NovelToon NovelToon
Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Office Romance / Romansa
Popularitas:32.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Bagi Nadin, bekerja di perusahaan besar itu impian. Sampai dia sadar, bosnya ternyata anak tetangga sendiri! Marvin Alexander, dingin, perfeksionis, dan dulu sering jadi korban keisengannya.

Suatu hari tumpahan kopi bikin seluruh kantor geger, dan sejak itu hubungan mereka beku. Eh, belum selesai drama kantor, orang tua malah menjodohkan mereka berdua!
Nadin mau nolak, tapi gimana kalau ternyata bos jutek itu diam-diam suka sama dia?

Pernikahan rahasia, cemburu di tempat kerja, dan tetangga yang hobi ikut campur,
siapa sangka cinta bisa sechaotic ini.

Yuk, simak kisah mereka di sini!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Dasi kematian

Pagi pertama Nadin bangun di rumah Marvin berjalan cukup damai, sampai Marvin muncul di ambang pintu kamar dengan wajah serius dan dasi menggantung di tangannya.

“Nadin,” panggilnya singkat.

Nadin yang sedang sibuk menata rambut di depan cermin menoleh, alisnya terangkat. “Kenapa?”

“Pasangin aku dasi,” ujar Marvin enteng, seolah-olah itu tugas harian seorang istri profesional.

Nadin hampir tersedak udara. “Hah? Aku? Pasangin dasi kamu?!”

“Ya, siapa lagi?” Marvin berjalan mendekat, menyodorkan dasi abu-abu itu ke tangan Nadin. “Kamu kan istriku.”

Nadin memandangi dasi itu seolah sedang melihat teka-teki matematika. “Aku nggak bisa, Marvin. Serius, aku nggak pernah pasangin dasi orang.”

Marvin menatapnya lama, bibirnya melengkung nakal. “Belajar sekarang. Anggap aja pelatihan jadi istri CEO.”

“Ngawur!” Nadin mendengus, berusaha mengembalikan dasinya. Tapi Marvin malah mengangkat tangan, menolak menerima. “Ayo, Nad. Cepet, aku udah telat meeting.”

“Yaudah, yaudah!” Nadin mengomel, mendekat dengan wajah kesal setengah malu. Dia menunduk, mencoba memasukkan ujung dasi ke celah kerah kemeja Marvin. Jari-jarinya bergerak kikuk, kadang salah arah, kadang malah nyangkut di kancing. Marvin berdiri diam, tapi tatapannya dia menatap Nadin dalam sekali, dari jarak yang terlalu dekat. Sampai-sampai dia bisa menghitung bulu mata istrinya satu-satu. Nadin yang sibuk berusaha fokus, sama sekali nggak sadar kalau wajah Marvin perlahan mendekat.

Kecupan singkat mendarat di pucuk kepala Nadin.Gadis itu langsung membeku seperti patung.

"Kamu ngapain, sih?!” teriaknya panik.

Marvin hanya mengangkat alis santai. “Itu bonus motivasi biar cepat selesai.”

“Bonus apaan?!”

Karena panik, tangan Nadin yang masih memegang dasi justru menariknya terlalu kuat.

“H-hah!” Marvin spontan menegang, tercekik separuh napas. “Na ... Nad! Lepasin! Aku mau mati nih!”

“Astaga!” Nadin buru-buru melepas genggaman dan panik sendiri. “Kamu kenapa nggak bilang sih kalau udah sesak?! Maaf ya! Maaf banget!”

Marvin memegangi lehernya, tapi senyum geli tak bisa disembunyikan. “Aku cuma minta dipasangin dasi, bukan tali tiang pancang, Nad.”

“Ya salah kamu sendiri! Siapa suruh nyium duluan!”

“Ya siapa suruh kamu imut banget sih waktu pasangin dasi?” celetuk Marvin santai, membuat wajah Nadin merah seperti tomat matang.

Beberapa menit kemudian, Marvin berdiri di depan cermin menatap hasil kerja Nadin. Dasi abu-abu itu entah kenapa berbentuk seperti pita yang gagal, mirip simpul tali sepatunya.

Marvin berkedip sekali, dua kali. “Nadin.”

“Ya?”

“Ini ... apa?”

“Ya, dasi!” jawab Nadin pede.

“Dasi?” Marvin menunjuk lehernya, ekspresi campur antara bingung dan menyerah. “Ini bentuknya kayak origami burung gagal, Nad.”

Nadin mendengus sambil menyilangkan tangan. “Ya udah, kalau nggak suka, lepas aja! Aku udah susah payah itu ngelipetnya!”

Marvin mendesah, lalu tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, aku suka. Ini ... dasi model baru.”

“Model baru dari planet mana?”

