NovelToon NovelToon
Cinta Laki-laki Penghibur

Cinta Laki-laki Penghibur

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / PSK
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ibnu Hanifan

Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAAB 11

Hujan turun dengan liar, seperti menyembunyikan kemarahan malam itu. Air mengalir deras di sepanjang jalan, menabrak aspal, menciptakan suara riuh yang menenggelamkan segalanya.

Lauren menggenggam setir mobilnya erat-erat, matanya menyipit menembus hujan. Wiper bekerja sekuat tenaga, tapi hujan terlalu deras. Saat ia melewati sudut jalan yang sepi, mobilnya terasa limbung. Ia segera menepi.

Keluar dari mobil, Lauren memeriksa dan mendapati ban belakang mobilnya kempes.

“Ya Tuhan...” desahnya frustrasi.

Ia mengeluarkan ponsel, namun sinyal menghilang. Tidak ada kendaraan lain yang lewat. Tidak ada suara manusia. Hanya hujan.

Saat ia kembali berdiri, dua bayangan muncul dari balik gelap, mengenakan jaket lusuh dengan wajah tertutup sebagian.

“Cantik malam-malam sendirian aja?, Mau Abang temenin ngga?”

ujar salah satunya sambil mencabut pisau kecil dari balik jaket.

Lauren mundur, panik.

“Serahkan dompet lo! Tas juga!”

teriak yang satu lagi, menarik lengannya kasar.

Lauren mencoba melawan, namun sia-sia. Ia berteriak, tapi suara hujan menenggelamkan segalanya.

Lalu…

Braaakkk!!

Sebuah mobil hitam mewah meluncur cepat dan menabrak salah satu penjahat itu dari samping!

Tubuhnya terpelanting, menghantam genangan dan meringis kesakitan.

Pintu mobil terbuka.

Galih turun dari dalamnya. Wajahnya basah, rambutnya lepek, tapi matanya tajam.

Tanpa berkata apa pun, ia melangkah ke arah penjahat yang masih menodongkan pisau ke Lauren.

“SIAPA LU!?”

teriak si penjahat.

“JANGAN IKUT CAMPUR KALO MAU HIDUP!”

Galih hanya menyeringai, melangkah pelan seperti tak gentar.

“Udah lama gue pengen mukulin orang kayak lo.”

Penjahat itu murka, melempar Lauren ke tanah dan menyerang Galih dengan pisau.

Mereka bergumul. Hujan jadi saksi duel di tengah jalan kosong. Pisau nyaris menyayat lengan Galih, tapi dengan gerakan cepat, Galih menyikut perut penjahat itu, lalu menjatuhkannya dan menendang pisau dari tangannya.

Dengan satu pukulan keras, penjahat itu terkapar.

Galih mendekati Lauren yang terduduk di tanah, wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.**

Tanpa berkata-kata, Galih meraih tangannya dan membantunya berdiri.

“Lo gak apa-apa?”

tanyanya, suaranya berat tapi hangat.

Lauren memandang Galih, mata mereka bertemu dalam hujan.bUntuk sesaat, dunia seperti membeku—hanya ada mereka berdua, di antara rintik hujan dan detak jantung yang tak karuan.

Galih membukakan pintu mobilnya.

“Masuk. Biar gue anter Lo pulang.”

Lauren mengangguk pelan, masuk ke dalam mobil tanpa berkata apa-apa. Saat Galih duduk di balik kemudi dan menyalakan pemanas, Lauren menatapnya dalam diam.

Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan. Banyak yang belum ia mengerti.

Tapi untuk malam ini, hanya ada satu perasaan yang jelas yaitu rasa aman.

Dan itu datang dari seseorang yang paling ia ragukan selama ini.

Suara hujan mulai mereda. Di dalam mobil yang hangat, Galih menyetir pelan sambil sesekali melirik ke kaca spion. Namun perhatiannya tidak sepenuhnya fokus ke jalan—lengan kirinya mulai berdenyut, terasa perih.

