Fake Marriage

Maura manarik kuat tangannya dan memberikan tamparan keras diwajah Alex. Sudah sejak malam itu dia menahan, membiarkan Alex meskipun pria itu telah melukai hati dan perasaannya. Namun malam ini Maura merasa sudah tidak tahan lagi saat melihat sikap pria itu yang seolah-olah sangat mencintai dirinya.

"Aku memang pernah menjadi perempuan bodoh karena sangat mencintai dan terlalu percaya dengan ucapanmu. Bahkan aku mempercayakan sahabat baikku sendiri untuk bekerja denganmu." kata Maura dengan air mata tertahan. "Tapi apa yang sudah kalian berdua lakukan? Kalian mengkhianatiku dengan menjalin hubungan dibelakangku."

"Maura, apa yang kamu lihat malam itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Ini hanya salah paham saja, sayang." Alex berusaha menjelaskan meskipun dia harus berbohong demi mendapatkan hati Maura kembali. "Aku tidak bisa kehilangan kamu, Maura. Aku mencintai kamu dan hanya ingin menikah denganmu."

Elvano melingkarkan tangannya di punggung Maura, merapatkan tubuhnya pada gadis itu. "Sebaiknya Anda simpan saja kata-kata cinta Anda itu, Tuan Alex. Orang seperti Anda tidak akan paham apa itu cinta yang sebenarnya."

"Kak, aku ingin pulang," Maura berkata lirih dalam dekapan Elvano, mulai merasa tidak nyaman dengan situasi sekarang.

Elvano mengangguk, lalu mengedarkan pandangannya pada orang tua Maura. "Ma, Pa, kami pamit pulang duluan, sepertinya Maura tidak enak badan."

"Ah, iya El. Kamu jaga Maura ya? Masalah ini biar kami yang tangani." jawab Heru dengan wajah cemas melihat kondisi putrinya yang seperti tertekan.

Kembali keduanya masuk ke dalam mobil, asisten Ryan menahan dada Alex saat pria itu hendak mencegah. Tidak ada pemberontakan, Alex hanya diam dan menatap Maura yang kini sudah masuk ke dalam mobil. Tatapannya pilu, rasa sedih menyelusup ke dalam hatinya saat melihat sikap dingin Maura padanya dan bagaimana cara Elvano melindungi Maura.

Tatapan mereka yang ada disana mengiringi kepergian mobil milik Elvano. Sofia mengajak Heru dan keluarganya untuk membahas masalah ini lebih lanjut didalam rumahnya. Dan dalam kesempatan itu Rio memberikan bukti perselingkuhan Alex dan Rina yang membuat Jordan dan Sofia tercengang kaget.

"Sekarang Om dan Tante lihat sendiri kan? Siapa yang sudah mengkhianati siapa dalam hal ini." Rio menatap sinis Alex yang diam tertunduk.

Jordan menghela napas panjang, mencoba menetralisir kemarahannya. Dia tidak ingin menunjukkan kemarahan itu didepan Heru dan keluarganya.

"Jordan, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Putramu menjalin hubungan dengan Rina, dan sekarang Maura juga sudah menikah." ucap Heru pasrah. "Tapi kita tetap menjalin hubungan baik, mungkin memang anak-anak kita tidak berjodoh."

"Jadi... Maura benar sudah menikah?" tanya Sofia tak percaya, selama ini dia sudah menganggap Maura seperti putrinya sendiri dan sangat berharap jika gadis itu yang akan menjadi menantunya.

Heru mengangguk, "Semua terjadi begitu cepat, kami juga kaget, tapi itulah faktanya."

"Tidak mungkin!" Alex menggeleng cepat. "Maura tidak mungkin menikah secepat itu, ini pasti hanya akal-akalan Maura saja, Om, Tante."

"Diam kamu, Alex!" bentak Jordan.

Alex tak menghiraukan perkataan papanya, dia kembali berdiri dengan tegak. "Tidak, Pa. Maura hanya milikku dan dia hanya mencintaiku. Aku akan buktikan pada kalian semua kalau pernikahan Maura hanya sandiwara karena dia sedang kecewa padaku!" ucapnya bersungut-sungut kemudian berlalu pergi keluar rumah.

