apa jadi nya semula hanya perjalan bisnis malah di gerebek paksa warga dan di nikahi dwngan ceo super galak???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fuji Jullystar07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 11
Sinar matahari pagi menyusup lembut lewat celah tirai putih di kamar bergaya klasik,hangat dan nyaman tapi tetap terasa asing.
Calista membuka mata perlahan, menatap sekeliling dengan bingung. Tidak ada sosok Arsenio di sofa terlihat sudah bersih seakan tidak ada yang tertidur di sana. Ia duduk perlahan, berusaha menyadari satu hal,ini bukan mimpi. Ia benar-benar tinggal di rumah keluarga Sanjaya. Rumah suaminya.
Suami kontrak, tepatnya. Lelaki yang baru ia kenal belum genap sebulan.
Aroma roti panggang samar menguar dari lantai bawah. Perutnya langsung merespons dengan bunyi pelan, cukup membuatnya malu sendiri.
Ia menuruni tangga dengan langkah pelan dan ragu. Sepanjang perjalanan, matanya tak henti menelusuri interior rumah Arsenio begitu elegan, begitu mewah, seolah setiap detailnya diambil dari katalog rumah impian.
Ruang makan itu seperti potongan majalah interior. Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi hidangan. Sinar matahari pagi jatuh manis melalui jendela besar, menciptakan suasana hangat.
Seorang pria tua duduk di ujung meja, menyambut dengan senyum ramah. Calista langsung mengenalinya Kakek Arnold.
Namun bukan beliau yang mencuri perhatian
Tatapan Calista terhenti pada seorang wanita paruh baya. Pandangannya tajam, menusuk seakan menguliti isi hati hanya lewat sorot matanya. Ada aura waspada dan penilaian yang membuat Calista refleks menarik napas pelan.
"Selamat pagi," suara familiar terdengar dari arah dapur.
Arsenio muncul, membawa segelas susu hangat. Senyumnya menghapus sedikit ketegangan di dada Calista.
"Ayo duduk. Kamu belum sarapan, kan?"
Calista hanya mengangguk pelan dan duduk di sampingnya. Tapi belum sempat menyentuh roti, suara dingin memecah suasana.
"Jadi ini… menantu baru kita."
Nada bicara wanita itu tenang, tapi terasa dingin sampai ke tulang. Senyum tipis di bibirnya tidak mampu menyembunyikan sorot sinis di matanya.
"Sen, kamu cepat sekali menikah. Bahkan kami… tidak diundang."
Calista menunduk. Tangannya mengepal erat di pangkuan.
"Pernikahan keluarga seharusnya momen besar," lanjutnya. "Kecuali memang ada yang disembunyikan?"
Arsenio menarik napas panjang. "Tante, ini keputusan saya. Nggak perlu dibahas."
Wanita itu, yang Calista baru tahu bernama Tante Nina, kembali bicara. Kali ini dengan kalimat yang menusuk langsung ke jantung.
"Tante cuma khawatir. Jangan sampai keluarga ini ternoda oleh perempuan yang... kamu tahu sendiri, orang miskin suka gila harta."
Deg.
Kata-kata itu menghantam Calista lebih keras dari apapun. Ia menelan ludah, tiba-tiba roti di piringnya terasa seperti batu.
"CUKUP."
Suara berat dan berwibawa Kakek Arnold menggema. Semua langsung diam.
"Calista istri Arsen. Dia keluarga kita. Titik."
"Ayah, aku cuma khawatir. Ayah juga tahu, orang seperti dia—"
"Nina."
Satu kata. Tapi dingin dan tajam. Tatapan sang kakek seperti membelah udara.
"Kalau kamu bicara lagi, kamu akan tahu apa yang ayah lakukan."
Tante Nina menegang. Wajahnya shock.
"Ayah…?"
Dia tampak tak percaya ayah kandungnya sendiri lebih memilih membela perempuan asing itu. Tapi tidak ada ruang untuk protes. Ia berdiri, mendengus pelan, dan pergi dengan langkah keras.
"Maafkan istri saya, Yah," ucap Paman James canggung. "Mungkin Nina cuma... khawatir."
Kakek hanya mengangguk kecil.
"Aku udah selesai makan."
Haris, anak Nina, ikut bangkit. Suaranya dingin. Tidak peduli. Ia berjalan pergi begitu saja.
Calista makin menunduk. Rasanya, ia belum lama di sini, tapi sudah menyebabkan keributan.
