Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11 - Bintitan
Pupil mata Rangga membesar. Memperhatikan dengan serius apa yang dilakukan Dita di kamar mandi. Perempuan itu dalam keadaan tanpa busana sambil menyentuh area pribadinya sendiri. Dita mainkan jari jemarinya di sana sambil mendesah.
Rangga benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Karena Dita sudah bersuami, dan jika perempuan itu ingin dipuaskan, harusnya minta layanan suami. Akan tetapi itu tidak dilakukan Dita. Apalagi Rangga bisa mendengar desahan Dita terasa lebih nyata dibanding malam-malam saat dia bermain bersama Firza.
'Apa Kak Dita tidak terpuaskan dengan permainan Bang Firza? Gila... Seksi banget,' batin Rangga. Ia menenggak salivanya. Memperhatikan bentuk lekuk tubuh Dita yang indah. Buah dadanya yang kencang, putih dan menggantung bak buah pepaya, serta penampakan aset pribadinya yang basah.
Rangga menggigit bibir bawahnya. Perlahan satu tangannya masuk ke dalam celana. Lelaki mana yang tak tergoda saat melihat penampakan wanita seksi.
Tak lama Dita menyelesaikan aktifitasnya dan mandi. Saat itulah Rangga masuk ke kamar. Ia lagi-lagi melakukan olahraga tangan sendiri. Setelah melakukannya, Rangga bersikap seperti biasa dan kembali ke tempat cuci. Di sana Dita baru keluar dari kamar mandi.
"Kau udah datang, Dek?" Dita tampak tegang. Sepertinya dia takut ulahnya di kamar mandi tadi ketahuan.
"Iya, Kak. Baru aja. Aku mau nyuci," sahut Rangga. Saat itu dia merasa lebih tenang meski melihat Dita hanya mengenakan handuk. Jelas dia begitu, mengingat Rangga sudah melihat hal yang lebih dari Dita handukan.
"Iya," tanggap Dita yang segera masuk ke kamar.
Rangga tak berhenti tersenyum sendiri saat mengingat apa yang dilakukan Dita di kamar mandi. Anehnya dia merasa senang saat mengetahui fakta kalau sang kakak tidak pernah memuaskan kakak iparnya.
Sejak hari itu, Rangga mulai terbiasa dan tak terganggu dengan kegiatan panas di sebelah kamarnya. Dia bahkan bisa mengerjakan tugas sekolahnya tanpa memakai headset.
Malam itu Rangga juga tidak mengalami mimpi seperti kemarin. Namun saat terbangun di pagi hari, dia merasa ada yang mengganjal di mata kirinya.
Rangga lantas memeriksa matanya di cermin. Dia kaget sekali ada bintitan di matanya.
"Anjir! Kapan munculnya? Perasaan tadi malam nggak ada," keluhnya. Rangga segera mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Namun saat melewati meja makan, Firza menegur dan mengajak sarapan bersama.
Rangga setuju saja, karena memang dia agak lapar. Selain itu nasi goreng buatan Dita tampak menggoda sekali seperti orangnya. Rangga lantas duduk dan menikmati nasi gorengnya.
"Matamu kenapa, Dek?" tegur Dita yang bisa melihat mata kiri Rangga bintitan.
"Nggak tahu, Kak. Tiba-tiba muncul," jawab Rangga.
"Makanya jangan suka ngintipin orang. Bintitan kan matanya," ledek Firza.
Wajah Rangga seketika memerah. Ledekan Firza bukanlah ejekan, melainkan fakta.
"A-apaan sih, Bang. Nggak lucu." Rangga berusaha membantah.
"Jangan bilang kau ngintipin Dita pas mandi?" goda Firza. Dia tentu hanya bermaksud bercanda. Namun bukannya tertawa, Firza malah membuat suasana jadi tegang.
"Mas! Apaan sih. Kenapa ngomong gitu? Nggak baik," tegur Dita.
"Kan aku cuman bercanda doang," sahut Firza.
"Tuh, Kak Dita aja merasa nggak lucu," tambah Rangga. Dia tampak mempercepat makannya.
"Ya udah kalau gitu. Aku lebih baik diam," ucap Firza.
"Emang harusnya begitu dari tadi," balas Dita. Kini dia tersenyum lembut. Diam-diam matanya melirik Rangga. Ada sedikit rasa cemas dalam dirinya, kalau apa yang dikatakan Firza bisa saja benar.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari