Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Hyun-jae membeku di tempat. Bibir mungil Harin benar-benar menyentuh lehernya, membuat aliran darahnya seolah berhenti sepersekian detik. Ia tidak menyangka gadis itu akan bertingkah seberani ini hanya karena efek kopi.
"Harin!" suaranya berat, berusaha menegur. Akhirnya dia memanggil nama Harin.
Namun bukannya menjauh, gadis itu malah terkikik kecil, tawa sengau yang terdengar seperti rengekan manja.
"Heheh… oppa harum sekali."
Hyun-jae mendengus pelan, mencoba mengatur napasnya yang tiba-tiba terasa sesak. ingin marah, tapi wajah Harin yang memerah dengan mata sayu itu membuatnya tidak bisa benar-benar marah.
Posisi mereka yang menempel seperti itu saja sudah berbahaya. Hyun-jae menatap ke dinding kaca yang belum tertutup penuh tirainya. Ia melangkah ke sana dengan Harin yang menempel padanya seperti koala.
Ia harus menutup semua tirai tersebut untuk mencegah ada paparazi yang memotret atau mengambil video mereka diam-diam. Hyun-jae tidak peduli karirnya merosot atau tidak karena dia punya kekuasaan. Tetapi gadis ini, mungkin tidak akan nyaman kalau wajahnya sampai terpampang di mana-mana.
Hyun-jae menarik tirai besar itu dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap menyangga tubuh Harin yang bergelayut erat di dirinya. Setiap langkah terasa seperti ujian kesabaran. Gadis itu ringan, tapi lengket sekali, seolah tidak berniat melepaskan diri dari Hyun-jae.
Begitu tirai tertutup rapat, Hyun-jae menoleh, menatap Harin yang masih menempel di leher dan bahunya. Wajah mungil itu semakin merah, bibirnya terbuka sedikit, napasnya hangat dan teratur tidak beraturan.
"Turun," ucap Hyun-jae pendek, suaranya tegas dan penuh perintah.
Harin menggeleng pelan, pipinya menempel di bahu pria itu.
"Aku mau di sini aja. Nyaman …" gumamnya dengan suara sengau.
Hyun-jae menutup mata sebentar, mencoba meredam sensasi aneh yang menjalari tubuhnya. Kalau saja bukan karena Harin sedang mabuk akibat kopi, mungkin dia sudah bersikap lebih keras. Tapi sekarang, melihat gadis itu bahkan tidak sepenuhnya sadar, ia hanya bisa mendesah berat.
"Dasar merepotkan,' lirihnya.
Namun, alih-alih menurunkannya, Hyun-jae justru melangkah ke sofa panjang di ruang tamu. Ia duduk perlahan, membiarkan Harin tetap menempel di pangkuannya. Gadis itu mengeratkan pelukannya, seperti takut dilepaskan. Kedua kakinya masih melingkar di pinggang pria itu, posisi yang membuat Hyun-jae makin salah tingkah.
"Harin," Ia memanggil sekali lagi, lebih lembut.
"Tidurlah. Kau pusing, bukan?"
Harin menggelengkan kepala. Ia terlihat sudah mabuk sekali. Tapi tangannya mulai nakal menyusuri setiap lekuk wajah Hyun-jae.
Hyun-jae menahan pergelangan tangan mungil itu dengan cepat, menghentikan gerakan Harin yang semakin tak terkendali. Jemari gadis itu dingin, tapi sentuhannya justru menimbulkan rasa panas di kulit Hyun-jae.
"Cukup," ucapnya pelan namun tegas. Sorot matanya tajam, meski nada suaranya berusaha tetap sabar.
Harin malah tersenyum lebar, matanya menyipit seperti anak kecil yang baru saja menemukan permainan baru.
"Oppa marah ya? Heheh … kalau marah, tetap ganteng."
Hyun-jae memejamkan mata sejenak, mencoba menahan tawa getir yang hampir lolos. Ia tak pernah berhadapan dengan situasi seperti ini. Biasanya, ia yang mengendalikan keadaan, dingin, teratur, dan penuh perhitungan. Tapi sekarang, seorang gadis dengan efek kopi aneh membuatnya kalang kabut.
