Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.
Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.
Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.
Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?
Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!
Happy Reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden kamar Anya, membangunkan gadis itu dari tidur yang tidak nyenyak. Ia mengerjab, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Kamar mewah ini, dengan perabot antik dan lukisan-lukisan mahal, terasa asing sekaligus menenangkan.
Ia masih terperangkap dalam mimpi buruk yang bernama Revan, dan kini ia berada di tengah-tengah permainan berbahaya yang bahkan tidak ia pahami. Namun, di sini, di mansion Damian, ia merasa ada sedikit ruang untuk bernapas, sedikit kebebasan dari tekanan yang selalu menghantuinya saat berada di dekat Revan.
Anya bangkit dari ranjang, kakinya menyentuh lantai berkarpet lembut. Ia berjalan menuju jendela, membuka gorden lebar-lebar. Pemandangan taman yang luas dan indah terhampar di hadapannya, air mancur menari-nari di bawah sinar matahari pagi.
Pemandangan yang menenangkan, namun tidak mampu menghapus kegelisahan yang mencengkeram hatinya.
Ia menghela napas panjang, lalu berjalan menuju kamar mandi. Anya gegas menyetel air hangat lalu menyiram tubuhnya dengan shower, air hangat itu sedikit meredakan ketegangan otot-ototnya yang terasa kaku.
Setelah selesai mandi, ia memilih pakaian dari lemari yang sudah terisi dengan berbagai macam busana. Entah kapan Damian menyiapkan dan entah untuk siapa? Anya tak tahu, yang ia tahu ia sudah mendapatkan izin dari pemilik mansion jika ia boleh menggunakan segala isi dari mansion ini.
Anya akhirnya mengambil blus satin berwarna krem dan celana panjang bahan yang nyaman. Pakaian yang sederhana, namun terasa pas untuk suasana pagi yang santai di mansion ini.
Saat ia keluar dari kamar, seorang pelayan wanita sudah menunggunya di depan pintu.
"Selamat pagi, Nona Anya," sapanya dengan sopan.
"Tuan Muda Damian sudah menunggu Anda di ruang makan." ujarnya memberi tahu.
Anya mengangguk, mengikuti pelayan itu menuju ruang makan. Ruangan itu lebih mewah dari yang bisa ia bayangkan, dengan meja panjang yang terbuat dari kayu mahoni, kursi-kursi berlapis beludru, dan lampu gantung kristal yang berkilauan.
Kemewahan ini tidak membuatnya terkejut, ia sudah terbiasa dengan gaya hidup mewah yang ditawarkan Revan. Namun, di sini, kemewahan itu terasa berbeda. Tidak ada aura intimidasi atau kekuasaan yang menyertainya.
Damian sudah duduk di ujung meja, menikmati sarapannya dengan tenang.
"Selamat pagi," sapa Damian, tersenyum tipis saat melihat Anya mendekat.
"Silakan duduk."lanjut Damian.
Anya duduk di kursi yang ditawarkan, merasa sedikit lebih nyaman dibandingkan semalam. Para pelayan segera menyajikan sarapan untuknya, berbagai macam hidangan lezat yang bahkan tidak ia kenali kini terhidang di depannya.
"Makanlah," kata Damian, melihat Anya hanya memandangi makanannya. "Kau pasti lapar."
Anya tersenyum kecil lalu mengambil roti panggang dan mengolesinya dengan selai. Ia makan dengan tenang, menikmati suasana pagi yang damai.
Setelah sarapan, Damian mengajak Anya ke ruang kerjanya. Ruangan itu dipenuhi dengan buku-buku dan dokumen-dokumen, memberikan kesan serius dan profesional. Damian duduk di kursinya, lalu menunjuk kursi di depannya.
"Silakan duduk," katanya, dengan nada serius.
Anya duduk di kursi itu, menatap Damian dengan tatapan ingin tahu.
"Ada yang ingin aku jelaskan padamu," ucap Damian, mulai membuka pembicaraan.
"Aku bukan hanya orang asing yang tiba-tiba datang menyelamatkanmu. Aku adalah seorang ..." Ia sengaja mejeda ucapannya sambil menatap sekolah wanita di hadapannya, ia ingin memastikan kesiapan Anya mendengar pengakuannya.
"Aku agen rahasia yang ditugaskan untuk membongkar kejahatan Revan." jujur Damian.
Anya yang sebelumnya bersikap tenang seketika membulatkan matanya dengan sempurna, ia terkejut mendengar pengakuan Damian.
"Agen rahasia?" tanyanya, tidak percaya.
Damian mengangguk dengan senyum tipisnya. "Revan adalah seorang kriminal yang berbahaya. Ia terlibat dalam berbagai macam kegiatan ilegal, termasuk perdagangan narkoba, pencucian uang, dan pemerasan. Aku sudah lama mengawasinya," jelasnya lebih lanjut.
