Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Ganti Rugi
"Jangan pernah katakan apapun tentang istriku, atau aku akan menghabisi mu." Ucap Sean.
"Huk... huk... Aku tidak bisa bernapas, lepaskan aku." Hilda terbatuk.
"Lepaskan tunanganku!" Teriak Harris.
"Pak Sean? Tolong ingat janji Anda pada Intan. Anda sudah menyakiti adik perempuannya." Ucap Pak Purnomo mencoba menenangkan Sean.
"Adik perempuan! Sekarang biar aku bertanya padamu Pak Purnomo, soal bekas luka di lengan Intan. Aku bisa dengan mudah mematahkan leher kecil ini, kau tahu?" Ancam Sean.
Harris mencengkeram lengan Sean. Namun Sean malah menyundulnya hingga hidung Harris berdarah deras.
"Apa kau gila? Kau sudah mematahkan hidungku, aku akan menelepon polisi." Teriak Harris.
"Ya, silakan saja, aku akan di sini bersama tunanganmu yang tak bernyawa, menunggu untuk ditangkap. Apa kau pikir aku takut polisi?" Ucap Sean balik mengancam.
"Kita semua harus tetap tenang, oke? Begini, Pak Sean, saya tidak tahu apa yang putri saya katakan tentang kami pada Anda, tapi itu jelas bohong. Intan selalu berbohong, karena dia lah saya kehilangan istri saya, dan dia selalu ingin menjadi pusat perhatian ketika dia ada dirumah. Ketika dia tidak bisa menjadi pusat perhatian, maka dia mencoba bunuh diri, itulah sebabnya dia punya bekas luka itu." Ujar Pak Purnomo.
Sean kemudian melepaskan leher Hilda, dan Hilda terjatuh ke tanah di koridor, dengan kondisi sudah lemah.
"Seperti yang aku janjikan kepada istriku bahwa aku tidak akan menyakiti kalian, dan aku akan menepati janji itu." Ucap Sean.
"Yang benar saja. Aku berdarah, dan lihat bekas luka di leher Hilda." Teriak Harris.
"Aku tidak melihat apa-apa, tapi kembali ke topik utama, aku ingin kau mengembalikan uang yang kau ambil dariku untuk pernikahan." Ucap Sean.
"Huk... huk... Kau akan mengembalikan Intan ke rumah ini?" Ucap Hilda.
"Ha... ha... Mengembalikannya? Tidak! Aku sedang berusaha membuat istriku jatuh cinta padaku. Apa kau pikir aku akan mengembalikannya?" Sean balik bertanya.
"Lalu mengapa kau ingin uangnya kembali?" Tanya Hilda lagi.
"Karena kau tidak pantas menerima uang itu, dan aku ingin tambahan satu dua puluh miliar sebagai kompensasi." Ucap Sean.
"Pak Sean, ini gila, Anda tidak bisa melakukan ini." Ucap Pak Purnomo.
"Kau punya waktu 15 hari untuk membayar ku. Percayalah, jangan sampai aku datang ke sini untuk menagih uangku, atau kau akan tahu apakah rumor tentangku itu benar atau tidak." Ucap Sean.
Sean keluar dan menuruni tangga, meninggalkan mereka bertiga yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Pernikahan yang Pak Purnomo anggap menguntungkan justru membuatnya kehilangan satu dua puluh miliar, dan Hilda, yang mengira Intan akan menikah dengan pria tua dan menderita sampai ajalnya, juga menyadari bahwa rencananya tidak berhasil dan dia menjadi sangat marah.
Sean masuk ke mobilnya dan pulang ke rumah, ketika dia tiba, Bi Lila sedang menyajikan sarapan untuk Intan.
"Selamat pagi, Pak. Saya pikir Anda tidak akan kembali untuk sarapan, tapi silakan duduk, saya akan menyajikan sarapan untuk Anda." Ucap Bi Lila.
"Terima kasih, Bi Lila. Kau baik-baik saja, Intan?" Ucap Sean.
"Aku baik-baik saja. Bi Lila, berikan dia obat yang aku minta dibelikan pada sekretaris Julian." Ucap Intan.
"Apakah kau berbicara dengan Julian kemarin?" Tanya Sean.
"Ya, apa ada masalah?" Intan balik bertanya.
"Tidak, tentu saja tidak. Apa yang kau bicarakan?" Ucap Sean.
"Tidak banyak, tapi aku merasa dia sedikit aneh dari biasanya." Balas Intan.
"Apa maksudmu?" Tanya Sean bingung.
