NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:636
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gemas

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Dara menepati janjinya untuk mengantarkan Andra ke perpustakaan. "Gue mau anter Andra ke perpustakaan." Pernyataannya terasa tiba-tiba, tanpa pendahuluan apapun.

Dela dan Sella, yang sedang bersiap-siap untuk pulang, langsung terdiam. Mereka saling bertukar pandangan, keheranan tergambar jelas di wajah keduanya.

Tadi saja Dara menolak Andra untuk mengikutinya ke kantin. Sekarang, ia justru mau mengantar Andra ke perpustakaan? Perubahan sikap Dara yang mendadak ini membuat Dela dan Sella bingung.

"Lo serius?" tanya Dela, suaranya menunjukkan ketidakpercayaan. Ia menatap Dara dengan tatapan penuh pertanyaan, mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Dara mengangguk perlahan, "Em," jawabnya singkat, tanpa menjelaskan alasan apapun. Sikap Dara yang terlalu tenang ini justru membuat Dela dan Sella semakin penasaran.

Di samping Dara, Andra menunjukkan ekspresi yang berbeda. Sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya, matanya berbinar-binar. Ia tampak sangat bahagia, perasaan yang tergambar jelas dari ekspresi wajahnya. Keinginan Andra untuk mendapatkan bantuan Dara akhirnya terwujud.

"Kalian pulang dulu aja. Nanti gue minta jemput sama supir gue," kata Dara.

Dela dan Sella mengangguk mengerti, kemudian berpamitan. "Oke, kalau gitu kita duluan," ucap Sella, sebenarnya ia penasaran ingin menanyakan kenapa sikap Dara berubah baik pada Andra, tapi waktunya tidak memungkinkan.

Mereka berjalan keluar dari kelas, meninggalkan Dara dan Andra yang harus berjalan menuju perpustakaan.

Langkah kaki Dara terasa cepat, Andra mengikuti dari belakang, jaraknya cukup dekat namun tak terlalu dekat. Sepanjang jalan, Andra terus memandang Dara, mengamati tubuh mungil Dara yang tampak rapuh namun kuat. Entah sejak kapan, pandangan Andra selalu tertuju pada Dara, seperti ada sesuatu yang menariknya pada diri Dara. Perasaan itu semakin kuat setiap hari, dan ia tak bisa menjelaskan mengapa.

Di depan pintu perpustakaan, Dara menghentikan langkahnya. Ia berbalik, menatap Andra dengan ekspresi wajah yang datar, seperti mencoba untuk menunjukkan bahwa ia tak mau berlama-lama dengan Andra. "Tuh, udah sampai. Gue mau pulang," ujarnya, nada suaranya tegas, menunjukkan keinginannya untuk segera pergi. Ia menunjuk plang bertuliskan "Perpustakaan" dengan gerakan tangan yang singkat dan tegas.

Andra menahan lengan Dara, sentuhannya membuat Dara tersentak kaget. "Tunggu dulu, Ra," ujarnya, suaranya lembut seakan ingin menahan Dara untuk waktu yang lama.

Dara menatap Andra dengan tajam, "Apalagi sih?!" suaranya meninggi sedikit, menunjukkan ketidaksabarannya. Ia mencoba untuk tetap tenang, namun ia merasa risih dengan sentuhan Andra.

"Temenin aku nyari bukunya, Ra," pinta Andra, suaranya lembut, namun terdengar seperti perintah.

"Lo kok ngelunjak sih?!" Dara membentak, kemarahannya mulai memuncak. Ia tak menyangka Andra akan semakin lancang setelah ia sudah mengantarnya sampai di perpustakaan.

Andra memasang wajah memelas, mencoba sekuat tenaga untuk memperlihatkan betapa melas keadaannya. "Pliss, Ra, bantu aku nyari bukunya, ya? Masa kamu tega sih sama murid baru kaya aku?" ujarnya, suaranya dibuat selembut mungkin, berharap bisa meluluhkan hati Dara.

Ia berusaha menunjukkan betapa terpuruknya ia karena kesulitan mencari buku di perpustakaan yang besar ini. Ia berharap Dara akan tergerak kasihan dan mau membantunya.