Tiba-tiba, tangan hangat menggenggam tangannya.Calista menoleh Arsenio menatapnya lembut.
"Ayo, kita kerja," ucapnya, seperti tidak ada yang terjadi barusan.
Calista mengangguk cepat. "Iya. Aku udah kirim revisi semalam. Kita harus cek progress hari ini."
Tapi baru saja mereka hendak melangkah, suara berat Kakek Arnold terdengar lagi.
"Arsen!"
Langkah mereka terhenti.
"Ya, Kek?" Arsenio berbalik, agak waspada.
"Bukannya pengantin baru harusnya honeymoon? Kenapa kamu ajak istrimu kerja?! Apa kau gila?"
Plak!
Tamparan kecil mendarat di kepala Arsenio.
"Aduh! Kek!"
"Aku nggak mau tau. Minggu ini kalian libur. Honeymoon!"
"Tapi Kek—"
Calista baru buka suara, tapi langsung terdiam saat tatapan sang kakek menghantamnya.
"Kakek yang atur urusan proyek. Kalian libur. Titik."
"APA?!"
Suara mereka kompak. Shock.
"Jangan drama. Nih, tiket pesawat."
Kakek melemparkan dua lembar tiket ke atas meja.
Arsenio menatap tiket itu, lalu ke kakeknya. "Kita kan bisa pakai jet pribadi atau helikopter, Kek… malas banget harus ke bandara."
"NO. Liburan harus terasa. Pakai pesawat biasa. Biar seru!"
Calista menatap tiket itu dengan mata membulat. Seru, katanya
Semua barang sudah di persiapkan bahkan Calista juga tidak tau isi kopernya apa aja, Calista dan Arsenio pada akhir nya pergi ke pantai Bali
______
Setelah pesawat mendarat, mereka langsung menuju pantai yang sepi. Angin laut menyapu wajah Calista, yang nggak bisa berhenti tersenyum lebar melihat birunya air dan pasir putih yang membentang luas. Ia berlari mendekat ke tepi, merasakan ombak kecil yang menghempas kakinya.
“Ini indah banget!” serunya ceria, wajahnya bersinar penuh kegembiraan.
Arsenio, yang berjalan beberapa langkah di belakang, hanya mengangkat bahu, ekspresinya tetap datar. “Kamu suka pantai?”
Calista menoleh cepat, terkejut. “Iya! Tempat ini sempurna! Ini pertama kalinya aku ke Bali.”
Arsenio cuma mengangguk pelan. “Benarkah? Ya udah, bagus kalau kamu suka. Ayo, kita ke villa, simpan barang dulu.”
Begitu masuk ke hotel, Calista langsung terpesona dengan kemewahan tempat ini. Hotel termewah di Bali, dengan harga per malam yang bisa bikin dompet menangis.
“Jangan bikin saya malu. Jangan kampungan, deh,” kata Arsenio sambil melirik Calista.
Calista cuma mendelik tak senang, lalu ikut saja mengikuti langkah Arsenio.
“Selamat datang di resort kami, Mr. Arsenio dan Miss Calista,” sambut seorang butler, yang kemudian memimpin mereka menuju villa The One Ocean milik grup Sanjaya.
Begitu pintu villa terbuka, Calista langsung lari-lari kecil, keliling kamar villa yang super mewah.
“Wah, cantik banget! Keren banget!” teriaknya, nggak percaya. Tapi begitu membuka pintu kamar utama, Calista langsung terdiam. Arsenio dan butler yang ada di belakangnya jadi penasaran dan mendekat.
Arsenio melirik kamar yang penuh kelopak mawar dan sepasang handuk yang dibentuk seperti angsa dan yang paling mencolok, dibentuk hati.
“Kenapa, Calista? Ada yang salah?” tanya Arsenio bingung.
Calista cuma mengangguk sambil melirik sekeliling, matanya membelalak. “Salah banget.”
“Jangan bilang kita akan tidur bareng di sini?” lanjut Calista syok dan gak percaya
Arsenio cuma terkekeh, wajahnya sedikit nakal. “Mungkin.”
“OMG, NO!” Calista teriak, matanya melotot. “Serius, Arsen! Cepetan, batalkan! Nggak, pesen kamar lagi buat aku!”
Calista langsung panik keluar kamar, buru-buru menuju kamar mandi.
“Astaghfirullah al-azim,” ucapnya dengan suara gemetar saat melihat kamar mandi yang tak kalah mewah dan bikin syok.