Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Pagi Yur," sapa Aldin yang sudah tiba lebih dulu di sekolah.
"Pagi..." balas Yura dengan senyum. "Hari ini lo ngajar?"
"Enggak, tapi gue ada rapat sama guru olahraga, bahas soal UAS," jawab Aldin sambil menyesap kopi dari gelas plastik di tangannya.
"Wah, bentar lagi UAS ya... Itu artinya bentar lagi kita selesai PKL," ucap Yura sambil bersandar di kursi.
"Bener banget," kata Aldin sambil mengangguk pelan. Nada suaranya terdengar setengah senang, setengah sedih.
Obrolan mereka terpotong saat Febi datang dengan wajah cerah, membawa tas selempang dan map.
"Ngobrolin apa tuh? Serius amat," tanya Febi, meletakkan tasnya dan ikut duduk bersama mereka.
"Kita lagi bahas soal UAS. Tanda-tanda PKL mau selesai," jawab Aldin.
"Ah iya, bener juga..." gumam Febi, wajahnya mendadak murung. "Bakalan pisah sama anak-anak lucu itu..."
Aldin memelototkan mata, heran. "Lucu?! Feb, yang kita ajar itu anak SMA, bukan anak TK."
Febi langsung nyengir malu. "Iya juga sih... Kadang kelakuannya gak lucu-lucu amat."
Ketiganya tertawa kecil.
"Gue ke ruang guru dulu," pamit Aldin sambil bangkit dari duduknya.
"Ngapain?" tanya Febi.
"Rapat soal UAS, kan kemarin guru-guru udah kasih pengumuman buat kita diskusi sama guru mapel masing-masing."
"Oh iya ya, gue lupa," sahut Febi sambil mengangguk pelan.
Tak lama kemudian, Hana muncul dengan langkah tergesa, masih mengenakan tas dan membawa beberapa buku. Ia hanya sempat melambaikan tangan singkat sebelum langsung masuk ke kelas karena jadwal mengajarnya di jam pertama.
Sementara itu, Yura, Febi, dan Rizki masih duduk santai di ruang PKL sambil mengobrol ringan, menikmati sisa waktu mereka di sekolah sebelum semua benar-benar berakhir.
...****************...
Saat jam istirahat, mereka berlima berkumpul di ruang PKL sambil menikmati camilan dan mengobrol tentang penilaian akhir PKL yang semakin dekat.
"Nanti penilaiannya kita ngajar biasa aja kali ya, sesuai materi," kata Rizki santai, menyender ke sandaran kursi.
"Gue juga gitu aja. Masa iya anak-anak gue suruh fashion show segala?" celetuk Yura sambil tertawa kecil.
"Ya iyalah, yang alami aja. Tapi katanya, anak PKL di sekolah sebelah bakal bikin demo ngajar, semacam praktek terbuka gitu," tambah Hana, sedikit membesarkan nada suaranya.
"Biarkanlah... yang penting kita gak ribet," sahut Febi sambil membuka bungkus roti.
"Eh, ngomong-ngomong kalian udah bikin lembar daftar seleksi judul belum?" tanya Aldin tiba-tiba, matanya menatap ponsel tapi telinganya jelas mendengar obrolan mereka.
"Gue udah dong," jawab Yura dengan nada bangga.
"Gue belum. Ada blangkonya gak?" tanya Hana sambil menoleh ke arah Aldin.
"Gue sih tinggal ngerapiin aja," sahut Rizki.
"Kirim blangkonya di grup ya, please..." pinta Febi sambil melihat ke arah Aldin dengan ekspresi memohon.
"Yur, lo aja yang kirim ya," timpal Aldin sambil nyengir.
"Oke, oke," kata Yura, langsung membuka file-nya dan mengirim ke grup WhatsApp mereka. "Itu ya, udah lengkap. Coba dicek, itu dari fakultas."
"Thank you Yur," ucap Hana.
"Thanks..." sahut yang lainnya nyaris bersamaan.
Beberapa saat kemudian ruangan itu jadi hening. Semuanya sibuk menatap layar ponsel masing-masing, tenggelam dalam dunia mereka sendiri. Namun keheningan itu tiba-tiba buyar saat terdengar suara gaduh dari luar ruangan.
Mereka berlima spontan berdiri dan bergegas keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata, dua siswa laki-laki sedang bertengkar hebat di halaman sekolah. Tanpa pikir panjang, Aldin dan Rizki langsung turun tangan mencoba melerai. Guru piket dan beberapa siswa lain juga mulai berdatangan.