Namun, Dara terlihat kesal. Ia meremas kedua tangannya, menahan amarah yang hampir meledak. Ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksukaannya yang sangat jelas, namun ia terlihat seakan tak berdaya untuk menolak permintaan Andra. Ia menghela napas panjang, kemudian berjalan masuk ke dalam perpustakaan tanpa mengatakan sesuatu. Langkah kakinya tampak berat, mengungkapkan ketidaksukaannya.

Dengan terpaksa, Dara memilih memasuki perpustakaan itu tanpa berbicara apapun. Andra mengamati Dara dengan senyum puas tersungging di bibirnya, menunjukkan bahwa rencana membujuk Dara berhasil.

Ia berhasil memanfaatkan kelembutan hati Dara untuk mendapatkan tujuannya. Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu. Ia melangkah masuk ke perpustakaan, mengikuti Dara dari belakang. Ia mencoba untuk tidak terlalu dekat dengan Dara, menjaga jarak yang aman agar Dara tidak kembali marah. Perpustakaan yang semula terasa besar dan menakutkan kini terasa lebih nyaman karena Dara berada di dekatnya.

Bau buku dan debu memenuhi hidung Andra saat ia memasuki perpustakaan. Suasana hening, hanya suara langkah kaki mereka berdua yang memecah kesunyian. Rak-rak buku menjulang tinggi, seakan membentuk lorong-lorong tak berujung. Andra, yang awalnya merasa tertekan oleh luasnya perpustakaan, kini merasa lebih tenang karena Dara ada di dekatnya. Jarak mereka cukup, cukup untuk mencegah Dara kembali marah, namun cukup dekat untuk membuat Andra merasa nyaman.

Dara menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap Andra dengan tatapan datarnya. "Lo mau cari buku apa?" tanya Dara dengan maksud ingin membantu Andra mencari buku yang ia cari.

Andra mengeluarkan selembar kertas kecil dari sakunya, "Ini Ra," ucap Andra, memperlihatkan selembar kertas kecil itu bertuliskan buku yang ia cari.

Dara berjalan lurus menuju rak buku, tanpa memperlihatkan ekspresi apa pun. Andra mengikuti dari belakang, mengamati punggung Dara. Ia memperhatikan bagaimana Dara berjalan dengan anggun, meskipun tampak kesal. Ada sebuah keanggunan tersembunyi dalam dirinya yang membuat Andra terpesona. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi takut Dara akan kembali marah.

Mereka sampai di rak buku yang Andra cari. Dara, tanpa diminta, mulai mencari buku yang Andra butuhkan. Gerakannya cekatan dan efisien. Andra hanya mengamati, sesekali menawarkan bantuan, namun Dara menolaknya dengan anggukan kepala yang sangat singkat. Ia ingin membantu, tapi ia juga tak ingin menganggu.

"Udah ketemu kan? Sekarang gue pulang," kata Dara, suaranya tegas, menunjukkan keinginannya untuk segera pergi. Ia bersiap untuk meninggalkan perpustakaan, tanpa menunggu jawaban dari Andra.

Andra mencoba untuk menahan Dara. "Ra, aku antar, ya? Kan kamu udah bantu aku, jadi aku mau antar kamu," tawarnya, suaranya lembut, menunjukkan keinginannya untuk membalas kebaikan Dara. Ia berharap Dara mau menerima tawaran tersebut.

Dara menolak dengan tegas, "Nggak, gue udah ada yang jemput." Ia menunjukkan sikap yang tegas, tak mau memberikan kesempatan pada Andra untuk menawarkan bantuannya.

"Siapa?" Andra bertanya, rasa penasarannya memuncak. Ia ingin tahu siapa orang yang akan menjemput Dara.

Dara menjawab dengan nada mengejek, "Kepo lo, kek Dora! Gue pulang dulu," ujarnya, kemudian berjalan meninggalkan Andra di perpustakaan.

Andra merasakan sedikit kekecewaan. Ia gagal untuk mengantar Dara pulang, namun ia tak mau berkecil hati. Rasa penasarannya justru semakin membesar. Ia ingin tahu siapa orang yang menjemput Dara.

Ia ikut keluar dari perpustakaan, mengamati dari jauh. Tatapan matanya tajam, mencoba untuk mengenali orang yang menjemput Dara. Seorang lelaki tampan dan terlihat mapan menunggu di depan perpustakaan. "Siapa? Apa dia kakaknya? Atau siapa?" gumamnya, suaranya sedikit keras, mengungkapkan rasa kecemburuannya.