“Planet istri bar-bar yang belum sarapan,” jawab Marvin datar.

“Marvin!” Nadin melempar sisir, tapi Marvin sudah kabur keluar kamar dengan tawa lepas.

Lima belas menit kemudian, Marvin turun ke ruang makan. Araya, ibunya, tengah duduk sambil minum teh, dan Tuan Alexander sedang membaca koran pagi. Begitu melihat penampilan anaknya, keduanya saling pandang.

“Pagi, Ma, Pa,” sapa Marvin santai sambil mengambil roti panggang.

Araya menatap leher anaknya, alisnya naik tinggi. “Nak, itu ... dasinya kenapa kayak tali jemuran?”

Alexander menurunkan koran, menatap dasi itu lama, lalu mengangguk pelan. “Kreatif, Vin sangat unik.”

Marvin menahan tawa, melirik ke atas tangga di mana Nadin muncul dengan wajah cemberut. “Iya, Pa. Ini karya seni istriku.”

Araya menahan senyum, Alexander batuk kecil menutupi tawa, dan Nadin yang mendengarnya langsung berteriak dari atas, “Udah ku bilang lepas aja kalau nggak suka!"

Marvin tersenyum tipis, meneguk kopinya. “Nggak perlu, aku punya desainer pribadi sekarang.”

Dan pagi itu, keluarga Alexander resmi memulai hari dengan tawa sementara Nadin bersumpah dalam hati untuk belajar pasang dasi dari YouTube sebelum malam datang lagi.

Pagi itu, suasana kantor PT Alexander Group terasa berbeda. Biasanya, semua karyawan akan menunduk khusyuk di balik meja masing-masing, pura-pura sibuk sambil menunggu bos besar datang. Tapi hari itu, ketika lift terbuka dan langkah sepatu kulit khas Marvin Alexander terdengar, seluruh ruangan seketika menegang. Namun bukan karena wibawa sang CEO. Tapi karena dasi, dasi abu-abu milik Marvin tampak terikat aneh. Ujungnya melengkung ke samping, simpulnya tidak simetris, dan satu sisi malah mirip pita kado yang hampir lepas.

Beberapa staf pria langsung saling lirik. Sekretaris Aulia berusaha menahan tawa dengan pura-pura batuk, sementara dua staf marketing hampir meledak menahan cekikikan di balik monitor.

Marvin berjalan tenang, membawa aura CEO yang elegan dan berbahaya seolah tak sadar kalau separuh kantor sedang menatap dasinya dengan ekspresi antara kagum dan bingung.

“Selamat pagi, Pak Marvin,” sapa Aulia sopan, tapi sudut bibirnya naik pelan. “Hmm, dasinya ... terlihat ... unik hari ini.”

Marvin menatapnya dingin. “Unik itu relatif, Lia. Yang penting tetap elegan.”

Aulia langsung menunduk cepat-cepat. “T-tentu, Pak!”

Di sudut lain, Nadin baru saja tiba dengan map di tangan, melangkah cepat ke arah lobi. Ia berhenti mendadak saat melihat pemandangan itu, Marvin berdiri dengan ekspresi super CEO, dasinya masih dengan simpul origami burung gagal hasil buatan tangannya tadi pagi.

“Oh no…” bisik Nadin, menutupi wajahnya dengan map. “Dia beneran pakai dasi itu ke kantor?! Astaga, malu banget!”

Belum sempat Nadin kabur, suara familiar terdengar di belakang.

“Nadin?”

Ia menoleh dan hampir menjatuhkan mapnya. Pria tinggi dengan jas hitam rapi, rambut disisir ke belakang sempurna, berdiri sambil tersenyum ramah.

"Selamat pagi, Nadin."

"Pagi, Pak."

Gibran mengulurkan tangan, senyum menawan terpasang di wajahnya. “Nggak usah terlalu formal, panggil aja Gibran.”

Nadin menjabat tangannya sambil tertawa kecil. “Baik, Pak ... eh, maksudnya Gibran.”

Dan di saat yang sama, dari arah lobi utama, Marvin menoleh. Tatapan matanya tajam, seperti mata elang yang baru saja menangkap mangsa di kejauhan.

Nadin yang sadar sedang dilirik hanya bisa tersenyum canggung. Ia buru-buru menarik tangannya dari genggaman Gibran, berpura-pura merapikan map.

“Ehm … aku, eeh … harus antar dokumen ke lantai tujuh. Hehehe…”

“Boleh bareng?” tanya Gibran santai.

Belum sempat Nadin menjawab, suara bariton Marvin terdengar jelas dari belakang.

“Nadin.”

Gadis itu menegang, menoleh pelan. “I-iya, Pak Marvin?”

