"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Malam itu, angin berhembus dingin menyusup ke celah-celah jendela kamar Arkan. Dia duduk termenung di depan laptopnya, matanya terpaku pada sejumlah email yang baru saja ia terima. Semuanya adalah bukti yang tidak bisa dipungkiri lagi, Arman, kekasih Maudy, berencana menjual informasi pribadi Maudy di situs online untuk mendapatkan uang.
Arkan merasa jantungnya berdebar kencang, amarahnya memuncak. Dia tak bisa membiarkan hal ini terjadi. Maudy adalah kakak terbaik Melody, istrinya, yang akhir-akhir ini terlihat murung dan tidak bersemangat. Meskipun Maudy selalu bersikap ketus padanya, maupun Melody sendiri. Tapi tetap saja maudy adalah kakak kandung Melody. Arkan yakin, membongkar niat jahat Arman ini bisa menjadi berita yang akan mengembalikan semangat Melody.
Dengan tangan yang gemetar, Arkan mengetik pesan kepada Maudy, mengajaknya bertemu di kafe keesokan harinya. Wajahnya tegang, penuh tekad, sambil sesekali mengusap keningnya yang basah oleh keringat dingin.
Keesokan harinya, di kafe, Arkan dan Maudy duduk berhadapan. Arkan mengungkapkan semua yang telah ia temukan. Maudy terpaku, matanya membesar, seolah-olah tidak percaya. Air matanya mulai menetes, tangannya gemetar memegang bukti-bukti yang diberikan Arkan.
"Maudy, kau tidak sendirian. Aku dan Melody akan membantumu menghadapi ini," ujar Arkan dengan penuh empati, menyentuh bahu Maudy yang dingin.
Maudy mengangguk lemah, rasa terima kasih terpancar dari matanya yang sembab. Arkan merasa lega, dia tahu dia telah melakukan hal yang benar. Tidak hanya untuk Maudy, tetapi juga untuk mengembalikan senyum pada wajah Melody, cahaya kebahagiaannya.
"Ternyata apa yang dikatakan oleh Melody waktu itu benar, dan ini adalah bukti yang lebih akurat. Aku nggak nyangka ternyata Arman selama ini memiliki wajah yang begitu banyak. " Batin Maudy merasa hampa
***
Maudy menatap tajam ke arah Arman, matanya membara penuh amarah dan kekecewaan. "Kamu berani menjualku di situs online?!" teriaknya dengan suara yang gemetar. Arman, yang tampak ketakutan, hanya bisa mengangguk lemah, tidak berani menatap mata Maudy.
Tanpa menunggu lebih lama, Maudy mengayunkan tangannya dan menampar Arman dengan keras. Bunyi tamparan itu bergema di ruangan, menyisakan jejak merah di pipi Arman. "Aku sudah berusaha berubah, Arman. Aku ingin hidup yang lebih baik!" suaranya lantang, penuh emosi yang bercampur aduk antara marah dan sedih.
Arman meraba pipinya yang perih, matanya mengerjap-ngerjap, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Tapi Maudy, kita bisa mendapatkan banyak uang," ujarnya mencoba membela diri, suaranya bergetar.
"Sudah cukup, Arman!" Maudy memotong, suaranya tegas. "Aku tidak peduli tentang uang itu. Kehormatanku lebih penting!" Dia berbalik, meninggalkan Arman yang masih terpaku di tempat, menyesali perbuatannya yang telah merendahkan wanita yang dicintainya demi uang.
"Tunggu! " Lagi suara Arman terdengar membuat maudy berbalik dan menatap nya
"Kehormatan? Kehormatan apa memangnya yang lebih penting, kau itu hanyalah barang bekas, Maudy. Bahkan kau sudah pernah melakukan ab*rsi. Jadi aku tidak salah bukan, menjual mu di situs online agar bisa menambah pundi pundi uang. "
"Dan kau tau, Maudy. Banyak sekali yang tertarik dengan tubuhmu itu, bahkan mereka sudah mentransfer uangnya. Dan malam ini, kau harus bekerja untuk ku! " Perkataan Arman sukses membuat Maudy terbelalak
Air mata yang tergenang dipelupuk mata perlahan luruh membasahi pipinya yang mulus. Ia menggeleng tidak percaya, Arman. Pria yang selama ini bersikap baik, sayang, lembut, penuh perhatian dan cinta untuk nya ternyata memiliki sisi kejam seperti ini.