"Lalu, kenapa kau menolongku?" tanya Anya, masih bingung.
"Karena kau ... kau adalah kunci untuk menjatuhkan Revan," jawab Damian, dengan tatapan yang sulit diartikan. Seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Kau adalah istrinya. Kau pasti tahu banyak tentang Suamimu?" tambahnya menyakinkan Anya.
Anya terdiam sejenak, mencerna kata-kata Damian. Ia merasa seperti keluar dari mulut buaya masuk ke kandang singa. Sama-sama membuatnya dalam bahaya.
"Aku ingin kau menjadi saksi di persidangan nanti," lanjut Damian.
"Aku ingin kau menceritakan semua yang kau tahu tentang kejahatan Revan. Jika tidak, ia pasti bisa bebas kapan saja dengan kekuasaan yang ia miliki."
Penjelasan Damian membuat Anya merasa ngeri. Ia tahu Revan adalah orang yang berbahaya, tapi ia tidak menyangka bahwa suaminya itu terlibat dalam kejahatan yang begitu besar.
"Aku tahu ini sulit untukmu," kata Damian, melihat keraguan di wajah Anya.
"Tapi ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan Revan. Ini adalah satu-satunya cara agar kau bisa benar-benar bebas darinya dan membalas dendammu."
Anya terdiam sejenak, berpikir keras. Ia tahu Damian benar. Jika ia tidak melakukan apa-apa, Revan akan terus berkuasa dan menghancurkan hidupnya.
"Baiklah," kata Anya, akhirnya memutuskan.
"Aku akan membantumu."
Damian tersenyum lega mendengar jawaban Anya. "Terima kasih," katanya, dengan tulus.
"Aku tahu kau tidak akan mengecewakanku."
"Tapi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya, merasa tidak berdaya.
"Pertama-tama," jelas Damian tegas.
"Aku akan fokus untuk membuatmu menjadi sosok yang lebih kuat dan tangguh terlebih dahulu. Kau pasti tahukan siapa suamimu, ia mungkin sudah di penjara, tapi ia punya banyak kaki tangan di luar sana. Aku harus memastikan kau bisa melindungi dirimu sendiri terlebih dahulu, baru kita akan merencanakan langkah selanjutnya."
Anya mengerutkan kening. "Maksudmu?" tanyanya, bingung.
"Aku akan melatihmu bela diri," jawab Damian, dengan nada serius.
"Aku juga akan mengajarimu cara menggunakan senjata. Kau harus bisa menjaga dirimu sendiri jika terjadi sesuatu yang buruk."
Anya terkejut mendengar permintaan Damian. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan belajar bela diri atau menggunakan senjata. Tapi ia tahu Damian benar. Ia harus mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan.
"Aku akan membantumu," kata Damian, melihat keraguan di wajah wanita cantik di hadapannya sekarang.
"Aku akan melatihmu secara pribadi. Aku akan memastikan kau bisa menjadi sosok yang kuat dan mandiri."
Anya mengangguk paham, merasa sedikit lebih percaya diri. Ia tahu Damian adalah orang yang berpengalaman dan bisa dipercaya dalam hal ini. Ia akan mengikuti semua instruksinya.
"Kita akan mulai besok pagi," kata Damian. "Aku akan mengajarimu dasar-dasar bela diri dan cara menggunakan senjata api. Jadi persiapkan diri mulai besok," tegas Damian.
Anya mengangguk lagi, merasa siap untuk menghadapi tantangan apa pun. Ia tahu ini adalah awal dari perjalanan yang panjang dan berat, tapi ia tidak akan menyerah. Ia akan melakukan apa pun untuk melindungi dirinya sendiri dan menjatuhkan Revan dengan bantuan Damian.
"Aku rasa untuk hari ini, sudah cukup dulu pembicaraan kita," ujar Damian melirik jam tangan mewah yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya sekilas.
"Istirahatlah dan jika bosan, kau bisa ke taman belakang mansion, di sana ada kebun buah-buahan," ujar Damian memberitahu.
"Aku harus segera pergi ke kantor," lanjutnya sambil berdiri dari kursinya.
Anya tersenyum manis matanya berbinar cerah saat mendengar jika di taman belakang ada Kebun buah-buahan.
"Benarkah, apa aku boleh memetiknya?" tanya Anya antusias.
Damian mengangguk pelan lalu menyunggingkan senyum tipis melihat tingkah Anya yang begitu senang saat mendengar ada kebun buah, dan itu menarik perhatian Damian pada sosok Anya yang begitu cepat merubah moodnya.
# Bersambung ....