NovelToon NovelToon
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Pengantin Pengganti / Percintaan Konglomerat / Pengantin Pengganti Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.

Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.

Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?

.

Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

follow ig: @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Begitu Helena melangkah masuk, Gaby masih menggandeng tangannya dengan hangat, sementara Lucian mengikuti dari belakang, langkahnya mantap. Suasana pesta sudah ramai: gelas kristal beradu, tawa basa-basi para tamu, dan aroma makanan mewah memenuhi ruangan besar itu.

Helena terhenti sejenak ketika matanya menangkap sosok yang membuat perutnya bergejolak: ayah dan ibunya. Keduanya berdiri agak kaku di dekat meja hidangan, pakaian mereka rapi, senyum tipis terpahat di wajah seolah sedang mengenakan topeng.

“Helena…” ucap ibunya dengan suara hangat yang terdengar begitu asing. Ia meraih tangan Helena, mengecup pipinya pelan, senyum itu tampak manis di mata para tamu namun Helena tahu betul, di balik senyum itu ada penilaian tajam yang menusuk.

Ayahnya ikut menjabat tangannya, menepuk pelan bahunya. “Kau terlihat… baik,” katanya singkat, dengan nada datar yang disamarkan menjadi ramah. Di hadapan orang lain, ia berperan sebagai ayah penuh kebanggaan, padahal Helena merasakan dinginnya genggaman itu, seperti mengingatkannya bahwa kasih sayang mereka hanyalah sandiwara.

“Senang kalian datang,” ucap Gaby tulus, tidak menyadari ketegangan halus yang berdenyut di antara Helena dan kedua orang tuanya. “Helena wanita yang menawan. Pasti kalian bangga padanya.”

Senyum ibunya melebar, terlalu lebar untuk disebut alami. “Tentu saja… Helena selalu membuat kami bangga.” Kata-kata itu manis, tapi di telinga Helena terdengar seperti belati berlapis gula.

Helena menunduk sedikit, pura-pura tersenyum balik. Ia tahu semua tatapan hangat itu hanyalah façade, sandiwara keluarga yang rapi demi menjaga gengsi di tengah pesta mewah keluarga Kaelith.

Padahal selama ini hanya Amara yang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya. Helena? Ia hanya anak biasa yang dianggap tidak cukup mampu untuk membuat orang yang tuanya tersenyum lebar.

Di sudut ruangan, Sabrina memperhatikan dengan mata tajam, senyum tipisnya mengembang seakan ia tahu betul betapa rapuhnya fondasi yang berusaha dipertahankan Helena malam itu.

Setelah menyambut Helena dan orang tuanya, Gaby pamit sebentar untuk menyambut tamu lain. Lucian juga segera ditarik oleh beberapa rekan bisnis ayahnya ke sudut ruangan, meninggalkan Helena berdiri berhadapan dengan kedua orang tuanya. Musik klasik mengalun pelan, tapi yang terdengar di telinga Helena hanyalah suara jantungnya sendiri.

Ibunya masih mempertahankan senyum hangat yang terlalu manis untuk menjadi nyata. “Kau tampak… cukup terurus sekarang,” katanya pelan, namun nada suaranya menyimpan sindiran halus. “Aku sempat khawatir kau akan kembali dengan penampilan berantakan seperti biasanya.”

Ayahnya menambahkan, suaranya datar tapi jelas menusuk, “Kau beruntung bisa bersama Lucian. Tidak semua orang bisa bertemu keluarga seperti ini. Jangan sampai kau mempermalukan dirimu sendiri… atau kami.”

"Ya Papa. Aku pasti akan menjaga nama baik keluarga kita." Helena tersenyum tipis, mencoba menahan gelombang panas di dadanya. Ia tahu mereka sedang menjaga citra, tapi nada di balik kata-kata mereka tetap sama seperti dulu: dingin, penuh penilaian.

“Aku senang kalian bisa datang,” ucap Helena melanjutkan, cukup untuk membuat ibunya terkekeh kecil.

“Tentu saja kami datang,” balas sang ibu dengan nada lembut yang menipu, “undangan dari besan kami… mana mungkin kami absen?”

Helena menelan ludah. Ia ingin menjawab, ingin mengatakan bahwa ia tahu semua sikap manis ini hanyalah topeng. Namun di tengah ruangan penuh tamu elegan, ia hanya bisa berdiri, memainkan jemari di sisi gaunnya, tersenyum palsu seperti mereka.

Di kejauhan, ia sempat melirik Lucian. Sosok itu berdiri tegak, mengobrol dengan tenang bersama beberapa pria berjas mahal. Wajahnya serius, suaranya rendah, dan tak sekali pun menoleh padanya.

Helena merasa benar-benar sendirian di tengah keramaian itu.

Ayah Helena tiba-tiba menepuk bahu putrinya sekilas, lalu berpaling pada ayah Lucian yang baru saja lewat. Dengan alasan basa-basi bisnis dan urusan keluarga, keduanya segera berjalan menjauh, meninggalkan Helena bersama ibunya.

