NovelToon NovelToon
Bring You Back

Bring You Back

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cintamanis / Romansa / Cintapertama / Gadis Amnesia
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aquilaliza

Kecelakaan yang merenggut istrinya menjadikan Arkana Hendrawan Kusuma tenggelam dalam perasaan kehilangan. Cinta yang besar membuat Arkan tak bisa menghilangkan Charissa Anindya—istrinya—dari hidupnya. Sebagian jiwanya terkubur bersama Charissa, dan sisanya ia jalani untuk putranya, Kean—pria kecil yang Charissa tinggalkan untuk menemaninya.

Dalam larut kenangan yang tak berkesudahan tentang Charissa selama bertahun-tahun, Arkan malah dipertemukan oleh takdir dengan seorang wanita bernama Anin, wanita yang memiliki paras menyerupai Charissa.

Rasa penasaran membawa Arkan menyelidiki Anin. Sebuah kenyataan mengejutkan terkuak. Anin dan Charissa adalah orang yang sama. Arkan bertekad membawa kembali Charissa ke dalam kehidupannya dan Kean. Namun, apakah Arkan mampu saat Charissa sedang dalam keadaan kehilangan semua memori tentang keluarga mereka?

Akankah Arkan berhasil membawa Anin masuk ke kehidupannya untuk kedua kalinya? Semua akan terjawab di novel Bring You Back.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anin Adalah Charissa?

.... ...

.... ...

.... ...

Suhu udara di private room di restoran cahaya masih berada dalam skala yang biasa digunakan orang-orang. Namun, tidak dengan Arkan yang merasa sangat gerah, panas. Padahal AC di ruangan tersebut berfungsi dengan baik.

Arkan melirik Anin, lalu menatap Dimas. Kedua manusia itu sedang berbalas senyum, sangat menjengkelkan bagi Arkan. Alasan gerah dan panas yang ia rasakan bukanlah karena suhu ruangan, melainkan interaksi Anin dan Dimas yang membuatnya terbakar.

Dua orang itu sejak tadi terus melempar senyum. Bahkan saat menjelaskan semua isi kontrak, Dimas masih sempat melirik ke arah Anin. Beruntung bakal proyek yang ia bangun bersama Dimas ini adalah proyek penting.

Dimas juga klien yang baik, dan dia cukup terkesan dengan semua yang Dimas miliki. Ini untuk kedua kalinya ia melakukan kerja sama dengan perusahaan Dimas.

"Ekhm!" Arkan berdehem pelan sambil meletakkan sendok dan garpu yang dipegangnya. Mereka sedang menikmati hidangan yang disajikan pelayan restoran.

Suara itu menarik Anin, Dimas, juga Sekretaris Dimas yang tengah menikmati makanan mendongak menatap ke arahnya.

"Saya sudah selesai," ucap Arkan tenang, meski dalam hati ingin segera meninggalkan ruangan, membawa Anin menjauh dari Dimas.

"Anda sudah tidak makan lagi, Pak Arkan?"

"Ya, sepertinya saya harus segera pulang. Sudah lewat jam pulang kantor. Putra saya pasti sudah menunggu." Kean ia jadikan alasan. Arkan sedikit merasa bersalah dalam hati sudah menggunakan Kean untuk menjauhkan Anin dari Dimas.

"Oh putra Pak Arkan. Kalau saya tidak salah, namanya Kean?"

Arkan berdehem singkat. Ingatan Dimas memang masih sangat jernih. Sudah setahun, hanya bertemu sekali, tapi masih mengingat baik nama putranya.

"Dia seusia putra saya, Radit. Kalau tidak salah, kalian pernah bertemu di mall. Putra saya sangat antusias menceritakan pertemuan kalian di salah satu toko mainan di mall. Dia bersemangat menceritakan perkenalannya dengan putra anda."

Arkan terdiam. Apa maksud nya ini? Radit yang dimaksud Dimas adalah Radit yang sama yang ia dan Kean temui bersama Anin di mall saat itu? Apa maksudnya, Radit keponakan Anin?

