Kisah ini lanjutan dari KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS seasons 1
Banyak adegan kasar dan umpatan di dalam novel ini.
Cerita akan di mulai dengan Cassia, si Antagonis yang mendapatkan kesempatan terlahir kembali, di sini semua rahasia akan di ungkap, intrik, ancaman, musuh dalam selimut dan konflik besar, kisah lebih seru dan menegangkan.
Jangan lupa baca novel KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS season 1 agar makin nyambung ceritanya. Happy reading!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
Di apartemen mewah yang sunyi, Nafisha bersandar di sofa empuk dengan santai, menggenggam camilan di tangan yang gemetar karena kegelisahan.
Kakinya yang terangkat di atas meja tidak mampu menutupi kegundahan yang menggerogoti hatinya. Hidupnya yang sebentar lagi akan berwarna kembali, terasa seperti mimpi yang menunggu waktu untuk benar-benar terwujud.
"Kenapa mereka begitu lama? Katanya Amelia putri kesayangan mereka, tapi untuk mengambil keputusan saja mereka sangat lama..." Nafisha melontarkan kalimat itu dengan nada penuh sindiran, menahan amarah yang hampir meledak.
Matanya terus melirik ponsel di sampingnya, berharap sebuah panggilan atau pesan muncul, sebuah sinyal bahwa semuanya akan segera berubah.
Namun, layar itu tetap hampa sepi tanpa jawaban, seolah dunia menutup rapat pintunya di wajah Nafisha.
Rasa frustrasi merayap masuk, membuat detak jantungnya semakin berat, seolah waktu berjalan lebih lambat di antara harap dan kecewa.
Hingga Tiba-tiba, satu nama muncul begitu saja di benaknya, seperti bayangan yang tak pernah benar-benar hilang.
"Ibu... apa dia baik-baik saja sekarang?" gumamnya, suara itu nyaris tenggelam dalam keraguan yang menyakitkan.
Mereka pernah bertengkar hebat pertengkaran yang merobek segala kepercayaan dan menyingkirkan hangatnya hubungan mereka.
Ia tak pernah memberitahu ibu tentang kepergiannya. Sepi itu sekarang jadi beban di dada, membuat hatinya bertanya-tanya apakah ibu masih memaafkan, atau justru telah menghapus dirinya dari hidup yang pernah dekat.
FLASHBACK ON
Di sebuah rumah kecil di kota Negaverse, udara terasa pengap oleh ketegangan yang menggantung berat antara ibu dan anak.
Neva membuang napas kasar, matanya menyala penuh amarah, suaranya menusuk hingga ke tulang: "Semua ini akibat kebodohanmu! Rencana yang sudah aku susun rapi hancur berantakan karena kamu!"
Nafisha menggigit bibirnya, hatinya berontak. Suaranya melemah tapi penuh keberanian, "Bu, sudah lebih dari setahun berlalu. Kenapa ibu masih saja menyalahkan aku? Bukankah ibu juga bersalah?"
Tatapan Neva berubah menjadi dingin membara, wajahnya memerah seperti terbakar oleh dendam yang lama terpendam. Tiba-tiba, tangan itu melayang
PLAKK!
keras menyentuh pipi Nafisha. "Dasar anak tak tahu berterima kasih! Sudah susah payah aku membesarkanmu, ini balasannya? Tak ada artinya semua yang aku berikan!" teriak Neva, suaranya pecah oleh luka dan kecewa.
Di ruang itu, waktu seakan berhenti. Nafisha terdiam, pipinya panas membara, bukan hanya oleh rasa sakit fisik, tapi oleh derai luka hati yang menganga dalam diam.
Setelah pertengkaran itu, keheningan menggantung di antara mereka, membeku tanpa kata atau sapa. Hari kelulusan Nafisha tiba bagai sebuah jurang yang memisahkan mereka lebih dalam dari sebelumnya.
Dengan hati yang remuk, dia mengambil keputusan berat pergi meninggalkan Kota Negaverse, menapaki dunia baru di universitas London, tanpa memberi kabar kepada Neva yang tenggelam dalam kesibukan pekerjaan di rumah sakitnya.
Nafisha meninggalkan rumah itu dengan campuran sedih, luka dan kemarahan, langkahnya berat menapaki jalan yang sunyi, sementara bayang-bayang kenangan mereka meremukkan hatinya pelan-pelan.