Kini hanya mereka berdua. Senyum ibunya tetap terjaga, tapi mata itu penuh pengamatan tajam. Dari dekat, senyum itu bukan lagi hangat melainkan seperti topeng rapuh yang digunakan agar tak ada yang membaca isi sebenarnya.

“Helena,” suara ibunya pelan dan tegas, “aku harap kau bisa bersikap baik malam ini. Jangan pasang wajah murung seperti biasanya kalau kita menghadiri pesta keluarga.”

Helena terdiam. Ia menundukkan kepala, berpura-pura menyesap anggur di gelasnya meski bibirnya hanya menyentuh tepian.

Ibunya melanjutkan, nadanya manis tapi setiap kata terasa seperti cambuk, “Kau harus tahu di mana kau berdiri. Keluarga Lucian… keluarga ini… tidak sama dengan kita. Orang-orang di sini melihat setiap detail, setiap senyum, setiap bahasa tubuh. Kau tak boleh menunjukkan kelemahan.”

Helena tersenyum tipis, pura-pura menanggapi dengan anggukan. Namun, di dalam dirinya, kata-kata itu menusuk. Seakan-akan ia hanyalah sebuah cermin untuk memantulkan citra yang diinginkan ibunya, bukan seorang anak yang bisa diterima apa adanya.

“Jangan kecewakan kami,” ucap ibunya lagi, kali ini lebih lirih, hampir seperti bisikan. “Anggap malam ini… sebagai kesempatanmu menunjukkan kalau kau pantas berada di sisi Lucian.”

Maksud ibunya jelas, Helena disini hanya menggantikan peran anak sempurnanya dan tentu saja Helena berkewajiban untuk memenuhi ekspektasi itu.

Helena menelan ludah. Pandangannya sekilas mencari Lucian di kerumunan. Pria itu masih sibuk berbincang dengan rekan-rekan ayahnya, wajahnya tak berubah, dingin dan terkendali.

Dan di sisi lain ruangan, Helena menangkap tatapan Sabrina yang memperhatikannya. Senyum tipis itu kembali, seperti sedang menunggu momen tepat untuk mendekat.

Helena baru saja hendak menarik napas panjang ketika langkah ringan terdengar mendekat. Sabrina muncul di samping mereka dengan gaun anggun berwarna merah tua, rambut hitamnya ditata rapi, bibirnya melengkung dalam senyum tipis yang sulit ditebak.

“Oh, Helena…,” suara Sabrina lembut, tapi nadanya seperti menuntun semua mata di sekitar untuk memperhatikan, “aku senang sekali akhirnya kita bisa bertemu di rumah ini. Aku sudah lama menunggu kesempatan untuk berbincang langsung denganmu.”

Ibunya Helena menoleh sekilas, lalu memasang kembali senyum basa-basi. “Sabrina, sayang, terima kasih sudah menyambut Helena dengan baik. Aku yakin kalian akan cocok.”

“Ya, tentu saja,” sahut Sabrina cepat, matanya menatap Helena dengan intensitas yang membuatnya sulit berpaling. “Kenapa tidak… Helena, ayo ikut aku."

Senyum Sabrina terlihat manis di mata para tamu yang memperhatikan, tapi bagi Helena, senyum itu justru seperti tarikan halus yang membebaskannya dari cengkeraman tak kasat mata ibunya.

Sebelum ibunya sempat memberi jawaban, Helena sudah mengangguk. “Tentu,” katanya singkat, lalu menaruh gelas anggur di meja kecil di samping.

“Bagus sekali,” ucap Sabrina, lalu dengan penuh percaya diri menggandeng lengan Helena. Sentuhan ringan itu saja sudah cukup membuat ibunya terpaksa mundur, meski senyum di wajahnya tetap terjaga.

Helena bisa merasakan sorotan mata ibunya di punggungnya saat ia berjalan bersama Sabrina menjauh dari kerumunan utama. Ada rasa lega, tapi juga kegugupan lain yang muncul karena bersama Sabrina, ia tak yakin apakah ia benar-benar diselamatkan… atau justru sedang dibawa masuk ke permainan yang lebih rumit.

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

1
kalea rizuky
skip males cwk nya oon
kalea rizuky
males bgt muter aja ne cerita
kalea rizuky
Helena ngapain ngemis ngemis pergi jauh aja bodohh bgt benci MC lemah
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
nonoyy
siapa yaa laki2 itu? smg sgr terungkap yaa misteri soal amara
nonoyy
kamu tau harapan mu ttg lucian sangat menyakitkan, tapi kenapa kamu masi saja berharap lucian akan menoleh ke kamu helena, berhentilah karena itu semua menurut mu tidak mungkin..
nonoyy
masih misteri dan teka teki.. dibuat gemusshh dgn ceritanya
Nda
luar biasa
Lunaire astrum
lanjut kak
Nyx
Jangan-jangan hilangnya Amara ada hubungannya dengan Rafael😌
olyv
nexttt thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!