《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
Di mansion Jasper, Nozela atau yang kerap di panggil Ojel itu tengah menonton film disney bersama Aluna, adik William. Ditemani dua gelas jus serta cemilan, mereka tampak asik menonton film kesukaan Aluna itu.
"Kak Liam lama banget sih kak, Luna udah laper nih." Gerutu Luna.
"Sabar elah, baru juga lima menit matiin teleponnya."
Luna kembali menidurkan kepalanya di paha Nozela, dia kembali menonton film itu meski perutnya terasa lapar. Nozela sebenarnya merasa kasihan pada Luna, tapi dari pada terjadi kebakaran dapur di rumah mewah ini lebih baik dia menunggu William saja.
"Nih makan."
Luna membuka mulutnya saat Nozela menyuapinya keripik kentang, mereka lebih cocok menjadi kakak adik jika dibandingkan dengan William.
"Kenapa yang jadi pacar kak Liam bukan kak Ojel aja sih, kenapa harus nenek lampir itu."
Uhuk..uhuk
Luna segera bangkit dari posisi tidurannya lalu mengambil segelas jus dan memberikannya pada Nozela.
"Minum dulu kak."
Nozela dengan cepat menenggak jus itu. Setelah merasa baikan, dia meletakkan kembali gelasnya ke meja.
"Lun, jangan asal ngomong ya. Gue sama abang lo udah sahabatan dari jaman lo belum dicetak, enak aja main suruh kita pacaran."
Luna meringis kecil. "Tapi Luna lebih suka kak Ojel dari pada kak Clarissa, dia itu judes banget nggak kaya kak Ojel."
Seketika Nozela merasa kepalanya mulai membesar karena dipuji adik sahabatnya itu. Dia mengibaskan rambut sebahunya kebelakang dengan gaya centilnya.
"Gue emang sebaik itu dek Luna."
Luna mencebikkan bibirnya melihat kepedan Nozela yang dianggapnya sebagai kakak kedua itu.
"Minusnya jomblo aja sih. Hahaha."
Nozela menatap Luna tajam. "Berani banget lo ngatain gue jomblo ya bocah kemarin sore."
"Hahaha, ampun kak. Geli. Hahaha."
Luna tertawa terbahak-bahak saat Nozela mengelitiki perutnya. Tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi William sudah berdiri di ambang pintu. Dia tersenyum melihat dua gadis beda generasi itu saling bercanda.
"Ehem."
Nozela menghentikan gelitikannya pada perut Lun saat mendegar suara deheman dari belakang. Dia tersenyum saat melihat William datang membawa dua kantong kresek makanan pesanan mereka.
"Ya Tuhan, Luna hampir aja mati kelaparan."
William mencubit bibir adiknya sebelum meletakkan bawaannya ke atas meja.
"Mulutnya." Ucap William.
Nozela mengambil martabak manis pesanannya, dia tersenyum saat aroma manis dan wangi dari martabak itu menguar saat dia membuka bungkusnya.
"Kak Ojel sisain, Luna juga mau." Ucap Luna.
"Belum juga gue makan." Ucap Nozela.
Nozela mengambil satu potong lalu memakannya, dia melirik William yang hanya diam saja sambil memainkan ponselnya. Dengan iseng, Nozela mengarahkan martabak itu ke mulut William.
William menggigitnya dengan ukuran besar membuat Nozela membelakan matanya.
"Tck, gede banget gigitnya." Decak Nozela.
William meletakkan ponselnya, dia menahan tangan Nozela lalu berusaha memakan lagi martabak di tangan Nozela.
"Liam awas. Woyyyy tangan gue kena ludah lo anjir."
Luna tertawa melihat kakaknya yang berebut martabak, sebuah ide muncul dikepalanya. Dia mengambil ponselnya lalu memfoto kedua orang itu.
"Bagi dikit Jel."
"Lepasin dulu Liam."
William melepaskan tangan Nozela, dia menatap wajah cantik sahabatnya yang nampak memerah.
Brigita Nozela, gadis cantik berambut lurus sebahu merupakan mahasiswa semester dua jurusan manajemen di salah satu universitas bergengsi di kota Jakarta Selatan. Nozela atau yang biasa dipanggil Ojel itu memiliki mata yang tajam, dia dikenal dengan sebutan gadis cuek bermulut tajam di kampusnya.
Nozela memiliki sahabat bernama Thalia dan William. William merupakan sahabatnya sejak kecil, namun saat menginjak sekolah menengah hingga sekolah menengah akhir, William pindah ke luar negeri mengikuti orang tuanya dan baru kembali ke tanah air saat memasuki jenjang perkuliahan.
Nozela sendiri merupakan anak tunggal, sedangkan William memilki adik perempuan yang baru sekolah menengah kelas sembilan.
