Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya.  Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut.  ***  "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat.  "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna.  Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 01
Misel dan Karin menatap heran pada sosok Aruna yang mondar-mandir seperti setrika sejak tadi. Gadis itu terlihat berpikir keras. Mereka memang berencana menginap di apartemen tempat Aruna tinggal, seperti biasa menghabiskan malam minggu dengan girls time untuk kaum jomblo. Namun, status Aruna sekarang sudah berbeda. Gadis itu sudah memiliki kekasih sejak kemarin.
Anehnya, wajah Aruna justru terlihat stres bukannya bahagia. Harusnya, moment pertama kali memiliki pacar menjadi sesuatu yang membahagiakan. Tapi, Aruna berbeda.
"Lo kenapa sih, Run?" Misel bertanya malas. Gadis itu asik mengunyah keripik dan menatap layar televisi di depannya. Pemandangan Aruna mondar-mandir jelas membuatnya terganggu.
Aruna menatap keduanya. Gadis itu mematikan televisi dan berjongkok dengan wajah frustasi.
"Harusnya, lo tanya sama Arjuna. Dia yang udah buat gue kaya gini. Dia tuh sadar nggak sih, atau minimal tahu nggak sih cara pacaran gimana?" Aruna menarik napasnya kemudian dihembuskan dengan cepat dan kesal. "Tadi pagi, pas gue ketemu dan mau nyapa---dia udah jalan cepet dan nggak nyapa sama sekali.
Kalau Sisil lihat, gadis itu nggak akan percaya, gue jadian sama Arjuna!"
"Dia kan nggak pernah deket sama cewek, Runa. Hidupnya lurus, cuma pacaran sama buku. Lo juga aneh, ngajak orang kaya dia jadi pacar!" Aruna langsung cemberut mendengar ucapan Karin, tapi benar juga apa yang gadis itu ucapkan.
"Ya udah deh, gue yang maju duluan. Gue ajarin dia jadi cowok romantis, dia bahkan nggak chat gue sama sekali astaga!" Semakin frustasi wajahnya, Misel justru tertawa.
"Syukurin! Gitu-gitu juga selera Sisil. Ternyata lo emang sama Sisil beneran saudara ya? Meskipun beda ibu. Bisa- bisanya, ibu lo berdua suka sama cowok yang sama-- anaknya justru suka sama cowok yang sama juga!"
Aruna berdecak kesal. Malas sekali jika dibilang saudara dengan Sisil. Lebih baik Aruna dibilang sebatang kara, toh mamanya memang sudah tidak ada. Menyisakan perasaan wanita itu pada sang papa.
"Salah sendiri, nyokap dia mau jadi istri kedua. Gue juga bakal rebut cowok yang dia suka!"
Karin menatap sedih wajah Aruna. Kisah hidupnya begitu pelik dan kompleks. Papa Aruna menikah di saat mamanya belum juga mengandung. Wanita itu tidak tahu jika suaminya menikah lagi secara diam-diam. Saat kebenaran terungkap, keduanya tengah mengandung di saat bersamaan.
Mama Aruna memilih meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen. Sejak kecil, Aruna sudah tahu jika dirinya dan Sisil saudara tiri. Kadang kala, papanya mengajak mamanya untuk pulang. Meskipun disana selalu terjadi keributan antara istri pertama dan kedua.
Aruna benci papanya, yang mementingkan istri kedua dibanding dirinya dan sang mama yang saat itu sakit-sakitan. Hatinya terluka parah melihat mamanya yang sering menangis sendirian. Saat ini, semuanya akan Aruna balaskan. Apa yang selama ini membuat mamanya sakit dan terluka, Sisil harus merasakannya juga.
"Lo nggak beneran jatuh cinta sama Juna, kan?" Karin bertanya penasaran. Melihat sikap Aruna yang memikirkan orang lain, biasanya gadis itu akan bersikap cuek.
Aruna menegang di tempat. Rasanya tidak mungkin menyukai lelaki itu. Niatnya hanya menjadikan lelaki itu alat balas dendam. Baiklah, disini Aruna yang diuntungkan. Lalu, Arjuna mendapat apa? Baiklah, Aruna akan bersikap adil. Gadis itu tidak mau jika menerima kebaikan Arjuna secara cuma-cuma.
"Jatuh cinta? Hahaha, nggak mungkin lah! Lagian gue cuma manfaatin dia biar Sisil patah hati." Karin dan Misel tidak ingin menasehati. Keduanya mengetahui bahwa Aruna nyaris gila, karena perasaan dendamnya.
Suara ponsel berbunyi keras menghentikan percakapan mereka. Suara ayam berkokok terdengar nyaring dari ponsel Aruna. Gadis itu suka makan daging ayam, jadi si pecinta ayam sejati pun menjadikan nada dering ponselnya suara ayam.
"Runa, ada yang telfon tuh ponsel lo!" Misel berseru menunjuk ponsel yang tergeletak sembarangan.
Aruna langsung meloncat girang dan bersorak. Namun, gadis itu belum bergerak untuk mengambil ponselnya. Gadis itu justru menatap kedua sahabatnya.
"Gue ramal, yang telfon gue pasti Arjuna. Lagian mana ada baru jadian nggak saling chat, telfon atau video call. Masa dia mau sia-siakan kesempatan lihat wajah gue kan?" Misel dan Karin sontak saling bertatapan mata dan memutar bola matanya malas.