Arkan menolehkan kepala, menatap Anin. Saat mendapati senyuman perempuan itu, Arkan semakin yakin jika yang ia pikiran adalah benar.

"Anin?"

"Iya, Pak. Radit yang dimaksud Pak Dimas adalah Radit yang sama dengan yang saat itu bersama saya. Dia putra Pak Dimas, Kakak saya."

Hah. Aku sudah salah sangka. Pantas saja mereka tak terlihat canggung. Dimas kakaknya.

Arkan tak merespon berlebihan. Dia hanya mengangguk pelan, lalu bersikap tenang seperti biasanya. Namun dalam hati, ia begitu lega mendengarnya.

"Pak Arkan akan pulang lebih dulu?"

"Ya, saya harus kembali lebih dulu," jawab Arkan. Dia lalu menoleh pada Anin. Perempuan itu langsung meletakkan sendok dan garpunya, lantas meraih segelas air dan meneguk nya.

"Tidak perlu buru-buru." Suara Arkan terdengar datar. Tapi, Dimas bisa melihat bagaimana Arkan menatap adiknya. Begitu dalam.

"Maaf, Pak. Saya tidak mungkin membuat Anda menunggu."

Arkan menatap Dimas. "Apa Pak Dimas ada urusan lain setelah ini?"

Dimas menggeleng pelan. "Tidak. Ada apa?"

"Anin, sudah lewat jam pulang kantor. Anda bisa sekalian bersamanya?"

Dimas terkekeh. "Ya, tentu saja."

"Terima kasih. Maaf merepotkan anda."

"Tidak masalah."

"Kalau begitu, saya permisi."

Dimas mengangguk, lalu beranjak bersama Arkan untuk mengantar lelaki itu keluar private room. Anin dan Sekretaris Dimas pun ikut mengantar.

...****************...

Arkan menghembus kasar nafasnya sambil mengendarai mobil. Salah. Ini salah. Seharusnya ia tidak meninggalkan Anin. Seharusnya ia tetap disana, berdekatan dengan Anin, menunggunya hingga selesai makan, lalu mengantarnya pulang.

Tapi, mau bagaimana lagi? Ia terlanjur membuat alasan yang sudah pasti akan membuat Dimas, Anin, ataupun si Sekretaris curiga jika ia tetap disana.

"Huh!" Sekali lagi Arkan menghembuskan nafas kasar, lalu menghentikan mobilnya saat memasuki garasi. Lelaki itu keluar dan langsung menuju rumah.

Seperti biasa, Kean menyambutnya dengan riang, bergelayut dalam gendongan Papanya sambil bertanya, "bagaimana kabar Tante cantik? Dia baik?"

Dan Arkan akan menceritakan keseharian Anin di kantor, tentunya setelah ia membersihkan diri, makan malam bersama, dan menemani Kean belajar jika tidak ada pekerjaan yang harus ia lakukan. Cerita tentang keseharian Anin di kantor akan menjadi pengganti dongeng sebelum tidur untuk Kean.

"Sekarang tidurlah," ujar Kean usai menceritakan tentang Anin pada putranya. Tangannya mengelus lembut puncak kepala Kean.

Setelah putranya tertidur pulas, Arkan beranjak keluar dari kamar Kean tanpa membuat suara. Dia menutup pintu dengan begitu pelan. Setelah itu, dia melangkah lebar menuju kamarnya, membuka pintu lalu menutupnya kembali.

"Kean sudah tidur?"

Arkan terkesiap dan langsung berbalik. Netra tajamnya menatap tak percaya ke arah ranjang, dimana sosok Anin duduk di tepi ranjang sambil tersenyum ke arahnya.

"Anin?" Arkan melangkah mendekat. Dia bingung, bagaimana bisa perempuan itu berada di kamarnya.

"Anin? Aku Charissa, Ar," ucap perempuan itu.

Arkan menghentikan langkahnya di depan perempuan itu. Matanya lekat menatap perempuan itu, namun keningnya mengerut bingung. Perempuan di depannya itu jelas bukan Charissa, tapi Anin. Rambut panjang sepinggang, dan tak menggunakan kacamata, sangat jelas jika itu Anin.

