NovelToon NovelToon
DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa / Office Romance
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

“Sakitnya masih kerasa?”
“Sedikit. Tapi bisa ditahan.”
“Kalau kamu bilang ‘bisa ditahan’ sambil geser duduk tiga kali … itu artinya nggak bisa, Dhifa.”
“Kamu terlalu kasar tadi pagi,” batin Nadhifa.
***
Renzo Alverio dan Nadhifa Azzahra saling mencintai, tapi cinta mereka dibatasi banyak hal.
Renzo, CMO Alvera Corp yang setia pada gereja.
Nadhifa, CFO yang selalu membawa sajadah dan mukena ke mushola kantornya.
Hubungan mereka tak hanya ditolak karena beda keyakinan, tapi juga karena Nadhifa adalah anak simpanan kakek Renzo.
Nadhifa meski merasa itu salah, dia sangat menginginkan Renzo meski selalu berdoa agar dijauhkan dari pria itu jika bukan jodohnya
Sampai akhirnya suatu hari Renzo mualaf.
Apakah ada jalan agar mereka bisa bersatu?
*
*
*
SEKUEL BILLIORAIRE’S DEAL : ALUNALA, BISA DIBACA TERPISAH

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. DIAJAK NIKAH RENZO

Udara pagi di taman kota itu segar, dihiasi kicau burung dan semilir angin yang membelai dedaunan. 

Nadhifa berjalan santai di trotoar yang bersih, mengenakan gamis panjang warna putih dan kerudung senada yang berkibar lembut. 

Tas kecil terselip di lengannya sementara matanya menikmati pemandangan danau yang memantulkan cahaya matahari pagi. Untuk sesaat, dia bisa melupakan segala beban yang menghantui.

“Nadhifa!”

Suara itu, begitu familiar, memecah kekhusyukannya. Nadhifa menoleh dan jantungnya berdetak kencang. Di kejauhan, Renzo duduk di tepi danau, mengenakan celana pendek olahraga dan baju tanpa lengan yang membuat tubuh atletisnya terbuka. Keringat membasahi kulitnya dan dia sedang meneguk air dari botol minum. Melihat Nadhifa, dia segera mendekat dengan langkah percaya diri.

Nadhifa merasa kikuk. Pipinya memerah. Dia cepat-cepat memalingkan wajah, mencoba fokus pada pemandangan danau.

Renzo terkekeh, mengamati reaksinya. “Apa lo nggak pernah olahraga, Dhif? Nanti gemuk, lho. Kerja di depan komputer terus, otaknya aja udah ngebul, jangan sampai badannya juga ikutan ‘mengembang’.” Nadanya bercanda.

Nadhifa menghela nafas dan mulai melangkah lagi. “Aku olahraga treadmill, di apartemen.”

Renzo mengangguk, mengikuti di sampingnya. “Oh iya, fasilitas apartemen khusus karyawan berprestasi memang lengkap.” Jeda sebentar, lalu suaranya menjadi lebih serius. “Tentang dana gelap itu ... kenapa lo nggak ambil aja, meski sedikit? Itu bisa mempermudah hidup lo.”

Nadhifa mengerutkan kening. “Namanya aja ‘dana gelap’, Mas. Aku nggak mau sentuh. Dan aku memang nggak menginginkan itu.” Dia teringat nasihat almarhumah ibunya, pesan yang selalu dipegangnya erat.

‘Jangan pernah menagih warisan pada keluarga Alverio, Nak. Itu hanya akan membuatmu jadi ancaman di mata mereka’

Renzo mendengus, lalu tiba-tiba berkata dengan suara rendah, “gue jadi makin jatuh hati sama lo. Boleh gak kalo gue ajak lo nikah?”

Nadhifa berhenti mendadak. Jantungnya berdebar cepat. Perlahan, dia menatap wajah Renzo yang tulus namun penuh teka-teki. “Kita ... kita berbeda keyakinan, Mas. Dan darah Ravenshire mengalir di nadi kita. Itu penghalang yang nyata.”

“Kita bisa tinggal di tempat lain! Jauh dari semua ini,” bantah Renzo, langkahnya tetap mengikuti Nadhifa yang kini berjalan lebih cepat.

Nadhifa terus berjalan, hatinya bergejolak. Melihat keteguhannya, Renzo tiba-tiba berhenti dan menjerit kesakitan, lalu berpura-pura terjatuh di trotoar.

“Ah! Tolooooooong!”

Nadhifa berbalik, panik. Dia berlari mendekat, diikuti beberapa orang yang sedang jogging. “Mas Renzo! Kamu kenapa?!”

Renzo memegangi dadanya, wajahnya menyeringai kesakitan yang dibuat-buat. “Gue ... gue punya penyakit langka. Hari ini mungkin hari terakhir gue.” Matanya melirik Nadhifa yang kini berlutut di sampingnya, wajahnya pucat. “Lo mau mewujudkan satu permintaan gue yang terakhir?”