"Run, jangan ngayal ketinggian deh! Lagian gue setuju ucapan Raka sebenarnya, Juna kayaknya cuma nggak tega buat nolak." Misel mengangguk menyetujui ucapan Karin. Aruna melotot garang pada keduanya.
"Bisa-bisanya lo berdua belain si Raka, dia tuh cemburu sama gue. Makanya bilang gitu deh," Aruna mengedikkan bahunya. "Menurut gue, dia tuh suka sama Arjuna nggak sih?!"
Misel langsung melempar bantal sofa ke arah Aruna yang bicara ngawur. Gadis itu beranjak mengambil ponsel sahabatnya, daripada gadis itu hanya mengoceh tidak jelas.
"Bokap lo, Aruna! Bukan Arjuna pacar training lo."
Aruna langsung mengangkat panggilan setelah melirik Misel sinis. Gadis itu memberi isyarat agar keduanya tenang. Padahal, yang sejak tadi rusuh justru Aruna.
"Kenapa pa? Mau kirimin Aruna uang? Kalau iya, tambahin dong." Sambarnya langsung ketika panggilan sudah tersambung. Tidak mungkin sang papa yang sibuk mau menanyakan kabarnya? Mustahil sekali rasanya.
Papanya terdengar menghela nafas panjang.
"Papa tambahin uang, asal kamu jauhin Arjuna."
Wah, pintar sekali rubah cilik itu mengadu dan menggunakan papanya agar mau menurut. Aruna malas drama, yang penting uangnya bertambah banyak.
Gadis itu tidak mau jika uang kerja keras papanya, dinikmati oleh saudara dan ibu tirinya. Aruna tidak sudi, melihat mereka jauh lebih bahagia.
"Oh gitu, gampang. Papa tambahin dulu uangnya sama beliin mobil warna kuning ya?"
Himawan tersenyum puas mendengar anaknya menurut, tumben sekali. Biasanya anak itu sering membangkang dirinya.
"Beberapa hari lagi mobilnya papa kirim, jangan lupa pesan papa tadi!"
"Ingat kok, oh iya papa mau nikah lagi nggak? Samping apartemen ku ada janda cantik, kayaknya satu istri kurang deh----"
Sambungan telfon sudah di tutup dari sebrang sana. Karin dan Misel menatap Aruna heran. Mereka kadang juga takjub dengan Aruna yang tidak lagi marah- marah, gadis itu jauh lebih baik menyindir terus.
"Punya nyali juga lo nyuruh bokap lo nikah lagi?" Misel berdecak kagum.
Aruna tertawa ringan.
"Sengaja, biar mak lampir ngerasain apa yang mama gue rasain. Lagian, kalau papa gue nikah lagi, saudara gue nambah nggak sih?" Karin menepuk jidatnya malas.
Misel menyalakan televisi yang menayangkan horor dengan suara keras. Aruna yang penakut langsung diam dan meloncat duduk di antara kedua sahabatnya. Karin tertawa melihat tingkah Aruna yang berubah.
Suara sebuah pesan singkat mengganggu fokus ketiganya, kali ini ponsel Aruna lagi. Gadis itu membuka pesan dari seseorang kemudian tersenyum lebar, bersiap untuk membalasnya dengan cepat.
"Nggak mungkin kan si Arjuna chat?"
Karin bertanya dengan nada mengejek. Aruna menunjukkan layar ponselnya, terdapat sebuah percakapan dengan seseorang.
+6248
Ini nomor telepon Arjuna
+62903
Gue harap lo nggak ingkar janji
“MAKASIH!
HABIS INI GUE TRANSFER RAHASIA LO AMAN!”
"Siapa?" Misel bertanya penasaran.
Aruna menggelengkan kepalanya. Tidak mau menyebarkan informasi seseorang yang sudah berusaha mendapatkan nomor telepon Arjuna. Mungkin hal mudah jika lelaki itu tidak misterius, namun ini Arjuna. Lelaki yang terlalu banyak diam dan penuh privasi.
"Lo bayar berapa, Run?"
Aruna menunjukkan bukti transfer yang membuat Karin berdecak. Banyak juga uang Aruna ternyata. Mengirimkan uang dalam jumlah lumayan, untuk ukuran anak SMA.
"Lo harus keluarin uang segitu, cuma buat dapet nomor ponselnya. Gue pikir, lo harus dapetin lebih dari itu." Karin si wanita realistis yang di angguki Misel dengan semangat.
"Lah, Arjuna mah emang dasarnya kaya raya. Lo porotin deh uangnya, Run!" Aruna mencubit lengan Misel dengan gemas.
"Mending gue porotin duit papa gue Sel, sebelum duitnya abis di orang lain! Malah rencananya, gue mau ngasih tahu Arjuna rencana gue dan gue bakal bayar dia."
Karin dan Misel sontak tertawa. Aruna ini sepertinya kurang update dengan apapun. Bahkan, kekayaan keluarga Arjuna melebihi keluarga gadis tersebut. Mungkin, Aruna akan di tertawakan oleh Raka jika lelaki itu mendengarnya.
Seorang Arjuna akan dibayar?! Gadis itu pikir, Arjuna lelaki bayaran? Tapi, keduanya membiarkan saja rencana Aruna yang gila. Kalau tidak gila bukan Aruna.