Rio merasa muak melihat sikap Alex, dia hendak menyusul bangun namun tangan mamanya menahannya. Wanita itu menggeleng pelan seolah meminta putranya untuk tidak terpancing emosi dan membuat kekacauan di rumah orang.

Suara mobil Alex terdengar meninggalkan halaman rumah tersebut, menimbulkan kesunyian kembali diluar dan didalam rumah. Jordan dan istrinya tidak bisa menuntut apapun lagi karena putra mereka memang bersalah dalam hal ini.

"Heru, atas nama putraku aku benar-benar meminta maaf." ucap Jordan dengan wajah tertunduk.

"Sudahlah Jordan, kita tidak usah memperpanjang masalah ini lagi." sahut Heru. "Kalau begitu kami permisi pulang dulu, aku harap kita tetap bisa bersilaturahmi meskipun gagal menjadi besan."

Jordan mengangguk, mereka saling berdiri dan saling memeluk. Jordan dan Sofia mengantarkan mereka sampai ke teras rumah, saat mobil yang dinaiki Heru dan keluarganya pergi melewati gerbang rumah mereka, kekecewaan kembali terlihat diwajah sepasang suami istri itu.

...________...

Air mata Maura tak henti-hentinya menetes selama didalam mobil, padahal dia sudah menyekanya berkali-kali.

"Kenapa mobilmu kotor sekali dan banyak debunya, mataku jadi kelilipan terus," Maura memprotes sembari menyeka air matanya kembali.

Elvano yang masih duduk dengan tenang menoleh ke arah Maura. "Jangan salahkan mobilku, tapi matamu saja yang bermasalah."

"Ck," Maura berdecak sebal mendengar jawaban Elvano yang membuatnya semakin kesal. "Pantas saja tidak ada wanita yang mau dekat denganmu, sikapmu saja kaku dan dingin seperti ini."

Maura menepuk-nepuk punggung jok yang sedang diduduki oleh asisten Ryan. "Kak Ryan, tolong berhentikan mobilnya sebentar." pinta Maura dengan lembut.

"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Elvano saat mobil yang mereka naiki berhenti di flyover.

"Aku mau cari angin segar dan berteriak sebentar." jawab Maura yang kemudian membuka pintu mobil dan bergegas turun.

Elvano membiarkan dan hanya memperhatikan Maura yang kini sedang berdiri di sisi jalan dari dalam mobil. Gadis itu terdiam untuk beberapa saat dengan tatapan lurus kedepan. Lalu terdengar suara keras Maura yang berteriak memaki-maki Alex.

Elvano tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ada-ada saja." ucapnya lirih.

Asisten Ryan ikut tersenyum melihat apa yang sedang dilakukan oleh Maura. Gadis itu punya cara sendiri untuk mengeluarkan unek-uneknya.

"Dasar pria brengsek!"

"Kamu tidak pantas bahagia dengan Rina!"

"Lihat saja aku pasti bisa bahagia tanpa kamu!"

Maura terus berteriak meluapkan apa yang sedang hatinya rasakan saat ini. Kekecewaan, rasa sakit hati, semua dia luapkan dalam bentuk teriakan yang sangat keras. Lalu tersenyum puas setelah hatinya merasa sedikit lebih lega.

Kulit tangannya yang terkena sapaan angin malam tiba-tiba terasa sedikit menghangat saat seseorang menyampirkan jas dibahunya untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan dress pendek. Kepalanya menoleh dan melihat Elvano sudah berdiri di sampingnya dengan wajah datar seperti biasa.

"Apa aku tidak pantas?" tanya Maura yang kini sudah berdiri dengan menghadap Elvano.

"Kamu pantas." jawab Elvano cepat sembari tangannya sibuk merapatkan jas yang dikenakan Maura. "Kamu pantas untuk bahagia."

Maura tersenyum melihat bagaimana perlakuan Elvano terhadapnya. Ternyata dibalik sikap dinginnya, Elvano adalah pria yang penuh perhatian dan tahu bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan lembut.

Sebuah mobil melaju kencang dari kejauhan. Ketika tatapan Elvano bertemu dengan tatapan si pengemudi mobil tersebut, Elvano segera menarik tubuh Maura mendekat dan memeluknya dengan erat.

"Jangan banyak protes, mantanmu sedang melihat kesini," bisik Elvano ditelinga Maura.

...

...

...

Bersambung...