Orang-orang di sekitar mereka mulai berbisik, ada yang ikut membujuk. “Iya, Nona, kabulkan keinginannya!”

Nadhifa, terjebak dalam situasi itu, akhirnya mengangguk lemah. “Apa ... apa itu?”

“Traktir gue makan sate!” rengek Renzo, sebelum tiba-tiba tertawa lepas dan berdiri dengan gesit. “Terima kasih untuk perhatiannya, semuanya! Saya baik-baik saja!” katanya pada kerumunan yang mulai bubar dengan ekspresi masam.

Nadhifa masih berlutut. Rok gamisnya menyentuh trotoar. Rasanya seperti dipermainkan. Dia menunduk, menyembunyikan wajah yang memerah karena malu dan kesal di balik lututnya.

Renzo mendekat, berbisik, “maaf. Tapi ... kalo tadi gue bilang pengin dicium, apa lo bakal cium gue, Dhif?”

Mendengar itu, Nadhifa langsung bangkit. Air matanya nyaris tumpah. Tanpa berkata-kata, dia berbalik dan pergi dengan langkah cepat.

Renzo mengikutinya dari belakang, bersiul kecil dan sesekali menyanyikan lagu dengan fals yang sengaja dibuat sumbang. “Jangan marah, Dhifa! Gue sore ini ada misa. Sampai jumpa besok!” teriaknya, sambil berjalan mundur dan melambai.

Tapi Nadhifa tidak menoleh. Di balik punggungnya, air mata itu akhirnya menetes. Dia ingin pria itu, lebih dari yang ingin diakuinya. Tapi dia juga tahu, di balik semua kelakar dan perhatian Renzo, terbentang jurang perbedaan yang tak mungkin mereka seberangi. 

Keyakinan, darah, dan masa lalu mereka bagai tembok tinggi yang tak tergoyahkan. Dan di tengah taman yang indah itu, hatinya tercabik antara keinginan dan kepatuhan.

...***...

Suasana pagi di divisi Keuangan Alvera Corp yang biasanya tenang dan penuh konsentrasi, pagi ini pecah oleh kedatangan sosok yang jarang muncul. 

Pak Virgo, sekretaris pribadi Alaric Alverio. Pria berkacamata dengan setelan jas sempurna itu berdiri di depan papan tugas, sebuah daftar nama terpampang di tabletnya.

“Nama-nama berikut, harap berkumpul,” ujarnya dengan suara yang datar namun penuh wibawa. 

Satu per satu, lima nama wanita terbaik di divisi itu—mereka yang cantik, stylish, dan memiliki performa kerja yang baik—dipanggil.

“Mulai besok, kalian semua dialihkan ke Divisi Pemasaran, atas permintaan khusus dari kantor pusat.”

Nadhifa yang sedang duduk di mejanya, merasa dadanya sesak. Dia tahu. Ini pasti ulah Alaric. Ini adalah bentuk ‘hukuman’ dan peringatan halus karena dia menolak mentah-mentah dana gelap warisan Ravenshire itu, bahkan telah menyumbangkannya seluruhnya. Alaric tidak terima dikalahkan secara moral oleh seorang ‘anak simpanan’.

Lebih dari itu, Nadhifa bisa membaca strategi kotor di baliknya. Dengan memindahkan semua staf wanita muda dan cantiknya ke divisi Renzo, Alaric seolah berkata, “lihat, Renzo? Banyak wanita cantik disini. Jangan terkecoh oleh seorang Nadhifa.” 

Ini adalah upaya untuk mengalihkan perhatian Renzo, menjauhkannya darinya.

Dengan pasrah, Nadhifa hanya bisa berdiri dan menyaksikan kelima anak buahnya yang berharga dikumpulkan oleh Virgo seperti barang dagangan. Rasanya seperti melihat sebagian jiwanya diambil paksa.

Salah satu dari mereka melirik Nadhifa dengan tatapan minta maaf sebelum berbalik mengikuti Virgo. Nadhifa hanya bisa mengangguk pelan, memberinya kekuatan.

Dengan sisa keberanian, Nadhifa menghampiri Virgo yang hendak pergi. “Pak Virgo, apakah ini benar-benar perlu? Tim kami sedang menangani laporan kuartal…”

Virgo menoleh, kacamatanya berkilat. “Perintah langsung dari Bapak Alaric, Mbak Nadhifa. Saya hanya menjalankan perintah. Kalau tidak, saya yang akan dipecat.” Terdengar nada terkekeh kecil di ucapannya, seolah menegaskan betapa sia-sianya melawan. “Semoga berhasil dengan sisa tim Anda.”

