Gia, adalah gadis yang tidak suka dengan hal berbau ketidakadilan. Hal ini membawa Gia lebih memilih bekerja menjadi staff di sebuah Lembaga Perlindungan Anak, dari pada bekerja di perusahaan papanya. Semua orang termasuk pimpinan LPA tidak suka dengan sifat keras Gia yang kokoh bak semen tiga kodi ini. Hingga sebuah kasus perebutan anak dan KDRT membuat Gia bertemu dengan duda tampan bernama Airlangga.
Kesalahpahaman terjadi, Gia menganggap Airlangga pria jahat karena meminta bantuan pimpinannya. Hingga semua berbalik, Gia dengan sekuat tenaga membantu pria itu untuk mendapatkan hak asuh sang putra.
“Kamu itu bekerja melindungi anak, atau melindungi pria itu? Gia, ini Lembaga Perlindungan Anak, bukan Lembaga Perlindungan Duda!”
Gia hanya diam saat dibentak Rafli atasannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adinasya mahila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Mending Yang Jelas
“Nikah sama gadis muda juga tidak apa-apa, Pa. Apalagi yang perawan. Papa juga tak tidak terlihat tua, masih pantaslah kalau nikah sama kakak tadi.” Zie terus mendorong ayah tirinya untuk menjalin hubungan dengan Gia.
Airlangga semakin mengerutkan dahi, kenapa Zie begitu bersemangat memintanya menikah dengan gadis itu.
“Jangan mengada-ada, Zie. Papa takkan pernah menikah dengan bocil labil,” ujar Airlangga masih mengemudi dan fokus ke jalanan.
Sesampainya di rumah, Zie masih saja membahas soal Gia dan terus berkomentar jika gadis itu cocok dengan Airlangga. Saat makan pun Zie tak berhenti mengoceh untuk mengompori papanya.
“Zie, makan dengan benar dan berhenti bicara!” titah Airlangga karena putri tirinya terus saja bicara.
"Kamu bisa tersedak!"
“Ih … Papa ini dibilangin nggak percaya. Jangan-jangan Papa tidak percaya diri, ya? Mau aku bantu buat deketin kakak itu?” tanya Zie sambil menaikturunkan kedua alis, dia mengabaikan perintah Airlangga untuk diam dan makan.
Airlangga pun geleng-geleng kepala, tak habis pikir kenapa putri tirinya itu sangat antusias menjodohkan dirinya dengan Gia.
***
Sementara itu di rumahnya, Gia erus marah-marah tak jelas di kamar setelah pulang diantar Airlangga. Ia kesal setengah mati dengan tingkah pria itu yang seenaknya.
Gia terus mengomel sampai pembantu yang mendengarnya bingung. Gadis itu bicara, marah, kemudian tertawa sendiri.
“Mbak Gia ini lagi ngapain? Belajar akting 'kah?” Pembantu Gia geleng-geleng kepala karena keheranan.
Pembantu itu berjalan ke arah tangga untuk kembali ke dapur, hingga bertemu dengan Indra yang ternyata baru keluar dari kamar.
“Ada apa, Bi?” tanya Indra karena tadi melihat pembantunya geleng-geleng kepala.
“Itu Tuan, Mbak Gia.” Pembantu menunjuk ke kamar Gia.
“Gia kenapa?” tanya Indra penasaran,
“Mbak Gia dari tadi pulang kerja, di kamar marah-marah, tiba-tiba tertawa, saya jadi merinding,” jawab pembantu sambil mengedikkan kedua bahu.
Indra semakin mengerutkan dahi, pria paruh baya itu kemudian memutuskan untuk melihat sendiri apa yang terjadi ke sang putri. Indra hendak mengetuk pintu, tapi lebih dulu mendengar suara Gia yang sedang marah-marah.
“Memangnya kamu siapa? Sok sekali! Meski aku mengomel sampai pagi pun, tidak akan puas!”
Indra sangat terkejut, mungkinkan putrinya bersama seseorang di kamar. Dia lantas mengetuk pintu, hingga terdengar suara Gia dari dalam yang mempersilakan masuk. Saat membuka pintu, Indra tidak melihat siapapun di sana, ternyata Gia benar-benar sedang mengomel sendiri.
“Kamu kenapa? Papa mendengar dari luar kamu terus marah-marah?” tanya Indra sambil berjalan masuk.
Gia masih bersungut kesal, hingga kemudian menumpahkan kekesalan kepada Indra.
“Papa tahu nggak rekan bisnis Papa itu seenaknya sendiri memperlakukanku!” sungut Gia kemudian melipat kedua tangan di depan dada.
“Rekan bisnis yang mana sih, Gia?” tanya Indra mencoba bersabar menghadapi amarah putrinya.
“Siapa lagi kalau bukan di CEO kecap itu, Papa.”
Indra mengerutkan dahi, hingga akhirnya paham siapa yang sedang dibicarakan putrinya.
“Bukankah Airlangga itu pria baik, bertanggung jawab, dan juga pekerja keras,” ujar Indra membela serta memuji Airlangga.
Mulut Gia menganga saat mendengar sang ayah malah memuji pria yang dianggapnya menyebalkan itu.
“Papa malah berniat menjodohkanmu dengannya, Papa merasa kalau dia sangat cocok untukmu,” ucap Indra kemudian.
Gia terperangah mendengar ucapan sang papa, bagaimana bisa Indra ingin menjodohkannya dengan Airlangga, tentu saja hal itu semakin membuat Gia marah.
“Oh ... tidak! Memangnya stok perjaka di bumi ini sudah habis, hingga Papa ingin menjodohkanku dengan duda!” amuk Gia dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Indra mengulas senyum mendengar amukan putrinya, kemudian dia kembali berkata, “Memangnya kamu tahu pria yang perjaka dan belum bedanya apa? Di luaran sana banyak perjaka yang udah nggak perjaka, mending Airlangga yang sudah jelas statusnya bagaimana.”
Gia semakin geram, kenapa sang papa terus membela Airlangga dan bukannya dia.
“Ah … Papa dan CEO kecap itu sama saja! Bikin panas kepala!” gerutu Gia.
Gia berjalan mendekat ke ayahnya, kemudian meraih tangan Indra dan meminta ayahnya keluar dari kamarnya.
“Lho … lho, Gia. Kenapa Papa diusir?” Indra keheranan karena putrinya bisa semarah itu.
“Papa sama menyebalkannya dengan pria itu!”
Gia mengeluarkan ayahnya dari kamar, kemudian menutup pintu dan menguncinya. Di luar Indra hanya bisa mengedip bingung, sekarang benci, siapa yang akan tahu besok bagaimana.
"Gia, kalau dudanya kaya bisa lah dipikirkan!"
"Bodoamat!"
Ndak usah ngalor ngidul, langsung Des Des Des...