Menceritakan kisah seorang anak laki-laki yang menjadi korban kekejaman dunia beladiri yang kejam. Desa kecil miliknya di serang oleh sekelompok orang dari sekte aliran sesat dan membuatnya kehilangan segalanya.
Di saat dia mencoba menyelamatkan dirinya, dia bertemu dengan seorang kultivator misterius dan menjadi murid kultivator tersebut.
Dari sinilah semuanya berubah, dan dia bersumpah akan menjadi orang yang kuat dan menapaki jalan kultivasi yang terjal dan penuh bahaya untuk membalaskan dendam kedua orangtuanya.
Ikuti terus kisah selengkapnya di PENDEKAR KEGELAPAN!
Tingkatan kultivasi :
Foundation Dao 1-7 Tahapan bintang
Elemental Dao 1-7 Tahapan bintang
Celestial Dao 1-7 Tahapan bintang
Purification Dao 1-7 Tahapan bintang
Venerable Dao 1-7 Tahapan bintang
Ancestor Dao 1-7 tahapan bintang
Sovereign Dao 1-7 tahapan bintang
Eternal Dao Awal - Menengah - Akhir
Origin Dao Awal - menengah - akhir
Heavenly Dao
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 11
Acheng melangkah keluar dari kedai makan, matanya terus mengamati hiruk-pikuk Kota Liyang. Kota ini tidak hanya besar, tetapi juga penuh dengan kultivator dari berbagai ranah, mulai dari yang biasa saja hingga yang cukup kuat.
Aura mereka menyelimuti suasana kota, memberikan tekanan yang konstan pada orang-orang biasa. Namun, bagi Acheng yang berada di ranah Dao Ancestor, semua itu tak lebih dari gangguan kecil.
Ia berjalan perlahan, fokus mencari tempat di mana ia bisa mendapatkan informasi tentang Sekte Bintang Darah. Acheng tahu bahwa sekte itu terkenal licik dan suka menyembunyikan jejak mereka. Ia membutuhkan sumber informasi yang terpercaya, sesuatu yang lebih dari sekadar desas-desus di pasar atau obrolan di kedai makan.
Setelah beberapa waktu, pandangannya tertuju pada sebuah bangunan megah di salah satu sudut kota. Di atas pintu masuk bangunan itu terdapat papan nama besar bertuliskan Asosiasi Mata Langit. Huruf-hurufnya berwarna emas, mencerminkan kemewahan dan kekuasaan.
“Tempat ini tampaknya menjual lebih dari sekadar barang,” gumam Acheng sambil melangkah mendekat.
Begitu memasuki gedung, Acheng disambut oleh interior yang megah. Langit-langit tinggi dihiasi ukiran rumit, sementara lantai marmer bersinar bersih. Banyak pintu mengarah ke berbagai ruangan, dan di sekelilingnya, beberapa pria dan wanita dengan pakaian rapi berjalan dengan percaya diri.
Sebuah suara lembut menyapanya. “Selamat datang di Asosiasi Mata Langit. Apa yang bisa kami bantu?”
Acheng menoleh dan melihat seorang wanita cantik dengan senyum profesional. Pakaian merah elegannya menonjolkan keanggunannya, tetapi matanya memancarkan kewaspadaan yang tajam.
“Aku membutuhkan informasi,” jawab Acheng singkat, suaranya tenang tetapi penuh tekanan.
Wanita itu mengangguk. “Kami adalah tempat terbaik untuk mendapatkan informasi di Kota Liyang. Jika Anda ingin membeli informasi tertentu, silakan ikuti saya.”
Ia mengarahkan Acheng ke sebuah pintu di sudut ruangan. Pintu itu dihiasi dengan pola rune yang samar bersinar, menandakan bahwa ruangan tersebut dilindungi oleh formasi penghalang.
“Silakan masuk. Di dalam, Anda akan bertemu petugas kami yang akan membantu Anda,” kata wanita itu sebelum pergi.
