Pernikahan yang batal membuat Namira harus menikah dengan sepupunya. Untuk menjaga nama baik keluarganya dan juga pesantren Namira tidak punya pilihan lain.
Bian, yang merupakan sepupu Namira dan juga teman masa kecilnya harus mengikuti kemauan ibunya yang memang sangat menginginkan Namira sebagai calon menantunya sejak dulu.
Karena sudah lama tidak bertemu membuat pertemuan mereka sedikit canggung dan apalagi dihadapkan pada pernikahan. Tetapi bagaimanapun keduanya pernah menghabiskan waktu di masa kecil.
Namira dan Bian sama-sama memiliki pasangan di masa lalu. Bian memiliki kekasih yang tidak direstui oleh ibunya dan sementara Namira yang memiliki calon suami dan seharusnya menikah tetapi digantikan oleh Bian. Karena perzinaan yang dilakukan calon suaminya menjelang 1 hari pernikahannya.
Bagaimana Namira menjalani pernikahannya bersama Bian yang tidak dia cintai dan sebaliknya dengan Bian.
Jangan lupa untuk membaca dari bab 1 sampai bab akhir dan jangan suka menabung Bab....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Sedikit Aneh
Akhirnya Namira dan Bian sampai juga ke rumah.
"Bagaimana jalan-jalan kalian berdua?" tanya Farah.
"Biasa saja," jawab Bian.
"Ini makanan yang Mama inginkan," ucap Bian yang memberikan paperbag berwarna coklat tersebut kepada Farah.
"Terima kasih Bian. Mama sangat merindukan sekali makanan di tempat itu," ucap Farah yang membuat Bian menganggukkan kepala dan Farah melihat ke arah menantunya itu.
Wajah Namira yang ternyata mendadak bengong yang tiba-tiba saja bengong.
"Namira!" tegur Farah yang membuat Namira tersadar dari lamunannya.
"Hah! Iya kenapa?" tanyanya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Farah.
"Iya Tante. Namira baik-baik saja. Namira hanya sedikit lelah," jawabnya.
"Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu langsung istirahat saja," ucap Farah yang membuat Namira menganggukkan kepala dan terlebih dahulu menaiki anak tangga menuju kamar.
"Kamu memperlakukan Namira dengan baik?" tanya Farah.
"Aku selalu memperlakukannya dengan baik dan mungkin saja energinya sudah habis," jawab Bian.
"Ya sudah kamu juga sebaiknya ke kamar," ucap Farah yang membuat Bian menganggukkan kepala yang menaiki anak tangga.
Namira duduk di pinggir ranjang yang kembali murung.
"Baiklah! Kalau begitu buktikan kepada Namira bahwa apa yang terjadi di antara Mas dan dia tidak ada apa-apa dan hanya sebuah coba akan saja. Buktikan jika kalian berdua tidak melakukan zina," ucap Namira yang teringat dengan apa yang dia katakan yang ternyata memberi kesempatan kepada Ferdi.
"Huhhhhhh!" Namira menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan.
"Ya Allah apa aku salah telah memberi kesempatan itu dan bukankah setiap manusia memiliki kesempatan untuk membenarkan bahwa dia tidak bersalah!" ucap Namira yang sangat bingung dengan pilihannya sendiri.
****
Malam hari Namira dan Bian yang sama-sama berada di atas ranjang. Namira tampaknya tidak bisa tidur yang sejak tadi gelisah dan sementara Bian memang belum tidur yang masih berada di kepala ranjang terlihat memeriksa beberapa pekerjaan.
"Huhhhh, bagaimana jika sebenarnya Mas Ferdi memang tidak bersalah ada yang sementara aku mengambil keputusan yang sangat cepat membatalkan pernikahan itu," batin Namira yang sekarang kebingungan sendiri dengan keputusannya apakah keputusan yang diambil sudah tepat atau justru salah.
Bian menoleh ke arah Namira yang seperti biasa pasti membelakanginya. Bian tersenyum melihat Namira dan sepertinya suasana hatinya sangat baik hari ini yang membuatnya terus saja mengeluarkan senyum yang sangat tulus.
"Namira kamu belum tidur?" tanya Ferdy.
"Oh, itu ..." Namira meluruskan posisi tidurnya.
"Kakak terganggu ya?" tanyanya.
"Tidak juga. Aku pikir kamu adalah seharian dan cepat istirahat dan ternyata kamu malah tidak bisa tidur. Kamu terlihat gelisah, ada apa?" tanya Bian.
"Tidak apa-apa. Memang hanya belum bisa tidur saja," jawab Namira.
"Begitu," sahut Bian.
"Hmmmm, kak Bian ada yang ingin Namira tanyakan kepada Kakak?" tanya Namira yang membuat Bian menoleh melihat serius karena istrinya itu juga mendadak serius.
"Katakanlah?" tanya Damian.
"Hmmmm, apa salah ketika kita memberi orang kesempatan untuk membenarkan sesuatu yang kebenarannya belum jelas?" tanya Namira.
"Kenapa harus salah. Terkadang kita manusia kurang mempercayai seseorang dan ketika dia melakukan kesalahan tanpa menunggu penjelasan atau pembenaran darinya kita langsung menjudge hal itu menjadi kebenaran. Jadi memang sebaiknya kita sebagai manusia jangan langsung menyalahkan seseorang ketika belum membuktikan apapun itu," jawab Bian.