Lauren yang duduk di sampingnya memperhatikan. Matanya membelalak saat melihat darah merembes dari kemeja Galih.

“Galih! Lengan kamu berdarah!, Kita berhenti di apotik depan luka kamu harus diobati!”

Galih melihat luka itu sekilas dan mengerutkan dahi.

“Cuma goresan, enggak usah—”

> “Berhenti! Sekarang!” potong Lauren, wajahnya panik.

Galih ingin menolak, tapi tatapan Lauren terlalu kuat untuk diabaikan. Dengan helaan napas berat, ia menepikan mobil di dekat apotek 24 jam.

Beberapa menit kemudian, Lauren keluar dari apotek sambil memegang kotak P3K. Di bawah lampu mobil, ia membuka antiseptik dan kapas, lalu meraih lengan Galih dengan lembut.

“Sakit enggak?” bisiknya.

Galih hanya menggeleng, meski sebenarnya perihnya terasa menusuk. Namun, sentuhan tangan Lauren jauh lebih terasa. Perlahan, Lauren membalut lukanya dengan perban.

Saat jari-jari Lauren menyentuh kulit Galih, mata mereka saling bertemu.

Ada keheningan di antara mereka—bukan karena canggung, tapi karena sesuatu yang mulai tumbuh perlahan-lahan.

Wajah mereka mendekat.

Napas terasa lebih berat.

Waktu melambat.

Bibir mereka hampir bersentuhan...

Lalu—sorot lampu mobil dari arah seberang menyorot mereka.

Keduanya terkejut dan langsung menjauh.

“Eh... maaf...” ucap Lauren, menunduk malu.

“Enggak... enggak apa-apa,” jawab Galih gugup sambil membetulkan duduknya.

Mereka kembali ke mobil. Sepanjang perjalanan pulang, tak ada yang berbicara. Tapi kesunyian itu bukan karena tak nyaman—melainkan karena hati mereka masih sibuk memproses momen tadi.

Sampai akhirnya mobil Galih berhenti di depan rumah Lauren.

“Makasih ya… buat semuanya,” ucap Lauren pelan, menatap Galih dengan lembut.

Galih hendak menjawab, namun sebelum sempat berkata apa-apa—Lauren tiba-tiba mendekat dan mengecup pipi Galih dengan cepat.

Galih membeku.

Lauren membuka pintu dan keluar dengan terburu-buru.

“Duluan ya!” katanya sambil berlari masuk ke dalam rumah, wajahnya merah padam.

Galih masih terdiam di belakang kemudi. Lalu, pelan-pelan… sebuah senyum muncul di wajahnya.

Senyum yang jarang ia tunjukkan.

Senyum bahagia yang begitu tulus keluar dari hatinya.

---

Di dalam rumah…

Tante Liana dan suaminya sudah berdiri di ruang tamu, wajah mereka cemas.

“Lauren! Kamu ke mana aja?! Udah jam segini, Mamah hampir nelpon polisi!” seru Tante Liana.

Ayah Lauren menatap dengan khawatir.

Lauren masih setengah basah, rambutnya lembap.

“Maaf Mah… tadi ban mobilku bocor. Untung ada temanku yang lewat, jadi aku numpang…”

Tante Liana melangkah mendekat, memperhatikan anaknya dengan curiga.

“Teman kamu? Siapa? Kok enggak diajak mampir?”

Lauren tersenyum kecil, mencoba bersikap biasa.

“Dia buru-buru, Mah. Ada urusan katanya…”

Tante Liana mempersempit matanya, namun tak mengatakan apa-apa lagi.

Tapi jauh di dalam hatinya, ada rasa tak nyaman.

Entah kenapa, firasatnya berkata bahwa teman yang dimaksud Lauren... bukan sekadar teman.

1
Mawar Agung
saya suka ceritanya semangat ya Thor💪😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!