Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.
Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Bertahan
Saat Raisha pamit ke kamarnya, Rezky masih asyik dengan Kenzie dan Kenzo. Dia memang sangat menyukai anak kecil. Apalagi Kenzie dan Kenzo keponakan kembarnya itu sangat lucu dan menggemaskan. Di usianya yang baru 4 tahun, mereka sudah sangat pintar berkomunikasi layaknya orang dewasa.
"Lihat tuh Ademu, pasti dia pengen juga punya anak. Cuma sayangnya istrinya mandul." Bu Aina berbisik kepada Lintang.
"Emang sudah pasti ya kalau Icha yang bermasalah? Kan belum pernah ke dokter, Bu." Lintang balik bertanya.
"Ya pastilah, secara dia punya turunan mandul. Tuh tantenya kan sampai sekarang belum memiliki anak, padahal sudah tua. Sementara Ademu itu berasal dari keluarga yang subur. Baik dari pihak ibu, maupun dari pihak ayahmu. Ya kan?"
"Iya juga, ya." Lintang mangangguk-angguk.
*****
Sore itu saat sedang berkumpul di ruang keluarga rumah Bu Aina yang sejuk dan asri.
"Omaaaa, hpnya bunyi." Kenzo menyerahkan gawainya yang masih berdering.
"Makasih ya cucu oma," Bu Aina mengambil gawainya yang diulurkan Kenzo.
"Wah dari Jeng Wati, ada apa ni?" Batinnya. Lalu ia mengusap layarnya ke atas.
"Halo Jeng, tumben nelpon sore-sore begini?" Bu Aina bertanya dengan semangat.
"Duh Jeng, coba tebak di rumahku ada siapa?"
"Lho malah main tebak-tebakan, tapi yang pasti ada anakmu yang cantik itu ya? Sudah pulang ya dari luar negerinya?"
"Sudah baru aja pulang setengah jam yang lalu."
"Lah baru setengah jam lalu, harusnya masih kangen-kangenan, ini kok malah nelepon saya?" Bu Aina bertanya heran.
"Iya, masalahnya Nadia datang sambil mengenalkan calon suaminya."
"Apa? Jadi Nadia sudah memiliki calon? Ya gagal deh kita besanan." Bu Aina mendadak sedih.
"Coba tebak, siapa calonnya itu?"
"Mana saya tahu, Jeng. Saya kan gak kenal siapa teman-teman anakmu." Bu Aina menjawab malas.
"Calon suaminya adalah Rizaldi, anak bungsumu, Jeng.'
"Apa?" Bu Aina menjerit kaget. Sampai-sampai Kenzo dan Kenzie yang sedang main dengan Rezky berhenti sejenak.
"Iya, Jeng. Alhamdulillah kita jadi besanan."
"Ya ampun, ya ampun, saya sampai kaget gini." Bu Aina tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Ya sudah dulu ya Jeng, saya belum banyak ngobrol dengan anakmu itu. Nanti kita sambung lagi." Tanpa menunggu jawaban dari Bu Aina, Bu Wati langsung menutup teleponnya.
Untuk beberapa saat Bu Aina masih berdiam diri sambil tersenyum-senyum, dia benar-benar kaget dengan kabar yang baru saja diterimanya. Akhirnya dia bisa besanan dengan Bu Aina sahabat masa SMAnya dulu, itu adalah impian yang akan segera terwujud.
"Lintang, Rezky, sini! Kalian tahu, siapa yang akan jadi calon istrinya Rizal? Ternyata dia adalah Nadia anaknya Jeng Wati. Itu yang kemarin mau ibu kenalkan padamu, Rez." Bu Aina terlihat gembira.
"Alhamdulillah, berarti ibu gak akan menjodohkanku dengan anak itu lagi kan?"
"Iya nggak."
"Menjodohkannya dengan Rezky? Rezky kan sudah beristri, Bu. Kok masih dijodohkan dengan anak Bu Wati?" Lintang mengerutkan dahinya.
"Iya, tadinya ibu mau mengenalkan Nadia dengan Rezky dan Rizal, terserah siapa aja yang nyangkut. Kalau Nadia suka Rezky, ibu meminta Rezky menceraikan isterinya. Tapi kalau Nadia sukanya Rizal ya gak masalah. Eeh ternyata calon istrinya Rizal itu, ya Nadia."
"Maksud Ibu apa?" Tetiba Raisha sudah ada diantara mereka. Dia yang saat itu sedang di kamar, keluar karena kaget mendengar jeritan Bu Aina.
"Eeeh ternyata kamu mendengarnya." Bu Aina menjawab santai, tidak ada sedikitpun raut muka kaget.
