NovelToon NovelToon
Asmara, Dibalik Kokpit

Asmara, Dibalik Kokpit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Ini adalah kisah tentang Asmara, seorang pramugari berusia 25 tahun yang meniti karirnya di atas awan, tiga tahun Asmara menjalin hubungan dengan Devanka, staf bandara yang karirnya menjejak bumi. Cinta mereka yang awalnya bagai melodi indah di terminal kedatangan kini hancur oleh perbedaan keyakinan dan restu orang tua Devanka yang tak kunjung datang. dan ketika Devanka lebih memilih dengan keputusan orangtuanya, Asmara harus merelakannya, dua tahun ia berjuang melupakan seorang Devanka, melepaskannya demi kedamaian hatinya, sampai pada akhirnya seseorang muncul sebagai pilot yang baru saja bergabung. Ryan Pratama seorang pilot muda tampan tapi berwajah dingin tak bersahabat.
banyak momen tak sengaja yang membuat Ryan menatap Asmara lebih lama..dan untuk pertama kali dalam hidupnya setelah sembuh dari rasa trauma, Ryan menaruh hati pada Asmara..tapi tak semudah itu untuk Ryan mendapatkan Asmara, akankan pada akhirnya mereka akan jatuh cinta ?

selamat membaca...semoga kalian suka yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Kesepakatan Mendesak 💘

Keesokan paginya, suasana di apartemen itu terasa tenang.

Matahari menembus tirai tipis, menerangi ruang tamu dengan cahaya hangat. Asmara yang baru saja selesai sarapan sederhana menatap koper dan tasnya di pojok ruangan.

Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus pergi.

Namun hatinya masih ragu. Di luar sana, berita Asmara mendekati Devanka masih beredar, Devanka bisa saja muncul tiba-tiba, dan ia belum menemukan tempat tinggal baru.

Ketika Ryan datang untuk mengambil beberapa dokumen yang tertinggal semalam, Asmara memberanikan diri membuka percakapan.

“Kapten Ryan… aku ingin bicara sebentar, boleh?” kata Asmara pelan,

Ryan menatap sekilas, lalu menaruh map di meja.

“Boleh. Ada apa?”

Asmara menggenggam jemarinya gelisah, lalu menatap Ryan dengan nada sungkan.

“Sebenarnya aku belum menemukan tempat tinggal lain. Aku… aku tahu apartemen ini milik Kapten, dan aku nggak mau merepotkan. Tapi kalau boleh, aku ingin tinggal sedikit lebih lama saja, setidaknya sampai aku dapat tempat baru.”

Ryan hanya diam, menatapnya tanpa ekspresi.

Asmara menelan ludah, lalu menambahkan cepat.

“Aku bisa membayar uang sewanya kok. Aku nggak minta gratis. Aku cuma butuh waktu mungkin beberapa hari lagi. Aku janji nggak akan ganggu kehidupan Kapten lebih jauh lagi.”

Ryan menyilangkan tangan di dada, matanya menatap tajam namun bukan marah, lebih ke arah mengamati.

“Bayar sewa ?” ia mendengus pelan.

“Jadi kamu ingin menyewa tempat ini dengan uang?” lanjutnya lagi.

Asmara mengangguk cepat, berharap mendapat respon baik.

“Iya, kalau Kapten mau. Aku bisa transfer sewa bulanannya, atau kalau mau dibayar di muka juga nggak apa-apa.”

Namun Ryan malah tersenyum samar, senyum yang membuat Asmara justru semakin gugup.

“Aku tidak butuh uangmu, Asmara.” kata Ryan pelan tapi tegas.

Asmara tertegun.

“Lalu… apa maksud Kapten, apa Kapten nggak ngijinin aku tinggal beberapa hari lagi disini.?”

Ryan mendekat sedikit, suaranya lebih dalam, namun masih tenang.

“Kamu masih ingat pembicaraan kita waktu itu? Tentang permintaanku supaya kamu jadi pacar pura-puraku di depan Ibuku ?”

Asmara spontan mengerutkan kening, menatapnya tak percaya.

“Kapten masih saja menganggap serius hal itu?”

“Ya, sangat serius. Karena hanya itu cara paling cepat agar Ibuku berhenti menjodohkanku dengan Clarissa.”

Ryan berhenti sebentar, lalu menatap Asmara lekat.

“Kalau kamu bersedia, kamu bisa tinggal di sini selama kamu mau. Anggap saja… itu balas jasamu padaku.”

Asmara terdiam.

Dadanya terasa berat. Ia tak menyangka percakapan yang ia pikir hanya main-main berubah menjadi sesuatu yang rumit.

“Kapten… aku nggak mau membuat semuanya salah paham. Lagipula, kalau Ibu Kapten tahu aku tinggal di sini, itu bisa jadi masalah besar.”

Ryan tersenyum miring, seolah sudah memprediksi jawaban itu.

“Tenang saja, Ibuku nggak akan tahu. Lagipula, aku nggak akan sering datang ke sini. Aku hanya butuh kamu tampil meyakinkan di hadapannya nanti, berpura-pura jadi pacarku. Itu saja.”

Asmara menunduk, berusaha berpikir jernih.

Ia tahu Ryan telah menolongnya berkali-kali, tapi menjadi kekasih pura-pura?

Itu bukan hal kecil.

Namun di sisi lain, ia benar-benar tak punya tempat pergi.

“Kalau aku menolak… berarti aku harus keluar dari sini sekarang juga, ya?” kata Asmara pelan, penuh keraguan.