"Yang lain, masuk dulu ke kelas!" teriak salah satu guru, mencoba menenangkan suasana.
Setelah pertikaian itu berhasil diredakan, kedua siswa dipisahkan ke ruangan berbeda untuk ditenangkan. Tak lama kemudian, seorang guru memanggil mereka kembali untuk dimediasi dan didamaikan.
"Ada-ada aja anak zaman sekarang," gumam Febi pelan, menggelengkan kepala.
"Taruhan yok, kira-kira masalahnya apa, sampai mereka berani adu jotos di sekolah?" celetuk Rizki tiba-tiba, membuat semua menoleh padanya.
"Iiiih, mana boleh gitu! Sesat lo," tegur Hana, matanya membulat.
"100 ribu!" tambah Rizki cepat.
"Oke, gue ikut!" sahut Hana antusias sambil mengangkat tangan.
"Ya Allah, tobat lo pada. Mau jadi guru tapi kelakuan masih kayak anak-anak," gerutu Febi sambil memukul ringan bahu mereka berdua.
"Mampus lo..." celetuk Yura sambil cekikikan.
"Untung gue belum ikutan," bisik Aldin ke Yura, dan mereka berdua langsung tertawa kecil, mencoba menahan suara.
Mereka pun kembali ke aktivitas masing-masing sampai jam pelajaran terakhir berakhir.
"Besok kalian gak ngajar, kan?" tanya Yura, sambil menoleh ke teman-temannya.
"Nggak..." jawab mereka berempat hampir serempak.
"Kenapa?" tanya Febi penasaran, menatap Yura tajam-tajam seolah menyelidik maksudnya.
"Kita izin ke kampus yuk, buat daftar seleksi judul," usul Yura santai.
"Hmm... bukannya itu harus konsultasi dulu ke dosen penasehat Yur?" tanya Aldin sambil mengerutkan dahi.
"Ohiya? Emang harus ya?" Yura terlihat bingung.
"Lah, lo gak tahu?" Aldin terlihat heran.
"Kagak, kirain tinggal daftar aja," jawab Yura polos.
"Itu formulirnya ada tanda tangan dosen Yur," celetuk Hana sambil tertawa kecil.
"Iya bener, ada tuh di bagian bawah," Rizki menambahkan, mengangguk-angguk setuju.
"Eh iya ya, coba gue cek deh," Yura buru-buru membuka ponselnya, mencari file formulir yang sudah ia siapkan. Setelah beberapa detik menggulir layar, ia berseru pelan, "Lah iya yah... hampir aja gue salah."
"Ya udah, besok kita konsultasi dulu aja ke dosen masing-masing," saran Febi.
"Setuju!" ucap mereka hampir bersamaan.
"Ayo deh kita izin ke guru sekarang, mumpung guru-guru kayaknya masih ada di ruang guru," ucap Rizki sambil mengintip ke luar ruangan.
"Lo aja yang wakilkan Ki. Lo kan santai, kita masih periksa buku tugas," ujar Aldin sambil melirik tumpukan buku di depannya.
Tanpa banyak bicara, Rizki langsung beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ruang guru.
Setibanya di sana, ia menghampiri Bu Tina, guru yang membimbing mereka selama PKL.
"Bu..." panggil Rizki dengan sopan.
"Oh, Rizki. Ada apa?" tanya Bu Tina, yang saat itu sedang merapikan berkas di mejanya.
"Besok kami berlima rencana mau izin Bu. Mau ke kampus, daftar seleksi judul," ucap Rizki dengan tenang.
"Besok kalian gak ada jadwal ngajar ya?" tanya Bu Tina sambil menatap Rizki memastikan.
"Enggak Bu. Besok kami semua kosong."
"Oke, boleh. Tapi jangan lupa kasih tahu juga guru mapel, siapa tahu mereka nyariin kalian," pesan Bu Tina.
"Siap Bu."
"Udah itu aja?" tanya Bu Tina, melihat Rizki belum juga pergi.
"Oh iya, cukup Bu. Terima kasih ya Bu."
"Iya, sama-sama. Teman-temanmu udah pada pulang?"
"Belum Bu. Masih periksa buku tugas."
"Ya sudah."
"Siap, mari Bu." Rizki pun berpamitan dan langsung kembali ke ruangan untuk memberitahu teman-temannya bahwa izin mereka sudah dikabulkan.