Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sore ini Aluna pulang lebih cepat, untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun terakhir ia ingin segera pulang dan menemui ibunya. Untuk terakhir kalinya ia ingin mendapatkan perhatian dari sang ibu. Senyumnya merekah begitu sampai di halaman, ada mobil ibunya yang terparkir di sana. Aluna mempercepat langkahnya.
Ia cukup tahu di mana ibunya di jam-jam seperti ini jika sudah pulang, perlahan ia mendekati ruang kerja sang ibu begitu masuk ke dalam rumah, jari-jari lentiknya mulai mengetuk pintu perlahan hingga menimbulkan pantulan bunyi lirih tapi cukup bisa di dengar di suasana hening itu,
"Masuk,"
Sahutan itu cukup memberi udara dingin pada sore ini, ia tahu apa yang akan ia katakan sore ini, bukan hal yang mungkin penting bagi ibunya, tapi cukup penting bagi dirinya.
wanita paruh baya itu tampak berdiri membelakanginya, ia seperti tengah memeriksa berkas yang berada di atas meja, bahkan tidak berniat menoleh sebentar hanya untuk memastikan kedatangan Aluna, tapi Aluna tidak menyerah.
"Bu, Aluna besok akan menikah."
Mendengar ucapan Aluna, sepertinya wanita paruh baya itu menghentikan kegiatannya, entah bagaimana ekspresi wanita itu karena Aluna tidak bisa melihatnya karena bahkan ia tidak mau memutar tubuhnya hanya sekedar untuk menyapa Aluna.
Aluna menelan salifanya dengan susah payah, kemudian melanjutkan ucapannya, "Kalau ibu tidak keberatan, ibu bisa datang ke pernikahan Aluna besok di kantor catatan sipil."
Cukup lama mereka saling diam, Aluna juga tidak berniat menambahkan lagi, hingga ibu Aluna akhirnya kembali membuka suara
"Kamu sudah tahu jawabannya, jadi tidak perlu menunggu ibu."
Kata-kata itu singkat, tapi begitu sakit seperti pedang besar yang tengah menusuk ulu hati Aluna dengan begitu dalam, bahkan sampai kesulitan untuk bernafas karena perkataan sang ibu.
Dengan sekuat tenaga Aluna mencoba menahan air matanya agar tidak terjatuh, dengan suara serak Aluna kembali bicara, "Baiklah Bu, terimakasih tas jawaban ibu, setelah ini Aluna janji tidak akan menggangu ibu lagi."
Aluna segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu, ia tidak sabar ingin segera menumpahkan air matanya di dalam.kamar. dan yang tidak Aluna sadari, wanita yang tadi pura-pura tegas, saat ini bahkan kehilangan kekuatannya, ia menjatuhkan tubuhnya begitu saja di lantai sembari menangis sesenggukan memegangi dadanya.
***
Tok tok tok
Gadis manis itu tengah mencuci piring di dapur saat pintu kontrakannya di ketik dari luar.
"Siapa sih malam begini bertamu, kayak nggak punya waktu lain aja." keluhnya sembari mengeringkan tangannya dengan lap yang tergantung di dinding dekat tempat cuci piring, ia bergegas menghampiri pintu dan menarik handle pintu.
"Aluna," Tifani begitu terkejut mendapati sahabatnya berada di depan pintu kontrakannya di tengah malam.
"Boleh peluk nggak?" tanya aluna tapi belum sampai Tifani menjawabnya, Aluna sudah lebih dulu berhambur memeluknya.
"Lo baik-baik saja kan?" tanya Tifani mulai khawatir dan Aluna hanya menganggukkan kepalanya tanpa berniat untuk menjawabnya, "Ayo masuk, aku buat mie pedes banget."
***
Tifani begitu terkejut setelah mendengar cerita dari Aluna, "Lo serius????"
Aluna sekali lagi hanya bisa menganggukkan kepalanya,
"Ini lebih dari yang gue harapkan," gumam Tifani lirih tapi masih bisa di dengar oleh Aluna, Aluna mengerutkan keningnya menatap Tifani.
"Memang apa yang kamu harapkan?" tanya Aluna menyelidik.
Tifani menghena nafas, "Tidak sampai menikah ...., gue pikir bisa pacarin bos Lo udah cukup bagus."
"Isstttt ...," Aluna hanya bisa berdesis mendengar ucapan sahabatnya. "Besok Lo temenin gue ke kantor catatan sipil. Gue nggak mau sendiri."
Tifani tersenyum, menunjukkan jempolnya, "Siap,bos."
Bersambung
Happy reading