Perempuan itu beranjak berdiri, lalu menyentuh kening Arkan. "Ada apa, Ar? Kau kelihatan tak baik."

"Aku .... Kau ... Anin, bukan Charissa."

"Aku Charissa, Ar! Aku Charissa! Kau ingat ini?" Perempuan itu menyingkirkan rambutnya, memperlihatkan tengkuknya, tepat dibawah anak rambut terdapat tanda lahir berbentuk setengah lingkaran yang melengkung kebawah, sebesar biji apel dan berwarna hijau gelap.

"Kau ingat?"

"Ya, aku ingat." Arkan menatap perempuan itu. Ia percaya jika itu adalah Charissa. Saat ia akan memeluknya, tiba-tiba perempuan itu lenyap begitu saja. Arkan bingung, lalu berteriak memanggil.

"Charissa!"

"Charissa!!"

"Papa!!"

Arkan segera tersadar dan bangun terduduk. Di sebelahnya, Kean menatap ke arahnya dengan mata sayu, masih mengantuk.

"Kean ...."

"Papa kenapa? Papa mimpi buruk?" tanya anak itu dengan suara serak.

"Tidak. Hanya mimpi aneh. Maaf Papa sudah membuatmu terbangun. Ayo, tidurlah lagi."

Anak itu mengangguk. Dia kembali membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata. Arkan mengusap-usap kepalanya hingga anak itu terlelap.

Arkan menatap seisi kamar putranya, lalu berhenti pada foto dirinya, Charissa dan Kean yang masih bayi, yang terpajang di meja Kean.

Arkan menarik nafas. Dia ingat, tadi dia diminta menemani tidur oleh Kean dan tanpa sadar juga terlelap.

Mimpi itu terasa begitu nyata. Anin, tapi dia mengakui dirinya Charissa. Dan tanda lahir itu ... sepertinya aku harus melakukan sesuatu.

Arkan menatap putranya. Sedikit menunduk untuk membubuhkan satu kecupan di kening putranya, Arkan lantas menuruni ranjang dan berjalan pelan keluar kamar.

Langkahnya langsung menuruni tangga menuju dapur. Dia butuh air dingin untuk menyegarkan tenggorokannya yang kering, sekaligus menenangkan pikirannya dan mulai memikirkan langkah apa yang pertama kali harus ia lakukan.

Jika mimpi itu adalah petunjuk bahwa Anin adalah Charissa, mereka berdua merupakan orang yang sama, lantas, siapkah yang terbaring dalam makam Charissa?

Arkan menarik nafasnya. Semua mulai terasa memusingkan. Sejenak, ia berdiam diri, lalu beranjak kembali ke kamarnya. Saat tiba, Arkan dengan segera meraih telponnya, menghubungi seseorang.

"Selidiki seseorang untukku. Namanya Charissa Anindya—"

"What? Charissa Anindya? Bukankah itu istrimu? Kau gil—"

"Diamlah, Rafi!" Arkan membalas dingin, membuat Rafi—sahabatnya— terkekeh di seberang telepon.

"Ya, aku diam. Tapi, jelaskan dengan benar siapa yang harus diselidiki."

Arkan berdehem pelan. "Namanya Charissa Anindya, sekretaris saya. Selidiki semua tentangnya, terutama apa yang terjadi pada nya empat tahun lalu. Nanti aku kirim kan biodatanya."

"Baiklah, akan ku kerjakan. Hanya itu saja? Tidak ada yang lain?"

"Hm."

"Ya sudah. Kalau begitu aku tutup dulu. Aku mau menemani istriku, kau sudah mengganggu sesi bercin—"

Tuutt... tuutt!

Panggilan terputus.

Arkan mendengus pelan mendengar ucapan sahabatnya. Dia tahu, pria itu sengaja mengatakan hal tersebut agar dia merasa iri. Mengesalkan, membuat Arkan mematikan panggilan tersebut sepihak tanpa mendengarkan apa kata selanjutnya yang lelaki itu katakan.

1
Paradina
kok belum up kak?
Aquilaliza
Sangat direkomendasi untuk dibaca. Selamat membaca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!