Hail Abizar, laki-laki mapan berusia 31 tahun. Belum menikah dan belum punya pacar. Tapi tiba-tiba saja ada anak yang memanggilnya Papa?
"Papa... papa...!" rengek gadis itu sambil mendongak dengan senyum lebar.
Binar penuh rindu dan bahagia menyeruak dari sorot mata kecilnya. Pria itu menatap ke bawah, terpaku.
Siapa gadis ini? pikirnya panik.
Kenapa dia memanggilku, Papa? Aku bahkan belum menikah... kenapa ada anak kecil manggil aku papa?! apa jangan- jangan dia anak dari wanita itu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia
Evelyn menghela nafas panjang. Wanita itu berlari ke dapur saat mendengar sesuatu, dan benar saja. Bubur yang sedang ia masak meluap dan tumpah, airnya meleber kemana-mana. Tenyata tadi Evelyn salah memutar knop kompor, bukan mematikan tapi hanya mengecilkan api.
Dengan kesal dia mengambil baju bekas yang ia gunakan sebagai lap kotor, dan segera membersihkan air yang tumpah didihan beras yang tumpah. Wanita itu mengigit bibirnya kesal, mencengkram lap kotornya dengan kuat, gerakkannya pun kasar memindahkan panci panas ke meja keramik di sampingnya. Sampai menimbulkan bunyi yang cukup keras.
"Cala, liat Papa punya hadiah.” Hail mengeluarkan boneka kuda poni dari paperbag besar yang ia bawa.
"Wah tuda!" seru Cala dengan mata berbinar Cala pun memeluk erat boneka barunya.
Hail mengambil lagi boneka itu dari Cala, mengeluakan benda berbentuk kotak pipih kecil berwarna biru dengan gantungan beruang lucu. Lalu memberikanya pada Cala.
“Ini khusus buat Cala. Kalau kamu kangen, takut, atau pengen cerita apa pun… tekan tombol ini. Satu kali aja, nanti langsung nyambung ke Papa.”
“Boleh?” tanya Cala, suaranya lirih seperti takut ketahuan.
Hail mengangguk. “Tapi jangan bilang ke Mama. Ini rahasia kita, ya?”
Cala mengangguk pelan, menggenggam ponsel kecil itu erat-erat seperti memegang harta karun.
"Coba Cala tekan."
Cala mengangguk lalu menekan tombol yang Hail tunjukan. Setelah Cala menekannya, ponsel Hail berderig dan ia pun mengangkatnya.
"Halo Tuan Puteri."
"Suala papa ada di sini!" seru Cala sambil tertawa girang.
Hail tersenyum melihat Cala yang bisa mengunakan telepon khusus yang ia berikan. Ia mengambil ponsel itu dan menyimpannya lagi di saku boneka kuda poni.
"Simpan di sini, ya Sayang. Dan ingat ini rahasia. Janji?" Hail menyodorkan kelingkingnya pada Cala.
"Em..janji!" seru Cala seraya mengaitkan kelingkingnya.
"Papa ke dapur sebentar ya," ujar Hail saat mendengar suara keras dari dapur.
Pria berkemeja hitam itu mengakah cepat, dia takut terjadi sesuatu pada wanitanya.
"Biar saya yang melanjutkan, kamu mandiin Cala saja," suara berat terdengar dari belakang Evelyn, membuat tubuh wanita itu membeku.
Rahang wanita berdaster itu mengeras, sempat menoleh sekilas tapi kemudian lanjut mengelap kompor yang masih kotor. Hail berjalan mendekat, pria itu sudah sangat siap membantu, dia juga sudah mengulung lengan kemejanya sampai atas siku.
"Eve ... Cala sudah menunggumu," ucap Hail lagi.
Evelyn yang menegakkan punggung yang tadinya menuduk, ia menoleh menatap Hail dengan wajah datar. Hail, tersenyum lebar menatap wanita berdaster itu dengan tengil.
"Lebih baik kamu pulang, saya tidak menerima orang asing," ketus Evelyn tanpa menoleh, suaranya terdengar dingin dan tegas.
Hail melangkah mendekat, tangannya mengenggam tangan lentik Evelyn sedang membersihkan meja. Sontak wanita itu menoleh, mendelik tajam pada Hail. Evelyn menarik tangannya tapi tenaganya kalah kuat.
"Saya bukan orang asing Eve." Hail semakin mendekat, merapat,memerangkap tubuh Evelyn dengan tangannya.
"Kita pernah lebih dekat dari ini Eve, Cala buktinya," bisik Hail. Mata Evelyn melotot, ia mendorong tubuh Hail, sia-sia.
"Harus berapa kali saya katakan, Cala bukan anak Anda!" tegas Evelyn tanpa ragu.
"Dan kamu berharap saya akan percaya?" Hail mendengus geli, wajah keras Evelyn membuat gemas daripada takut.
"Kau!" Telunjuk Evelyn mengacung tepat di wajah Hail yang masih senyum tengil, menatap Evelyn dengan alis naik turun.