“Setelah ini, tolong bantu Aulia di ruang rapat. Dan … bawa laporan proyek kemarin.”

Nada suaranya terdengar biasa, tapi matanya berbicara banyak tatapan penuh peringatan lembut ada kecemburuan di sana.

Nadin menelan ludah. “B-baik, Pak.”

Gibran mengangkat alis, sedikit heran melihat interaksi itu. “Bosmu cukup tegas, ya.”

Nadin menunduk cepat-cepat. “Iya … tegas banget.”

Sementara itu, Aulia yang berdiri di sebelah Marvin menatap mereka berdua, senyum tipis mengembang di bibirnya.

“Pak Marvin sepertinya perhatian sekali sama karyawan barunya, ya.”

Marvin hanya menjawab tanpa menatapnya. “Saya memperhatikan semua orang yang penting untuk perusahaan ini.”

Aulia mengangguk, meski dalam hatinya bergolak antara cemburu dan penasaran.

'Apa benar omongan Nadin tempo hari? Kalau dia dan Pak Marvin sudah menikah, dan mereka suami istri? Tidak mungkin! Terlalu mustahil!' batin Aulia menolak untuk percaya.

1
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
stress
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
emaknya malah ngajarin yg ge waras
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
setinggi apa itu
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
damar ato dimas?
Esther Lestari
Marvin kenapa kamu dengan mudahnya menerima minuman...kan bisa kamu menolak dengan tegas.
sum mia
aku bacanya geregetan banget , bego banget Marvin mau aja di kasih minum wine , jelas-jelas minuman memabukkan yang pasti akan buat dia oleng . semoga saja Nadin bisa mengatasi foto Marvin dan Anita yang mungkin akan tersebar di media .
rasanya pengen tak getok aja tuh kepalanya Anita biar gegar otak sekalian . jadi orang kok murahan banget mau merebut suami orang .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: ikut geregetan kan....
total 4 replies
Rokhyati Mamih
kok aku jadi jengkel ke anita murahan pisan ngga punya urat malu deh 🤭🤭
Lusi Hariyani
marvin km jg ceroboh bngt untung nadin wanita kuat
Teh Euis Tea
anita gagal lg ya mau ngerjain marvin, emang enak, udahlah anita jgn kejar trs marvin
Wulan Sari
lha sebel dmn2 cerita ada pelakor.....
sampai bacanya gemes tolong pelakor di hempaskan biyar kapok dan kena karmanya....
heeee lanjut Thor semangat 💪
Hary Nengsih
lanjut
Ucio
Anita stress Masih monitor,,capkede🤭🤭
sum mia
lampir satu ini kok masih ngotot aja , masih gak sadar juga . Anita.... Anita.... laki-laki didunia bukan hanya Marvin , kenapa kamu harus merendahkan diri sendiri hanya karena seorang laki-laki .
tapi ingat aja Anita.... kamu gak akan menang melawan wanita bar-bar seperti Nadin Alexander .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: orang sirik kayak gitu mana bisa mikir positif , yang ada hanya ingin merebutnya saja .
total 2 replies
sum mia
betul kata Marvin....kamu gak perlu seperti mereka , cukup jadi diri kamu sendiri itu sudah sangat membanggakan .
dan ternyata drama ibu hamil masih berlanjut terus . bukan Nadin yang hamil yang bikin heboh , tapi Marvin suaminya malah sekarang ditambah mertuanya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
eh .... masih ngeyel juga .... masih belum menyerah . kapan kamu sadar Anita.... lagi-lagi kamu gak akan bisa melawan Nadin Alexander . wanita yang kau anggap dari golongan rendah tapi nyatanya dia yang tampil tenang , elegan dan berkelas .
tapi pantes aja sih kelakuan Anita kayak gitu , orang ajaran dan didikan ibunya juga gak bener .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
dan akhirnya....si Anita wanita yang sok berkelas dan elegan mundur walaupun mungkin masih menyisakan rasa iri dengki dihatinya . iri karena tidak bisa menggeser Nadin disisi Marvin .
apalagi sekarang Nadin lagi hamil makin sayang dan cinta mereka makin tumbuh lebih besar .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Ddek Aish
nggak nyerah juga si calon pelakor malah didukung maknya
Teh Euis Tea
ky lomba aj km anita blm menang, emang mau ngapain km jgn bikin hara2 deh km anita
Arin
Memang kalau dirimu menang, dapat apa Anita? Marvin?
sum mia
weleh...weleh.... Nadin yang hamil tapi keluarga yang heboh . bak ketiban durian runtuh... mereka amat sangat bahagia .
selamat ya Nadin dan Marvin , semoga kehamilannya berjalan lancar hingga lahiran nanti .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!