"Oh, tidak apa-apa, ini pasti hanya ada di pikiranku saja. Terkadang aku merasa dia lebih tinggi, dan terkadang aroma parfumnya berubah. Mungkin aku harus menyentuh wajahnya, dengan begitu aku akan mengingat wajahnya dan tidak akan merasakan kesan-kesan aneh itu lagi, kan?" Ujar Intan.
Sebenarnya Intan sudah tahu kalau Sean-lah yang menciumnya, tapi dia ingin Sean sendiri mengatakan yang sebenarnya. Dia ingin mengerti kenapa Sean bersembunyi di balik tipu daya ini.
"Aku rasa kau tidak perlu menyentuhnya." Ucap Sean.
"Begitulah caraku mengenali orang, kau juga tak mengizinkanku menyentuh wajahmu. Apa yang kau sembunyikan dariku?" Ucap Intan.
Sean menggenggam tangan Intan dan berbicara dengan nada tenang yang belum pernah dia gunakan kepada siapa pun sebelumnya.
"Aku janji, kalau sudah waktunya, kau akan tahu semua rahasia yang ingin kau ketahui tentangku. Aku cuma minta kesabaranmu." Ujar Sean.
Intan menggigit bagian dalam mulutnya dan mengangguk, membuat Sean tersenyum. Setelah mereka selesai sarapan, Sean pergi ke ruang kerjanya. Dia memutuskan untuk bekerja di sana hari ini karena dia masih merasa kurang sehat akibat flu. Dia mengambil dokumen pernikahannya dengan Intan dari laci dan membaca baris-baris di kertas yang menjadikan Intan istrinya. Dia menyadari sesuatu yang penting. Ulang tahun Intan tinggal sebulan lagi.
Dia berhenti membaca dan memikirkan hadiah apa yang bisa dia berikan kepada istrinya. Lalu dia teringat kamar tempat istrinya dulu tinggal di rumah Papanya. Kamar itu benar-benar bertolak belakang dengan ruangan lainnya, yang didekorasi dengan sangat apik dan elegan. Dia teringat sebuah percakapan Intan, lalu meraih ponselnya, dan menelepon sekretarisnya.
"Julian, dengarkan baik-baik. Aku ingin kau membeli rumah. Rumah satu lantai. Rumah itu harus luas dengan taman yang luas. Rumah itu juga harus memiliki jalur bunga yang mengarah ke kolam ikan koi." Ucap Sean.
"Pak, di mana saya bisa menemukan rumah dengan rincian spesifik seperti itu?" Tanya Julian.
"Aku tidak tahu. Itu tugasmu, dan kerjakan dengan benar. Kalau kau tidak menemukannya, bangunlah rumah seperti itu. Tapi persis seperti yang sudah kukatakan, rumah itu harus cocok untuk penyandang disabilitas penglihatan." Ucap Sean.
"Baik Pak." Kata Julian.
"Aku menginginkannya dalam sebulan." Ucap Sean.
"Tapi, Pak?" Ucap Julian bingung.
"Tanpa alasan, waktumu hanya satu bulan. Tepatnya, 28 hari lagi dari sekarang." Ucap Sean.
Sean menutup telepon dan tersenyum, memikirkan bagaimana reaksi Intan terhadap hadiah itu.
Sementara itu, sekretarisnya sudah sibuk mencari rumah satu lantai dengan taman yang luas. Karena tidak menemukan rumah dengan spesifikasi yang dibutuhkan, ia memutuskan untuk memilih rumah yang hanya perlu menambahkan kolam ikan mas dan jalur bunga. Dia menghubungi beberapa agen perumahan, menjelaskan apa yang diinginkannya. Dia menerima beberapa tanggapan, tapi tidak ada rumah yang memenuhi kriteria yang diinginkan Sean.
Di penghujung hari, ketika dia hampir menyerah, sebuah agen perumahan kecil menunjukkan kepadanya sebuah rumah tua milik seorang lansia yang telah meninggal dunia.
Cucu-cucunya menawarkan rumah itu untuk dijual, tapi memerlukan beberapa perbaikan dan modernisasi.
Namun, rumah itu sempurna, karena hanya memiliki satu lantai karena pemiliknya sudah lanjut usia. Rumah itu memiliki taman yang luas dan kamar-kamar yang luas, dan harganya tidak terlalu mahal.
"Aku akan ambil rumahnya. Kirim dokumennya untuk ditandatangani." Ucap Julian.
"Baik." Jawab agen perumahan itu.
Julian menghubungi kontraktor dan desainer karena dengan waktu yang diberikan Sean, mereka harus bekerja siang dan malam untuk memenuhi tenggat waktu.
Bersambung...