"Maksud Ibu apa?" Raisha mengulang pertanyaannya. Dia menatap Bu Aina dan Rezky bergantian.
"Seperti yang kamu dengar, ibu mau memperkenalkan Rezky dengan anaknya teman ibu, siapa tahu cocok."
"Kalau cocok?" Raisha menahan amarahnya.
"Kalau cocok, ya menikah dan menceraikanmu, toh kamu kan mandul."
"Ibu tega berkata seperti itu kepada Icha. Seandainya Mbak Lintang diperlakukan demikian oleh ibu mertuanya, gimana rasanya?"
"Eeehh jangan bawa-bawa aku ya, ibu mertuaku baik hati." Lintang yang duduk di seberang ibunya berkata.
"Iya mertua Mbak Lintang baik hati, tapi ibunya gak punya hati." Raisha menahan tangisnya.
"Sudahlah Cha, gak usah diambil hati perkataan ibu." Rezky yang sejak tadi menunduk mencoba melerai pertengkaran itu.
"Jangan diambil hati menurutmu, Mas? Ini sudah keterlaluan. Atau jangan-jangan kamu setuju ya dengan perjodohan itu?"
"Ya setujulah, orang Nadia jauh banget sama kamu, bak langit dan bumi. Dia itu selain cantik, kaya, dan berpendidikan. Bibit bobot dan bebetnya jelas." Bu Aina menjawab sengit.
"Bener itu, Mas?" Raisha berpaling ke arah Rezky.
"Ya nggak lah, Mas kan mencintaimu, Cha." Rezky mencoba meredakan kemarahan istrinya. "Sudahlah Bu, jangan memperkeruh masalah." Rezky menatap ibunya tak suka. Yang ditatap malah tersenyum sinis.
"Bukan memperkeruh masalah Ky, emang masalahnya sudah keruh sejak dia menjadi istrimu kok."
"Sebenarnya salah Icha apa, Bu? Sampai ibu tega berbuat ini ke Icha?"
"Salah kamu adalah mau jadi istri Rezky, padahal kriteriamu jauh dari standarku."
"Tapi mengapa ibu baru mengatakannya sekarang? Harusnya sejak awal, sejak pertama Icha dikenalin ke ibu."
"Sejak awal juga ibu gak suka, namun almarhum ayahnya Rezky yang ngotot menerimamu, katanya kamu baik lah, sholehah lah, sayang keluarga lah, dan banyak lagi. Padahal mana aku peduli dengan hal itu?" Bu Aina berkata berapi-api.
"Mas tahu semua ini kan? Tapi kenapa gak bilang ke Icha? Kalau tahu seperti ini, aku pasti mundur Mas." Raisha menutup wajahnya.
"Sudah Cha, kita ke kamar yuk!" Rezky membimbing Raisha. Raisha hanya bisa diam, air matanya sudah tak terbendung lagi.
"Mas, kenapa kamu merahasiakan hal ini dari Icha? Kamu anggap Icha apa?" Raisha berteriak disela-sela tangisnya.
"Ya gak mungkin mas mengatakannya padamu, Cha. Toh mas juga gak akan setuju dengan kemauan ibu. Mas sudah menolak mentah-mentah, kalau mas gak mai dijodohkan. Jangankan sudah punya istri, kalaupun mas masih single, mas uga pasti menolak.
"Kalau wanita itu cantik, gimana?"
"Gak akan mengalahkan kecantikan istriku, Raisha Anindya Hartanto." Rezky berusaha menggombal, biasanya hal itu cukup manjur meredakan kemarahan Raisha. Tapi kali ini tidak.
"Ibumu tega banget, Mas. Benar-benar gak punya hati." Raisha masih terisak, dia menenggelamkan kepalanya ke bantal.
"Selama ini Icha begitu bodoh, masih berbaik sangka kepada ibu, kalau ibu itu suka marahin Icha karena memang Icha salah, padahal sudah seterang benderang ibu membenciku."
"Cha, yang penting kan Mas gak membencimu, Mas mencintaimu. Itu sudah cukup."
"Tapi tetap Mas, restu ibu dalam pernikahan itu penting. Kebahagiaan gak bisa diraih tanpa restu ibu."
"Ya makanya berusahakah terus, biar restu itu kita dapat."
"Sulit."
"Gak ada yang sulit kalau kita berusaha terus."
"Caranya?"
"Bertahanlah mendampingi mas, Cha."
"Berat, Mas."
"Kamu bertahan, dan kamu menyerah sama beratnya, lebih pilih mana? Mending bertahan. Kita usaha terus sampai ibu luluh. Kamu mau kan?"
Raisha menatap suaminya, perlahan dia mengangguk samar.