___________
Pagi ini, Nozela pulang ke rumahnya dulu sebelum berangkat ke kampus. Semalam dia menginap di mansion William untuk menemani Luna.
Setelah siap, dia segera turun untuk sarapan. Papa dan mamanya sudah menunggu di meja makan.
"Pagi mah pah."
"Pag sayang. Gimana tidur di rumah calon suami? Betah?" Tanya Andito.
Nozela mendelikkan matanya, dia mengambil roti serta selai cokelat lalu mengoleskannya. Tiara datang membawa tiga gelas susu putih lalu meletakkan di meja.
"Jangan digodain anak gadisnya pah, lihat tuh mukanya merah."
"Ish mamah papah apaan sih? Aku sama Liam cuma sahabatan loh. Lagian Liam juga punya pacar kok." Ucap Nozela sambil memakan rotinya.
"Terus, Ojel nggak punya pacar?" Tanya Tiara.Nozela hanya menggelengkan kepalanya, sebenarnya dia juga sedang dekat dengan teman sekelasnya.
"Udah ah Ojel selesai. Ojel berangkat dulu. Babay." Nozela mengambil tasnya lalu meminum susunya dengan cepat.
"Hati-hati sayang." Ucap Andito.
Nozela hanya mengacungkan jempolnya. Di depan, pak Rahmat sudah menyiapkan mobilnya. Nozela segera masuk dan berangkat ke kampus.
Ting.
Ting.
Nozela melirik ponselnya, pesan dari Leon membuatnya tersenyum. Tak niat membalasnya, dia menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di kampus.
Sampai di kampus, dia pergi ke kantin fakultasnya untuk menemui Leon. Nozela berhenti di ambang pintu kantin saat melihat kerumunan cewek-cewek, dia sudah hafal dengan peringaian itu.
Dengan santai, dia mulai berjalan pelan menuju meja yang penuh dengan cewek-cewek gatal. Dengan bersedekap dada, Nozela berhenti di belakang mereka.
"Ehem." Dehem Nozela keras.
Seketika keributan itu berhenti, mereka kompak menoleh ke belakang dan melihat Nozela berdiri dengan tatapan datar dan tajamnya.
"Bisa minggir sebentar, gue mau duduk." Ucapnya datar.
Mereka mulai berbisik-bisik, sudah bukan rahasia umum lagi mengenai kedekatan Nozela dan Leon sang model majalah yang namanya terkenal di mana-mana.
"Zel, sini sarapan bareng." Ajak Leon.
Kerumunan itu mulai membubarkan diri saat Leon angkat bicara, Nozela kemudia duduk di hadapan Leon.
"Sorry Le lama."
Leon tersenyum. "Nggak papa kok, lo udah sarapan?"
Nozela mengangguk. "Udah kok. Gue temenin lo aja."
Leon merupakan teman sekelas Nozela, mereka dekat sudah lumayan lama. Namun Leon tak kunjung menyatakan perasaannya pada Nozela, yang membuat Nozela seperti jemuran saja, digantung.
Sambil menemani Leon sarapan, Nozela menyempatkan berkirim pesan dengan William. Cowok itu suka random dengan mengirimkan PAP pada Nozela.
Leon memperhatikan Nozela yang senyum-senyum sendiri sambil memainkan ponselnya.
"Chatan sama siapa kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Leon.
"Ini sama Liam, dia random banget tau Le." Jawab Nozela.
Leon langsung mengubah ekspresi wajahnya, dia tak menyukai kedekatan Nozela dan William anak teknik. Karena dibanding sahabat, kedekatan mereka sudah layaknya sepasang kekasih.
"Gue selesai. Ke kelas yuk." Ajak Leon.
Nozela memperhatikan nasi goreng di piring Leon yang masih ada setengah piring. Tak ingin ambil pusing, dia mengiyakan saja ajakan Leon.
Mereka berjalan bersama menuju kelas mereka di lantai lima, dengan sengaja Leon meraih tangan Nozela lalu mengenggamnya.
"Le." Tegur Nozela.
Leon hanya tersenyum dan semakin mengeratkan genggamannya. Sampai di kelas, semua siswa yang melihat itu menyoraki keduanya.
"Gandengan elit, pacaran sulit."
"Mau nyebrang Zel, gandengan mulu."
Nozela menatap tajam teman-temannya, mereka hobi sekali meledeknya dan Leon.
"Sana gih ke tempat lo." Ucap Leon lalu melepaskan tangannya.
Nozela mengangguk lalu duduk di samping sahabatnya yang bernama Thalia.
"Cie, pagi-pagi udah gandengan aja kaya truk." Ledek Thalia.
"Jangan mulai deh Tha."
Thalia hanya tersenyum melihat wajah sahabatnya yang memerah. Namun jauh di lubuk hatinya, ada sesuatu yang mengganjal. Tapi entah apa itu, hanya Tuhan dan Thalia yang tahu.