"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Pertempuran antara para pendekar hebat itu berlangsung seimbang. Terlihat bahwa ilmu Nyi Pelet Peteng sebenarnya berada di atas kedua lawannya. Andaikan ia hanya menghadapi salah satu dari mereka, tentu ia bisa mengalahkannya dengan mudah. Namun kini, ia harus melawan keduanya sekaligus.
Jika diperhatikan lebih saksama, serangan-serangan Bintang Kusuma tampak lebih terarah dan bermakna dibandingkan dengan serangan Tuak Seta. Hal ini jelas menunjukkan bahwa tingkat ilmu Bintang Kusuma lebih tinggi dari Tuak Seta.
"Nyi Pelet Peteng, ke mana gurumu? Kenapa tidak datang sendiri ke sini?" pancing Racun Barat, mencoba mengganggu konsentrasinya agar lebih mudah dikalahkan oleh dua penyerangnya. Ia juga merasa geram karena kedatangan Nyi Pelet Peteng telah merusak acaranya. Namun, ia tak bisa bertindak sembarangan guru Nyi Pelet Peteng adalah orang yang seangkatan dengannya, dan akan sangat tidak pantas bila harus berseteru secara langsung.
Menyadari pancingan itu, Nyi Pelet Peteng merasa geram, namun ia tahu harus tetap menjawab. Ia tidak ingin Racun Barat tersinggung. Ia tahu siapa sebenarnya Racun Barat berurusan dengannya berarti mempertaruhkan nyawa.
Nyi Pelet Peteng pun mundur beberapa langkah, mengatur jarak, bersiap membuka suara.
"Guruku, Datuk Pengemis Nyawa, sedang beristirahat," jawabnya sambil langsung menyambut serangan dua pendekar itu. Pertempuran pun tak bisa dihindari lagi.
Raka yang menyaksikan dari bangku penonton terkejut mendengar nama guru dari orang yang disebut Nyi Pelet Peteng. Seketika napasnya memburu, dadanya membusung, dan kepalan tangannya mengepal semakin erat.
Semua yang hadir dibuat terkejut termasuk Racun Barat ketika tiba-tiba dari arah kerumunan penonton melenting sebuah tubuh.
"BELIUNG SAMUDERA…!" teriak orang itu.
Seketika, dari kibasan kedua tangannya, menderu angin dahsyat seperti taufan kiriman langit. Air danau yang tenang bergelora, memuncak dengan hebat. Serangan itu sejatinya ditujukan ke arah panggung Arena, namun kedahsyatannya turut mengguncang sekelilingnya.
Para penonton berusaha mencari pegangan agar tak terhempas. Atap-atap warung dadakan beterbangan entah ke mana. Bahkan atap podium besar tempat Racun Barat duduk pun tersingkap.
Racun Barat berusaha tetap tenang, duduk sambil menambah tenaga untuk menahan hembusan angin, satu tangan memegang erat tangan putrinya. Beberapa pasukan berlindung di belakangnya, menggigil dalam terpaan angin luar biasa itu.
Racun Barat pun terkejut.
"Siapa yang memiliki ilmu sehebat ini...?" pikirnya dalam hati.
Sementara itu, di tengah arena, Nyi Pelet Peteng menghimpun seluruh tenaganya hingga kakinya amblas ke dalam beton.
Bintang Kusuma menancapkan pedangnya ke lantai beton panggung sebagai pegangan, agar tidak terhempas oleh hembusan dahsyat itu.
Sementara Tuak Seta bersama guci besarnya terlempar jauh ke dalam danau.
Setelah hembusan badai melemah dan akhirnya sirna, tampak seorang pemuda berdiri dengan tenang. Ia mengenakan rompi biru terong, dengan beberapa luka di lengannya. Tatapannya merah membara, tertuju lurus pada Nyi Pelet Peteng.
Semua yang hadir terperangah. Ternyata badai dahsyat tadi diciptakan hanya oleh seorang pemuda.
Putri Racun Barat terbelalak, apalagi para pelayan yang sempat mengusirnya karena mengira dia orang biasa.
Racun Barat tersenyum kecil tebakannya benar.
Bintang Kusuma bergidik di tempat, harapannya untuk mempersunting Putri Racun Barat sesuai keinginannya dan sang ayah langsung pupus.
Meski ia masih berdiri di atas arena, serangan pertama pemuda itu sudah cukup untuk membuatnya sadar: ia tak mungkin menang.
"Mana Datuk Pengemis Nyawa…!!" bentak Raka dengan suara lantang, langsung kepada Nyi Pelet Peteng.
"Apakah kau termasuk peserta sayembara ini?" tanya Nyi Pelet Peteng dengan nada tegang.
"Aku tidak ada kaitannya dengan sayembara ini. Pemenangnya adalah dia."
Raka menunjuk Bintang Kusuma, membuat semua orang terdiam terkesima, termasuk Putri dan Racun Barat.
"Urusanku hanya dengan Datuk Pengemis Nyawa!" bentaknya sambil mengibaskan tangan ke depan.
Angin panas tajam menyambar ke arah Nyi Pelet Peteng, membuatnya terbelalak dan cepat-cepat menghindar.
"Hei, kau... cepat pergi dari sini. Temui mempelai pilihanmu. Aku hanya punya urusan dengan wanita iblis ini," ujar Raka pada Bintang Kusuma.
Dengan sigap, Bintang melompat ke samping danau, menyaksikan pertarungan dari tepi arena.
"Maaf, Tuan Racun Barat. Bukan maksudku merusak acara Anda. Tapi sayembara ini sudah selesai. Tinggal dia yang tersisa di atas pentas. Sedangkan aku dan wanita iblis ini bukanlah peserta," kata Raka kepada Racun Barat.
Racun Barat hanya mengangguk pelan, tak ingin membantah kehendak Raka. Ia tahu laki-laki itu telah dikuasai oleh nafsu dan dendam.
Dia membiarkan saja apa pun yang akan terjadi di atas pentas. Toh, keputusan itu jauh lebih baik daripada menyerahkan putri kesayangannya kepada Datuk Pengemis Nyawa yang terkenal sadis.
Sementara itu, Nyi Pelet Peteng menatap Raka dengan seksama.
Sepertinya, dia memang belum pernah berurusan dengan laki-laki seperti itu sebelumnya.
lanjut dong