"Kau, kau berubah, Arman. " Ucap Maudy lirih
"Kau tega melakukan ini semua hanya demi uang, " Lanjutnya kembali
Arman tersenyum sinis. Ia berjalan mendekat dan mencengkram dagu Maudy dengan kuat. "Kau tau, awalnya aku tidak pernah kepikiran untuk melakukan hal ini. Tapi setelah mendengar curhatan mu beberapa waktu yang lalu, membuatku sadar. Untuk apa aku memiliki kekasih yang sudah menjadi barang bekas jika tidak ku manfaatkan? Aku selama ini menjaga mu dengan baik, aku bahkan tidak pernah menyentuhmu. Tapi kau justru sudah, *** tidak ada gunanya juga aku mempertahankan mu, bukan. "Jawab Arman Santai membuat Maudy tak percaya dengan ini semua
" Kau bajingan! Lepaskan aku, " Teriaknya meronta, namun cengkraman tangan Arman begitu kuat membuat nya tidak berdaya dibawah sana.
"Tidak akan! Malam ini kau harus berkerja untuk ku. " Tangan Arman beralih pada pergelangan tangan Maudy.
Ia menarik kasar agar Maudy mengikuti langkahnya untuk keluar dari apartemen miliknya. "Aku tidak ingin ikut dengan mu, Arman! " Maudy terus memberontak berusaha melepaskan genggaman kuat tangan Arman pada pergelangan tangannya
Kondisi hari yang sudah larut malam membuat apartemen sepi tanpa penghuni, hanya ada satu security saja yang menjaga didepan pintu sana. Karena Maudy yang terus memberontak, membuat Arman memutar jalan untuk keluar dari apartemen.
"Berisik! Diamlah. Pekerjaan ini begitu mudah, mengapa kau malah menolaknya. Tugasmu hanyalah berbaring dan menikmati segalanya, hanya itu tidak lebih. Ingat tamu kau malam ini sudah lama menunggu. "
"Tidak Arman, aku tidak ingin melakukan pekerjaan seperti itu lagi, aku mohon lepaskan aku. " Ucap Maudy memohon dengan air mata yang mengalir deras.
"Tidak! Aku tidak akan berhenti, menurut atau kau ku bun*h disini sekarang juga! " Arman berkata dengan wajah yang serius dengan pisau lipat ditangannya
Glek!
Maudy melotot tak percaya, "ar- Arman, "
"Menurut atau-"
"Ba-baik, ak-aku akan menuruti semua perkataan mu. " Jawab Maudy membuat Senyum puas terbit diwajah Arman.
"Bagus, ini baru namanya kekasihku. " Tanpa perlawanan apapun lagi. Maudy masuk ke mobil Arman dengan pasrah. Lebih baik ia menuruti apa perkataan Arman, dari pada harus mati dibun*hnya detik itu juga.
***
Malam itu, Maudy berjalan gontai menuju kamar yang telah ditunjukkan Arman. Hati dan pikirannya bergejolak, tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Arman, dengan tatapan tajam dan suara yang serak, baru saja mengancamnya, "Lakukan atau kau akan menyesal."
Maudy memasuki kamar, matanya berkaca-kaca menahan derai air mata yang ingin jatuh. Di dalam, seorang pria paruh baya duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan tatapan yang mengundang nafsu. Maudy merasa jijik, tapi terpaksa memaksakan senyum. "Selamat malam," ucapnya dengan suara yang tercekat.
Pria itu hanya mengangguk, matanya tak pernah lepas dari tubuh Maudy. Maudy berjalan mendekati, setiap langkah terasa seperti menapak di atas bara. Ia berusaha keras menyembunyikan rasa takut dan jijik yang menyeruak di hati.
Saat Maudy duduk di samping pria itu, tangannya gemetar. Pria itu memegang dagunya, memiringkan wajah Maudy untuk menatapnya lebih dekat. "Kau cantik, bahkan lebih cantik dari pada yang difoto. Tidak sia sia aku membayar mu dengan bayaran yang begitu mahal. " gumamnya, tapi bagi Maudy itu lebih terdengar seperti ancaman daripada pujian.
Maudy menelan ludah, berusaha keras untuk tetap tenang. Ia harus melalui ini, demi keselamatannya. Tapi dalam hati, ia berdoa, memohon agar ada mukjizat yang datang menyelamatkannya dari malam yang mengerikan ini.