Ryan menatapnya, lalu berjalan pelan ke arah pintu.

Sebelum melangkah keluar, ia berkata tanpa menoleh:

“Tidak. Aku tidak akan mengusirmu. Tapi setidaknya, pikirkan baik-baik, Asmara. Karena tawaranku ini... bukan cuma tentang apartemen.” kata Ryan kembali dengan nada dingin.

Ia pergi meninggalkan apartement.

Asmara menatap pintu yang baru saja tertutup, merasa dadanya semakin sesak.

Bukan hanya karena ia bingung harus memilih apa...

tapi karena, entah kenapa, nada suara Ryan barusan menggema di hatinya, seolah ada makna lain di balik rencana pura-pura itu.

...✈️...

Langit Jakarta mulai memerah. Ketika Ryan baru saja tiba di rumah setelah menyelesaikan latihan simulator di SkyAir Training Center. Begitu masuk ruang keluarga, ia melihat Mami Rosa duduk di sofa sambil menyesap teh hangat.

Di meja di depannya, terdapat beberapa brosur restoran mewah dan daftar menu.

Ryan sudah tahu, ini pasti bukan kebetulan.

Ryan melepas jaket pilotnya.

“Mami lagi lihat-lihat restoran? Ada acara apa?”

Rosa tersenyum lembut, menatap anaknya dengan mata penuh harap.

“Akhir pekan ini, Mami ingin kamu kosongkan jadwal penerbanganmu, Ry.”

Ryan memutar bola mata pelan, sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini akan pergi.

“Kenapa, Mam? Aku sudah punya jadwal terbang ke Bali hari Sabtu.”

Rosa mendengus kecil.

“Kamu bisa minta tukar jadwal, kan? Cuma satu malam saja. Mami ingin kita makan malam bersama Tante Miranda dan anaknya.”

Ryan langsung terdiam.

Nama itu — Miranda.

Dan tentu saja, anaknya… Clarissa.

“Clarissa lagi?” tanyanya datar dan terdengar tajam.

“Ya, sayang. Kamu belum pernah benar-benar memberi kesempatan untuk mengenalnya. Tante Miranda itu sahabat lama Mami. Dia wanita baik, keluarganya terpandang, dan Clarissa gadis yang sopan, berpendidikan, cantik…”

Ryan memotong cepat, suaranya datar namun tegas.

“Mami, aku sudah bilang, aku nggak tertarik dijodohkan dengan siapa pun.”

Rosa meletakkan cangkir tehnya perlahan, lalu menatap anaknya dengan ekspresi lembut tapi menusuk.

“Kamu selalu bilang begitu, Ryan. Tapi Mami cuma ingin kamu bahagia. Kamu terus menolak setiap perempuan yang Mami kenalkan, seolah nggak ada satu pun yang cukup baik.”

Ryan menghela napas, lalu duduk di kursi seberang ibunya.

“Karena bahagia itu bukan hasil perjodohan, Mami. Aku ingin menemukan sendiri orang yang tepat.”

Rosa menatapnya lama. Tatapannya perlahan berubah, dari lembut menjadi sendu.

Ia menurunkan suara, membuat Ryan sedikit merasa bersalah.

“Mami cuma ingin melihat kamu punya seseorang sebelum Mami terlalu tua untuk menyaksikan itu… Apa permintaan Mami terlalu berat?”

Ryan spontan menghela napas dalam-dalam, memejamkan mata sesaat.

Ia tahu ekspresi itu, tatapan sendu ibunya, suara lembut penuh harap.

Itu kelemahannya.

“Baiklah, Mi. Aku akan datang. Tapi cuma makan malam, ya. Tidak lebih.” kata Rya pasrah.

Rosa tersenyum lega.

“Itu saja sudah cukup, Ry. Terima kasih ya sayang.”

ia berdiri dan mencium kening Ryan dengan penuh kasih.

“Kamu selalu jadi anak yang berbakti.” bisiknya.

Ryan tersenyum tipis, tapi dalam hatinya mulai gelisah.

Begitu ibunya beranjak ke kamar, senyum di wajahnya menghilang.

Ia menyandarkan tubuh ke sofa, menatap langit-langit.

Pikirannya langsung melayang pada satu nama — Asmara Kinara.

Ryan bergumam pelan.

“Kalau begini terus, aku nggak punya pilihan lain… sepertinya aku memang harus jalankan rencana itu.”

Ia mengambil ponsel dari saku celana, menatap layar sejenak sebelum akhirnya menekan nomor yang sudah tersimpan di kontaknya: Asmara.

Cukup lama nada sambung terdengar sebelum suara lembut itu menjawab.

^^^“Halo, Kapten?” ^^^

Sapa Asmara lembut, di telepon

“Kita perlu bicara. Malam ini.”

^^^“Bicara? Tentang apa?” ^^^

Asmara menjawab dengan sedikit gugup.

“Tentang peran barumu.”

Sambungan terputus setelah itu.

Asmara terpaku menatap ponsel di tangannya, sementara di sisi lain Ryan menatap layar ponselnya dengan ekspresi dingin, menyembunyikan rasa berdebar yang bahkan ia sendiri tak ingin akui.

...✈️...

...✈️...

...✈️...

^^^Bersambung...^^^

1
Siti Naimah
menyimak dulu...kelihatannya bakal seru nih
Marini Suhendar
❤❤❤...lanjut thor
Nursina
semangat lanjutkan👍
Nursina
karya yg menarik semangat
Mericy Setyaningrum
wah Dubai Im in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!