"Mama ...mandi." Cala berdiri diantara sekat yang memisahkan ruang tamu dan dapur, satu tangannya masih memeluk boneka paus sambil menentang rambut warna-warni boneka kuda poni. Sementara satu tangan lain mengucek matanya yang sipit
Wajah Evelyn yang tadinya keras, seketika melunak. Tanpa mengatakan apapun Evelyn melangkah pergi begitu saja. Hail mendesah lega, dan tanpa ragu ia pun melanjutkan apa yang Evelyn kerjakan tadi.
Setelah menyelsaikan acara bersih-bersihnya. Hai terdiam di tempat itu, menyandarkan tubuh besarnya di meja semen. Dapur itu cukup kecil, hanya ada satu meja semen yang berlapis keramik tua dan lemari gantung kayu dengan cat yang sudah pudar, engsel yang sudah berderit saat kau membukanya. Tidak ada banyak barang, hanya ada sekotak susu yang sudah sisa setengah, di sudut meja. Sepasang gelas, piring plastik dan sendok- garpu yang bertumpuk, serta teflon kecil yang menggantung. Kompor yang Evelyn gunakan juga sudah berkarat di beberapa sudut. Tak ada lemari pedingin, hanya ada galon dengan pompa manual, sama sekali tidak ada barang merah.
"Bagaimana kau bisa hidup sesederhana ini Eve, apa sebenarnya yang terjadi padamu?"gumam Hail bemonolog pada dirinya sendiri.
Hail mendongakkan kepala, menatap plafon yang kusam kecoklatan. Evelyn yang sekarang berubah seratus delapan puluh derajat dari Evelyn yang dulu. Meski gaya Evelyn berpakaian masih sama sederhana, tapi apa yang wanita itu kenakan sangat jauh berbeda. Dulu Evelyn selalu memakai pakaian bermerk, sedangkan sekarang dia hanya memakai daster lusuh dan pakaian yang Hail yakin harganya tidak lebih dari lima puluh ribu. Apa semua ini ada hubungannya dengan Evelyn yang tiba-tiba, meninggalkan kuliahnya yang baru beberapa semester ia jalani? Apa semua ini karena Hail? Apa karena malam yang tanpa sengaja mereka habiskan waktu itu?
"Lalu kemana semua keluarga Eve? Kenapa dia sendiri? Apa mungkin dia ...." Hail mengetuk ujung telunjuknya ke meja keramik.
Jika memang apa yang Hail pikirkan benar, maka Hail harus bertanggung jawab atas semua penderitaan Evelyn. Semua ini terjadi gara-gara dia.
"Ck .... gue mikir apa sih, semua udah jelas. Cala ada sebagai buktinya, goblok banget sih lo Hail. Gini aja masih mikir," runtuknya sambil mengusap wajah kasar.
"Papa! Cala tantik kan." Cala berlari, lalu memuta-mutar rok tutu yang ia pakai, seolah memarkan betapa cantiknya dia hari ini.
Hail menoleh, gadis kecil bermata sipit itu terlihat segar dengan rambut yang setengah kering, dengan jepitan cinnamonroll favoritnya. Hail menunduk, tangan kekarnya mengangkat Cala dengan mudah.
"Hem ... anak Papa cantik sekali." Cala tertawa saat Hail mencium pipi gembulnya.
Evelyn yang berdiri tak jauh dari mereka hanya bisa menatap diam. Sejujurnya dia senang melihat Cala begitu bahagia dengan Hail. Cala memang butuh sosok seorang ayah, bagaimanapun Evelyn berusaha dia tidak akan pernah bisa memerankan sosok ayah untuk Cala. Namun disisi lain, Evelyn tidak ingin Hail di sini. Dia tidak ingin Hail ikut terseret dalam keruh dunianya, cukup dia saja.
"Cala, aja dia keluar dari dapur. Mama mau masak," ketus Evelyn dengan tatapan dingin yang mengarah ke arah lain.
"Iya Mama. Papa ayo kelual," tutur Cala.
Hail mengangguk, ia pun berjalan keluar dapur sambil mengendong Cala dengan satu lengan besarnya. Hail mengandengan tangan Evelyn saat dia melewatinya.
"Lepasin!" Evelyn menghentakkan tangannya, berusaha lepas tapi tidak bisa.
Hail menoleh sekilas dengan mengedipkan satu matanya. Evelyn yang terpaksa mengikuti langkah. Hail membuat Evelyn duduk dengan paksa di sofa ruang tamu. Setelahnya ia mengeluarkan sarapan yang sudah ia bawa tadi.
"Hole makan coto!" Cala mengangkat kedua tanganya saat Hail membuka mangkok stereofoam yang ia bawa.
dan kalau kamu ragu, mending kamu bicara jujur saja sama hail. apalagi kalau ada sangkut pautnya sama cala. mending bicara in baik2
minimal di sah akan dulu dong omm..
iket Evelyn nya, jangan sampai lepas
mau pergi lagi ?
ga kasihan emang sama cala ?
hail sedang mencari keadilan untuk kamu dan papa kamu
jangan mikir mau pergi dari Hail lagi Eve. sekali lagi egois demi kebahagiaan kamu boleh koq .