drama kolosal masa dinasti Tiongkok dan Donghua, yang penuh pertarungan epik dengan grafik super HD, tiap episode senantiasa memanjakan matanya.
Adanya pria bermata biru safir, berambut blonde dan kulit putih itu dalam kehidupan dunia virtualnya, memberi sensasi khas.
Membuat Cathrine, merasakan apa yang tidak dia dapatkan saat bersama Indra. Kedamaian, ketenangan dan rasa aman.
Seperti sebuah pelukan hangat yang lebih manjur daripada obat-obatan yang diresepkan psikiater itu atau jadwal rutin terapis konsultasi ke psikolog bersama Indra tiap hari Kamis.
Eric, pria yang delapan tahun lebih tua dari Indra, benar-benar sosok maskulin yang memahami sisi emosionalnya lebih tepat dari orang-orang yang hadir disekitarnya. Dia dan Eric sama-sama memiliki riwayat diagnosis PTSD.
Bedanya, Cathrine karena traumatis pelecehan seksual. Sedangkan, Eric, sebagai mantan veteran sama seperti kakeknya, karena pengalaman 'mau' mati berkali-kali di medan perang, bahkan sempat menjaga perbatasan negara rawan konflik seperti Irak, dulu.
Banyak kesamaan dan kecocokan di antara mereka berdua. Entah dari pola pikir, prinsip hidup dan selera. Rasanya, tanpa mengatakan sepatah kata pun, satu sama lain akan langsung mengerti. Pria yang jarang tersenyum itu, sering mencoba bercanda dan membuat guyonan, walaupun terkadang cringe dan sarkas, Cathrine menghargai niat baiknya.
Mereka berdua juga suka mendalami apa yang disukai. Dari obrolan, Cathrine mendapati Eric dulu kuliah jurusan astronomi, kemudian hukum, menjadi pengacara pemerintahan. Dia kini tengah mempelajari bahasa Irish, setelah bisa berbicara empat bahasa ; Inggris, Ceko, Jerman dan Rusia.
"Dia pria yang keren," pikir Cathrine.
Catherine hanya bisa berbahasa Inggris dan Mandarin, selain bahasa Indonesia dan Jawa (Kromo maupun Ngapak). Dia lulusan S1 Bisnis Internasional UPH. Mantan Manajer Penjualan Otomatis Perusahaan Internasional HA, yang sekarang menjadi penulis novel bahasa Inggris dan Indonesia.
Dia gemar menulis buku, sedangkan Eric sebelum tidur selalu membaca buku.
Dia gemar mengajukan banyak pertanyaan karena rasa keingintahuannya tinggi, sedangkan Eric, pria matang well education, senang memberikan informasi kredibel dan telaten menjawabnya layaknya seorang profesor.
Dia adalah seorang gadis berasal dari desa dan anak rumahan, yang selalu ingin bebas mengembara dan menjelajahi dunia, sedangkan Eric pria yang selalu pergi traveling di hari tertentu, partisipasi pada kegiatan out door, seperti pesta minum bir bersama kolega, acara hari besar, ski salju, road trip sendirian atau sekadar jalan menghirup udara segar mengendarai motor moge, yang merupakan penghargaan negara sebagai veteran.
Apakah ini hanya kebetulan belaka?
Mengapa rasanya, mereka terlalu 'klik' dan saling mengisi?
***
Visual Eric