Setelah Virgo dan kelima wanita itu pergi, ruangan yang tadinya ramai tiba-tiba terasa sangat sunyi dan janggal. 

Nadhifa memandang sekeliling. Yang tersisa hanyalah lima orang karyawan pria. Pak Anton, Pak Bima, Pak Cakra, Pak Deni, dan Pak Eka. 

Kelimanya adalah pria berumur yang sudah berkeluarga, dengan penampilan sederhana dan setia pada pekerjaan. Mereka dikenal sebagai pekerja keras, meski sering menolak tawaran promosi dengan alasan tanggung jawab keluarga yang sudah terlalu berat.

Mereka semua menatap Nadhifa, wajah mereka penuh dengan tanya dan sedikit kekhawatiran.

Nadhifa menarik nafas dalam-dalam, menyembunyikan gejolak sedih dan marah di hatinya. Dia harus kuat. Di depan lima pasang mata yang kini menggantungkan harapan padanya, dia tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Dia berjalan ke tengah ruangan, senyum kecil mengembang di bibirnya. “Baiklah, Bapak-bapak. Tampaknya kita mendapat ‘tugas khusus’. Tim kita mungkin lebih kecil, dan kita semua,” ujarnya sambil menunjuk dirinya sendiri dan kemudian ke mereka, “adalah tipe orang yang lebih suka bekerja di balik layar daripada bersosialisasi. Tapi mari kita buktikan bahwa kualitas bukan soal jumlah, bukan soal penampilan, dan bukan soal keramaian.”

Pak Anton, yang paling senior, mengangguk mantap. “Kami siap, Mbak Nadhifa. Perintah saja.”

Yang lain mengangguk setuju. Tidak ada keluh kesah. Hanya penerimaan dan tekad.

Di saat yang sama, di lantai Marketing, Renzo menyambut kedatangan lima karyawan baru dengan sedikit bingung. Mereka semua cantik dan tersenyum manis. Tapi hatinya justru bertanya-tanya, “ini skema apa lagi dari Alaric?”

Sementara itu, di lantai Finance, Nadhifa duduk kembali di mejanya. Ruangannya mungkin terasa lebih hening tanpa celotehan dan tawa rekan-rekan wanitanya, tapi justru dalam kesunyian itu, tekadnya mengeras. 

Alaric pikir dengan ini dia akan menyerah? Salah besar. Justru ini tantangan. Dia akan membuktikan bahwa tim ‘sisa’ pimpinannya bisa menghasilkan kerja yang jauh lebih brilian daripada sekadar gaya.

Dia membuka spreadsheet laporannya, matanya penuh dengan api perlawanan yang baru. Pertarungan mungkin tidak seimbang, tapi Nadhifa tidak akan mundur. Dia akan bertahan, bukan dengan kecantikan, tapi dengan kecerdasan dan ketulusan kerjanya.

NADHIFA AZZAHRA: Mas, karyawanmu jadi berapa sekarang?

RENZO ALVERIO: 20. Tambah karyawan baru jadi 25

NADHIFA AZZAHRA: Itu bukan karyawan baru. Mereka timku

RENZO ALVERIO: Serius?! Terus karyawan lo gimana?

NADHIFA AZZAHRA: 5 doang

1
Esti Purwanti Sajidin
syemangat kaka,sdh aq vote👍
Marsshella: Makasi semangatnya Kaka, makasi udah mampir ya. Selamat datang di kisah Renzo dan Nadhifa 🥰
total 1 replies
kalea rizuky
najis bgt tau mual q thor/Puke/ kok bs alarik suka ma cwok pdhl dia bersistri apakah dia lavender marrige
Marsshella: di Alunala Alaric dia udah tobat kok dan punya anak kesayangan. Ini giliran ceritanya si Renzo 😭😭😭😭😭
total 1 replies
kalea rizuky
njirr kayak g ada perempuan aja lubang ta.... *** di sukain jijik bgt
kalea rizuky
gay kah
Wina Yuliani
tah ge ing ketahuan jg brp umur.mu nak
Marsshella: dah jadi pria matang ya 😭
total 1 replies
Wina Yuliani
emangnya mereeka beda berapa tahun ya thor?
Marsshella: seumuran mereka 😄. Kakeknya Renzo tuh punya simpanan muda dan itu Nadhifa anaknya Kakek Renzo ... ikutin terus ceritanya, ya, ada plot twist besar-besaran 🥰
total 1 replies
Wina Yuliani
ternyata ada kisah cinta terlarang yg nambahin kerumitan hidup nih
Marsshella: ada plot twist ntar 🔥
total 1 replies
Wina Yuliani
baru baca tapi udah seru, keren
Marsshella: Welcome to kisah Renzo dan Nadhifa, Kak. Ikutin terus ceritanya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!