"Harin," ia memanggil lagi, kali ini lebih lembut. Tangannya menurunkan jemari Harin dari wajahnya, menahannya erat di pangkuan.
"Dengar aku. Kau butuh istirahat. Bukan bercanda seperti ini."
Namun Harin menggeleng keras, matanya masih sayu. Ia menunduk, menempelkan dahinya ke dada Hyun-jae.
"Aku nggak mau tidur. Aku takut kalau tidur nanti mimpi buruk. Aku selalu mimpi ditinggal ... Orang-orang yang aku sayang selalu meninggalkanku. Mama meninggal, kakak perempuanku juga meninggal, sekarang ... Papaku nggak peduli lagi sama aku ... Aku selalu ditinggal," suaranya melemah, hampir tenggelam di antara detak jantung pria itu.
Kalimat itu membuat dada Hyun-jae terasa aneh, seperti diremas dari dalam. Ia bisa merasakan tubuh Harin bergetar kecil. Entah karena mabuk atau karena kesedihannya.
Perlahan, Hyun-jae mengangkat tangan dan menyentuh rambut gadis itu.
"Kau tidak ditinggal," katanya datar, tapi nada suaranya berbeda, lebih hangat.
"Aku ada di sini."
Harin mengangkat wajahnya perlahan, matanya berkaca-kaca, bibirnya terbuka sedikit. Ia menatap lurus ke arah Hyun-jae, seakan ingin memastikan kata-kata itu sungguh-sungguh.
"Janji?" bisiknya.
Hyun-jae terdiam, terjebak dalam tatapan polos itu. Ia bukan tipe pria yang mudah mengumbar janji, apalagi pada seseorang yang baru dikenalnya. Tapi melihat Harin yang rapuh seperti ini, entah kenapa lidahnya tidak bisa menolak.
"…Janji," ucapnya akhirnya.
Senyum kecil mengembang di bibir Harin, matanya kembali berbinar. Lalu pandangannya jatuh ke bibir Hyun-jae, menatap lama di sana. Bibir itu nampak amat menggoda, dan Harin yang mabuk mulai membayangi bibir tersebut seperti buah apel. Ia beberapa kali menggeleng-geleng wajahnya, tapi tiap kali melihat ke sana, yang dia lihat adalah apel. Dia suka buah apel.
"Oppa, aku mau makan apel." gumamnya manja, ibu jarinya dengan berani mengusap bibir Hyun-jae.
Hyun-jae hampir terbatuk mendengar ucapan polos itu dan gerakan jarinya. Apel? Terus kenapa menyeka bibirnya? Gadis ini benar-benar di luar dugaan. Ia menatap wajah Harin yang semakin merah, matanya sayu, jelas efek kopi sudah mengambil alih akal sehatnya.
"Apel ada di kulkas," jawabnya singkat, mencoba mengalihkan. Ia berusaha menahan wajah tetap datar meski dalam hatinya mulai berantakan.
Tapi Harin menggeleng, jarinya menunjuk samar ke bibir Hyun-jae.
"Bukan … aku mau apel yang ini,"
Hyun-jae membeku. Napasnya tercekat sepersekian detik. Ia tidak tahu harus menertawakan keluguan Harin atau merasa cemas karena gadis ini bisa bicara sembarangan tanpa sadar.
Astaga...
Desahnya lirih, mengusap wajah sendiri dengan tangan bebas.
"Kau benar-benar mabuk."
Namun Harin tidak menyerah. Ia menggeliat manja, semakin menempel, bahkan mendekatkan wajahnya ke arah Hyun-jae.
"Sedikit saja… aku lapar."
Refleks, Hyun-jae menahan bahu Harin, menjaga jarak tipis di antara mereka. Tatapannya tajam, tapi bukan karena marah, lebih ke peringatan.
"Berhenti, Harin. Kau tidak tahu apa yang kau laku mphh ..."
Mata Hyun-jae melotot lebar karena Harin dengan tiba-tiba sudah menyerang bibirnya. Menggigit-gigit sesuka hati.
Oh ya ampun, apalagi ini?
ketahuan kamu Luna ...😁😂😂