FLASHBACK OFF
Nafisha menahan nafas seolah dunia di sekelilingnya runtuh perlahan, gelombang emosi yang lama ia kubur muncul kembali mengoyak hatinya.
Namun, tiba-tiba suara dering ponsel yang tajam memecah keheningan, menyeretnya dari lautan perasaan kelam itu, memaksa pikirannya kembali ke kenyataan yang tak berujung.
...****************...
Pagi itu Apartemen mewah dimana Cassia dan teman-temannya tinggal terlihat ramai.
"Ara, kamu mau kemana?" suara dari Arzhela menghentikan langkah Mutiara yang akan berjalan menuju pintu Apartemen.
"Ke kampus, lalu apa lagi?" Mutiara menjawab, dia akan menyentuh gagang pintu Apartemen. Namun, urung sebab suara Cassia terdengar.
"Kau tidak sarapan? Aku sudah membuat sandwich sosis kesukaan kamu."
Mutiara menoleh, dia menatap Cassia dan dengan semangat segera berjalan menuju ruang makan untuk ikut sarapan hari ini.
"Ayo sarapan!" kata Cassia, dia meletakkan piring di depan Mutiara.
"Wah, Terima kasih Cassia!" ucap Mutiara, matanya berbinar indah saat menatap Sandwich hangat di atas piring.
"Sama-sama, silakan!"
Mereka sarapan bersama dengan di selingi obrolan ringan di antar sahabat.
Sedangkan di sisi lain.
"Nona Amelia," seseorang memanggil saat melihat Amelia akan masuk kedalam mobil.
Gadis cantik berambut panjang itu menoleh, dia melihat satpam Berjalan mendekat dengan kotak di tangannya.
"Non, ini ada titipan dari kurir untuk Tuan Muda Liam," satpam itu menyerahkan kotak itu pada Amelia.
Gadis itu menerima dengan senang hati. Namun, tangannya berhenti saat ada sosok Liam yang langsung menyambarnya.
"Kakak," protes Amelia.
"Kenapa? Ini paket Kakak, kan?" tanya Liam, dia menatap Amelia dengan senyum menggoda.
"Iya sih, tapi kan aku mau lihat, apa sih isinya?" Amelia tanya, ia kepo akan isi dari kotak yang malah terlihat misterius itu.
"Pengen tahu aja, sudah sana berangkat!" usir Liam, dia membuka pintu mobil dan mendorong pelan Amelia kedalamnya, hingga itu membuat Amelia kesal.
"Menyebalkan!" gerutu Amelia.
Sedangkan Liam, ia hanya terkekeh lucu saat melihat sang adik tersayang menggerutu kesal.
Setelah kepergian mobil Amelia, Liam menatap lama pada kotak di tangannya, matanya menyipit seolah ingin menerawang jauh kedalam bungkusnya.
Liam berbalik, ia kebetulan mendapatkan mata kuliah pada siang hari nanti makanya ia akan bersantai sekarang.
"Liam, apa yang kamu bawa?" Olivia bertanya saat melihat sang putri melewatinya dengan kotak di tangannya.
"Paket, sepertinya ini parfum yang aku pesan kemarin!" jawab Liam, ia berkilah dengan wajah tenang agar tak menimbulkan kecurigaan.
"Baiklah, Mommy pergi dulu, kamu jangan lupa telpon gadis bernama Nafisha itu!" ucap Olivia, dia berlalu setelah menepuk pelan pundak Liam.
Liam hanya mengangguk, dia sebenarnya enggan berurusan dengan Nafisha, gadis yang sejak awal membuat ia tak nyaman. Namun, wajah yang memiliki struktur wajah kedua orang tuanya malah membuat pikiran buruk dan dugaan itu terlintas dari otak Liam tentang Status Nafisha.
Ia ragu, ingin menyelidiki. Namun, hatinya tak bisa melihat Amelia sedih jika apa yang ia pikirkan benar. Tapi jika benar Nafisha adalah keturunan Smith maka ia yang akan berdosa juga menyesal jika kebenaran itu tidak segera di ungkap.
Liam tak ingin memikirkan, ia kembali melihat paket itu dan bergumam,"Apa isinya?"
Rasa penasaran mencengkram erat dada Liam tentang isi paket misterius itu, Liam memutuskan kembali ke kamar sebab ia tak ingin siapapun tahu tentang isi dari paket yang ia Terima.
selalu d berikan kesehatan 😃