Acheng membuka pintu dan melangkah masuk. Ruangan itu redup, hanya diterangi oleh lentera kecil di sudut. Di tengah ruangan, seorang wanita duduk di belakang meja kayu gelap. Wajahnya tertutup cadar, hanya menyisakan sepasang mata tajam yang memandang Acheng dengan penuh kehati-hatian.
“Silakan duduk,” katanya dengan suara tenang.
Acheng duduk di kursi yang telah disediakan, tubuhnya tegak dan penuh kewaspadaan. “Aku mencari informasi tentang Sekte Bintang Darah,” katanya langsung, tanpa basa-basi.
Mata wanita itu sedikit menyipit, tanda ia menimbang-nimbang sesuatu. “Sekte Bintang Darah, ya? Itu bukan sekte biasa. Informasi tentang mereka cukup… sensitif.”
Acheng menatapnya tajam. “Aku tidak peduli. Berapa pun harganya, aku akan membayarnya.”
Wanita itu terdiam sejenak, lalu akhirnya menjawab, “5.000 koin emas.”
Acheng tidak ragu. Dengan satu gerakan tangan, ia mengeluarkan kantong besar dari cincin penyimpanannya dan meletakkannya di atas meja. Koin-koin emas itu mengeluarkan suara berdenting yang memenuhi ruangan, membuat wanita itu sedikit terkejut.
“Kau bisa memeriksanya,” kata Acheng dingin.
Wanita itu membuka kantong dan memeriksa isinya. Setelah memastikan semuanya benar, ia mengambil sebuah gulungan dari laci mejanya. Gulungan itu terbuat dari kulit binatang dengan ukiran rune kuno di permukaannya.
“Ini informasi yang kau butuhkan. Semuanya ada di dalam,” katanya sambil menyerahkan gulungan itu.
Acheng mengambil gulungan itu tanpa banyak bicara, lalu menyimpannya ke dalam cincin penyimpanannya. Ia berdiri, memberikan anggukan singkat sebagai tanda terima kasih, dan meninggalkan ruangan tanpa melihat ke belakang.
Setelah Acheng pergi, wanita bercadar itu menarik napas panjang. Pandangannya beralih ke sudut gelap ruangan. “Kau dengar itu?” tanyanya.
Dari bayangan, seorang pria dengan jubah hitam muncul. Wajahnya tersembunyi oleh topeng logam, hanya menyisakan suara rendah yang bergema. “Dengar. Dari ciri-ciri yang kau sebutkan, itu pasti dia. Orang yang dicari oleh Sekte Bintang Darah.”
Wanita itu mengangguk pelan. “Kalau begitu, segera kirimkan kabar ini kepada mereka. Dengan informasi ini, kita bisa mendapatkan keuntungan besar.”
Pria itu tersenyum dingin di balik topengnya. “Tentu. Sekte Bintang Darah pasti akan membayar mahal untuk ini.”
Sementara itu, Acheng sudah berjalan keluar dari gedung, tidak menyadari bahaya yang terjadi di belakangnya. Namun, aura dingin di sekelilingnya tetap membuat siapa pun yang melihatnya merasa gentar.
…
Malam itu, bulan menggantung rendah di atas Kota Liyang, memancarkan cahaya perak yang menyinari penginapan besar tempat Acheng menginap. Ia duduk bersila di tengah kamar sederhana namun nyaman, memegang gulungan informasi yang baru saja ia beli dengan harga fantastis.
Perlahan, ia membuka gulungan itu. Cahaya redup dari lentera di dekatnya memantulkan bayangan tulisan kuno di atas kulit gulungan. Setiap baris yang dibacanya membuat alisnya berkerut.
“Sekte Bintang Darah,” gumamnya, suaranya dingin dan datar.