"Benar, Namira yang telah mengambil keputusan terlalu cepat, sehingga tidak memberi kesempatan untuk penjelasan," ucapnya.
"Berkaitan dengan kamu?" tanya Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Kak, tadi sebenarnya Namira bertemu dengan Mas Ferdi," ucap Namira yang membuat Bian cukup kaget mendengar kejujuran istrinya itu.
"Namira memberi kesempatan kepada Mas Ferdi untuk membuktikan apakah beliau bersalah atau tidak," ucap Namira.
"Untuk apa kamu melakukan hal itu?" tanya Bian.
"Bukankah Kakak mengatakan barusan jika tidak salah memberi kesempatan kepada manusia yang kesalahannya belum tentu salah dan dia punya waktu untuk membela diri?" tanya Namira.
"Tetapi perbedaannya kamu sudah menikah dan apa yang kamu inginkan setelah kamu mengetahui dia benar atau salah?" tanya Bian dengan suara dingin dan tatapan matanya juga terlihat begitu sangat dingin.
"Hanya ingin tahu saja dan paling tidak tidak merasa bersalah karena sudah menuduh seseorang," jawab Namira.
"Hanya karena itu?" tanya Bian yang membuat Ferdi mengganggukan kepala.
"Begitu!" sahut Bian yang tidak mengatakan apa-apa lagi, dia bahkan seketika menghentikan pekerjaannya yang meletakkan tablet itu di atas meja dan langsung membaringkan tubuh dengan miring yang membelakangi Namira.
Namira terlihat begitu bingung dengan reaksi suaminya yang sangat dingin.
"Namira aku pikir melihat bahwa kamu selama beberapa hari pernikahan kita sudah membuktikan bahwa kamu melupakan semua tentang mantan calon suami kamu dan ternyata aku salah, aku tidak bisa menyalahkanmu dalam hal itu karena aku saja sangat sulit melupakan seseorang walau sudah lama berpisah, tapi kenapa rasanya aku tidak suka melihat kamu dan mendengarkan kamu ketika membicarakan dia," batin Bian yang perlahan memejamkan matanya.
***
Namira bersama suami dan kedua orang tua suaminya itu sedang sarapan bersama seperti biasa di pagi hari.
Namira sarapan menggunakan setangkap roti yang diberi selai Nutella.
"Namira bukankah setahu Mama kamu ini sangat pintar sekali memasak?" tanya Farah.
"Tidak pintar, hanya saja Namira bisa memasak. Memang mau dimasakkan oleh Namira?" tanya Namira.
"Jika menanti yang cantik ini tidak keberatan dan memang sangat menyenangkan sekali sesekali bisa dimasakan oleh kamu," jawab Farah.
"Kalau begitu Papa juga ingin di masakan oleh kamu," sahut Andika.
"Nanti siang Namira akan membuat makan siang," ucap Namira.
"Wau Mama sudah tidak sabar ingin menikmati makan siang itu," sahut Farah.
"Hmmmm, kak Bian mau juga makan siang dari Namira?" tanya Namira.
Mood Bian sepertinya belum kembali memperlihatkan wajah dingin dan sementara Farah dengan suaminya saling melihat yang sama-sama tersenyum melihat usaha menantu mereka yang ingin membangun rumah tangga yang harmonis.
"Namira masih ingat apa makanan kesukaan dari Kak Bian," ucap Namira.
"Buatlah," sahut Bian yang membuat Namira tersenyum dan begitu juga dengan Farah dan Andika.
Namira yang memang anaknya sangat santai ternyata mampu menaklukkan hati dingin Bian yang sejak kecil emang tidak bisa menolak permintaan Namira.
"Tapi Namira harus merepotkan Mama untuk membawa Namira ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan," ucap Namira.
"Baiklah! Tidak masalah sama sekali," sahut Farah yang membuat Namira menganggukkan kepala.
*****
Namira sudah berada di dapur yang membuatkan makan siang untuk suaminya dan tadi Bian mengatakan bahwa dia akan menyuruh supir untuk menjemput makan siang itu yang mengantarkan ke kantor.
Farah juga berada di dapur yang tidak mengerjakan apapun karena Namira tidak ingin merepotkan Farah. Jadi Farah hanya menjadi penonton saja yang melihat bagaimana lincahnya menantunya itu menyiapkan makanan, dari memotong bahan makanan sampai melakukan hal-hal kecil dan hal besar.
Farah merasa sangat beruntung dengan keberadaan Namira di rumahnya yang membuatnya memiliki teman dan sering mengobrol.
"Namira bagaimana perasaan kamu setelah menikah dengan Bian?" tanya Farah.
"Namira tidak bisa menjelaskan perasaan itu. Namira merasa tidak ada bedanya dengan hari-hari biasa, Namira merasa seperti liburan di rumah Mama, bersama Papa dan Kak Bian," jawabnya jujur apa adanya yang memang tidak berlebihan karena memang itu yang dirasakan.
Mungkin karena saudara jadi Namira tidak merasa takut, canggung dan justru merasa dilindungi.
Bersambung.....
duhh zahra jgn sampe gagal ya petnikahanmu ilham pria baik dan ga bakal mengungkit kisahmu yg telah di perkosa si ferdi