Ia terus memperhatikan interaksi antara Dara dan lelaki tersebut. Mereka tampak tengah berbincang dengan hangat, tertawa bersama, dan terlihat sangat dekat. "Kok interaksi mereka kaya bukan kakak adik?" gumamnya lagi, rasa curiga mulai berkembang di benaknya.

"Kalau emang bener bukan kakaknya Dara, nggak bakal gue biarin siapapun deketin Dara," gumamnya dengan tegas, menunjukkan ketegasannya untuk melindungi Dara. Ia mengamati dari jauh, melihat interaksi yang terlihat sangat dekat antara Dara dengan pria itu.

Sementara Dara yang sedang diperhatikan tengah asik berbincang dengan Nino. "Abang makasih udah jemput aku, maaf juga kalau aku ngerepotin abang," ujarnya, suaranya lembut, mengungkapkan rasa terimakasihnya menundukkan kepala sedikit, menunjukkan kerendahan hatinya. Ia tahu Nino memiliki banyak kesibukan, namun Nino tetap mau menjemputnya.

Nino mengusap lembut pucuk kepala Dara, sentuhannya lembut yang membuat hati Dara menghangat. "Iya, Ra. Abang nggak merasa direpotin," jawabnya, suaranya lembut dan menenangkan.

Sentuhan Nino membuat Dara merasa nyaman dan tenang. Ia merasakan kehangatan dan kasih sayang dari Nino yang tidak pernah ia dapatkan dari kedua orang tuannya.

"Abang kan banyak kerjaan, tapi aku malah minta jemput abang," kata Dara, suaranya menunjukkan rasa bersalahnya. Ia tahu waktu Nino sangat berharga, namun ia tetap meminta bantuan pada Nino.

Nino tersenyum, "Kebetulan hari ini lagi free, Ra," jawabnya, suaranya menunjukkan keikhlasannya.

Ia tak pernah merasa terbebani dengan permintaan Dara. Sebaliknya, ia merasa bahagia bisa membantu Dara. Ia bisa menggunakan waktu luangnya untuk sesuatu hal yang bermanfaat.

Dara tersenyum bahagia mendengar bahwa Nino hari ini luang, jadi dia akan menggunakan waktunya bersama Nino dengan baik.

"Kamu mau Abang anterin langsung pulang atau mau makan dulu?" tanya Nino, suaranya lembut, menunjukkan perhatiannya pada Dara.

Dara menunjukkan raut wajah yang agak bingung, "Em, aku pengin makan dulu, soalnya laper banget, nggak papa kan Bang?" tanyanya, suaranya menunjukkan sedikit keraguan. Ia takut merepotkan Nino.

Nino terlihat gemas melihat raut wajah Dara yang menunjukkan keraguan dan rasa tidak enak. Ia tak tahan lagi dan mencubit lembut pipi Dara. Sentuhan itu ringan, namun cukup untuk membuat Dara meringis kesakitan.

"Aww, sakit Bang," Dara meringis, sambil mengusap-usap pipinya yang merah karena dicubit Nino. Meskipun kesakitan, namun senyum kecil masih tersungging di bibirnya.

Nino tersenyum jahil. "Maaf habisnya Abang gemes sama kamu. Makanya kalau sama Abang itu jangan merasa nga enak gitu, kaya sama siapa aja kamu tuh," ujarnya, suaranya lembut namun tegas. Ia mencoba untuk mengajari Dara agar lebih percaya diri dan tidak terlalu merasa tidak enak ketika bersama dirinya.

Setelah pembicaraan itu, Nino membukakan pintu mobil untuk Dara. Hingga membuat detak jantung Dara berpacu dengan cepat, sampai membuat Wajah Dara hingga memerah padam.

Dari kejauhan, Andra terus memperhatikan mereka berdua. Ia melihat betapa dekatnya hubungan Dara dan Nino. Tatapan mereka saling beradu, menunjukkan kedekatan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Mereka terlalu dekat," gumam Andra, suaranya sedikit keras, mengungkapkan rasa kecemburuannya.

Ia merasa terancam, dan ia tak akan membiarkan siapapun mendekatkan diri pada Dara kecuali dirinya. Ia mengeratkan rahangnya, menunjukkan ketegasannya. Ia akan melakukan sesuatu, sesuatu yang akan membuat Dara hanya untuknya saja.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!