Menurut informasi yang tertulis, sekte itu terletak di Pegunungan Seratus Bintang, sebuah daerah terpencil namun sangat strategis untuk mendirikan sebuah sekte karena melimpahnya energi spiritual alami.
Sekte ini memiliki puluhan ribu murid jumlah yang sangat besar untuk ukuran sekte di Kerajaan Song. Informasi itu juga mencantumkan rincian kekuatan inti mereka:
~ Ketua Sekte: Kultivator di ranah Dao Ancestor Bintang 7, yang berada di ambang menerobos ke ranah Dao Sovereign.
~ Tujuh Tetua Sekte: Semua berada di ranah Dao Ancestor Bintang 1, setara dengan Acheng saat ini. Dan juga pernah berhadapan langsung dengannya.
Acheng merenungkan kekuatan luar biasa sekte itu. Ia tahu bahwa jika menyerang langsung tanpa rencana, itu sama saja dengan bunuh diri. “Mereka mungkin kuat,” pikirnya sambil menggulung kembali informasi itu, “tapi tak akan membuatku menyerah begitu saja.”
Saat ia hendak menyimpan gulungan itu ke cincin penyimpanannya, perasaan tak nyaman muncul di benaknya. Persepsi jiwanya yang tajam menangkap adanya kehadiran dua sosok beberapa meter dari penginapan, bersembunyi di kegelapan.
“Hmph. Bahkan setelah semua ini, ada yang mencoba memata-mataiku,” gumam Acheng, matanya berkilat tajam.
Dengan satu gerakan tangan, tubuhnya berubah menjadi kabut hitam yang menghilang tanpa suara.
Di atas atap penginapan, angin malam bertiup pelan, membawa aroma lembap khas kota. Acheng muncul dari kabut hitam, sosoknya berdiri kokoh dengan jubah hitamnya yang berkibar ringan. Matanya segera tertuju pada bangunan di seberang penginapan, tempat dua sosok berjubah hitam dengan topeng merah sedang bersembunyi.
“Dua orang amatir,” pikirnya sambil memperhatikan mereka.
Namun, meskipun mereka tampak tidak terlalu kuat, keberadaan mereka cukup untuk membuatnya waspada. Acheng bergerak. Tubuhnya melesat seperti bayangan di bawah cahaya bulan, dan dalam sekejap ia sudah berdiri di hadapan mereka.
“Siapa kalian?” tanyanya dingin, suaranya menggema di udara malam yang sunyi.
Kedua sosok itu terkejut. Salah satu dari mereka menggerakkan tangannya, mencoba mengambil senjata dari balik jubahnya, tetapi sebelum ia bisa bertindak lebih jauh, tangan Acheng bergerak cepat.
BOOM!
Sebuah ledakan energi kegelapan yang kuat menghantam salah satu dari mereka. Tubuhnya terlempar ke belakang, menabrak dinding bangunan, sebelum akhirnya jatuh tak bernyawa ke tanah.
Sosok yang satunya berdiri terpaku, tubuhnya bergetar hebat. Namun, sebelum ia sempat melarikan diri, Acheng melambaikan tangannya, menciptakan tekanan yang begitu besar hingga sosok itu pingsan seketika.
Acheng membawa tubuh yang pingsan itu kembali ke kamarnya. Ia melemparkan orang itu ke lantai seperti sebuah karung tak berharga. Pandangannya dingin saat ia menatap sosok berjubah itu, yang masih tak sadarkan diri.
“Beraninya kau mengawasi aku,” gumamnya pelan namun penuh ancaman.
Ia duduk kembali bersila, menyiapkan teknik yang akan memaksa orang itu berbicara begitu ia sadar. Malam masih panjang, dan Acheng tahu, jawaban dari pertanyaannya mungkin membawa petunjuk lain dalam perjalanannya menghancurkan Sekte Bintang Darah.
Ma arti nya mamak/ibu perempuan ,, Pa PPA)ayah laki.