 
                            "Kamu selingkuh, Mas?" 
"Vina, Mas bisa jelaskan! Ini bukan seperti apa yang kamu lihat." 
"Bukan, terus apa? Kamu... kamu berciuman dengan perempuan itu, Mas. Terus itu apa namanya kalau bukan selingkuh?" 
***
"Vina, bukannya kamu mencintai, Mas?"
"Maaf! Aku sudah mati rasa, Mas." 
***
Vina, harus terpaksa pura-pura baik-baik saja setelah suaminya ketahuan selingkuh. Tapi, ia melakukan itu demi bisa lepas selamnya dari suaminya. 
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Vina tentu langsung melepaskan pria yang menjadi ayah dari anaknya. 
Kejam? Tindakan Dimas yang lebih kejam karena menghianati cinta sucinya. Padahal Vina selama menjadi istri tidak pernah menuntut apa-apa, ia selalu menjadi istri yang baik dan taat. Tapi ternyata ia malah diselingkuhin dengan mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iindwi_z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Tatapan Kekecewaan.
Vina baru saja mau melangkah menghampiri suaminya, tapi tangannya sudah ditarik Agam yang ternyata sudah turun dari permainan.
"Bunda mau kemana? Aku mau beli ice cream," tanya Agam, tangannya menarik sang ibu menuju pada kedai ice cream yang sudah ramai dengan pembeli.
Vina mengangguk, dengan berucap pelan. "Iya, tapi tunggu sebentar ya, Bunda mau kesana dulu," Vina terdiam saat sudah tidak mendapati keberadaan suaminya. Anting-anting itu sudah berhenti, dan suaminya sudah tidak terlihat.
Vina menghela nafas berat, tidak mungkin ia mencari suaminya dan mengabaikan keinginan anaknya. Ia di sini karena ingin membahagiakan Agam. Jadi, ia memilih untuk mengikuti langkah Agam alih-alih mencari suaminya.
Mungkin ia akan bertanya nanti? Atau... akan mencari tahu sendiri? Vina belum tahu. Yang jelas, kalau suaminya selingkuh, hidupnya akan benar-benar hancur.
Terus Vina harus kemana? Harus pulang kemana? Ia tidak punya siapa-siapa, ia hanya sebatang kara di dunia ini. Hanya Dimas, suaminya lah rumah untuknya pulang.
***
Vina tersenyum tipis, menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan putranya itu. Walau sebenarnya hatinya sangat gelisah. Bayangan suaminya tertawa dengan perempuan lain. Tawa yang bisanya untuk keluarganya, tapi sekarang untuk perempuan lain.
Vina yang melamun langsung menoleh saat mendengar suara keras anaknya. "Bunda, Bunda kenapa diam saja sih? Bunda dengar tadi aku tanya apa?" Agam terlihat cemberut saat pertanyaan yang terakhir tidak kunjung dijawab ibunya.
Vina tersenyum tapis, air matanya turun tanpa diminta. Jujur, ia tentu sakit melihat tadi, tapi ia tidak ingin memperlihatkan itu pada anaknya. Tapi, nyatanya airmata keluar sendiri.
"Bunda, bunda kenapa menangis? Apa ada yang sakit? Atau, Bunda ingin sesuatu?" tanya Agam dengan khawatir.
Vina menggeleng pelan, berusaha terlihat baik-baik saja. "Bunda enggak apa-apa kok. Tadi, ada binatang yang masuk mata Bunda. Maaf ya, tadi anak Bunda tanya apa?" jawabnya pelan, tidak lupa dengan menyunggingkan senyum.
Agam menghela nafas lega, tangan kecilnya membantun mengusap air mata yang ada di pipi ibunya. "Kita pulang saja ya! Agam juga sudah lelah Bunda."
Vina membawa anaknya dalam pelukannya. Tidak menyangka kalau anaknya sepengertian ini.
Tuhan... tolong kembalikan suamiku seperti sediakala. Aku tidak tega kalau sampai anakku kehilangan ayahnya. Batin Vina.
***
"Kamu mau kemana, Dim?"
Suara itu membuat Dimas mengehentikan langkahnya, menatap perempuan yang dulu pernah menjadi cinta pertamanya. Yang sekarang juga mengisi hatinya kembali setelah pertemuan tidak sengaja itu.
Dimas mengelus pipi Lara dengan lembut. "Maaf, aku harus pulang Ra. Ada istri dan anakku menunggu di rumah."
Mendengar itu Lara tentu marah, tapi ia berusaha untuk menutupi kemarahannya dengan senyumannya. Tubuhnya langsung memeluk pria yang menjadi suami orang itu. "Tapi, aku masih kangen sama kamu Dim. Aku merindukan kamu, kita sudah lama enggak bertemu loh. Dan, sekarang kita ada waktu untuk berduaan, kenapa kamu pulang? Nginep di sini ya."
Dengan pelan Dimas melepaskan tangan Lara, meskipun ia selingkuh, dan tahu itu perbuatan salah. Tapi, ia belum melakukan sampai melewati batas. Hanya, mungkin berpegangan tangan, makan bersama. Apalagi di tenang-tenang mereka ada anak Lara.
Iya anak, Lara adalah seorang janda beranak satu. Anaknya perempuan seusia Agam.
Dengan tatapan lembut, Dimas memberi pengertian untuk pacar gelapnya itu. "Maaf, Ra. Aku sudah seharian sama kamu, kasihan istri dan anakku pasti menungguku pulang. Kapan-kapan aku kesini lagi ya?" bujuk Dimas.
Laras tersenyum tipis dan mengangguk, untuk sekarang ia membiarkan Dimas pulang. Tapi tidak untuk seterusnya, Dimas harus menjadi miliknya. Harus menjadi ayah untuk putrinya. "Baiklah, hati-hati di jalan ya. I love you."
Dimas mengangguk sambil berdehem. "Hmmmm." Dimas tidak bisa menjawab I love you too semudah itu. Karena, ia masih belum tahu apakah ia kembali benar-benar mencintai Lara seperti dulu. Atau hanya rasa suka sesaat saja.
Karena, Dimas tahu kalau ia benar mencintai Lara lagi. Itu akan berpotensi kehilangan Vina dan Agam. Dimas masih belum bisa kalau pergi dari Vina. Vina itu perempuan cantik, lemah lembut. Vina juga masih begitu muda, bahkan kalau ditanya apakah cantikan Vina atau Lara. Dimas tentu akan menjawab dengan lantang kalau istrinya lebih cantik.
Maafkan Mas, Vina. Mas mencintai kamu, tapi mas butuh hiburan.
***
Dimas sampai di rumah pukul setengah sebelas malam, suasana rumahnya sudah terasa sepi. Ia langsung melangkah mencari istrinya. Karena, Vina akan selalu menyambutnya meskipun ia pulang kemalaman. Tapi, malam itu Dimas tidak melihat istrinya, dan di kamarnya juga tidak ada.
Kaki Dimas melangkah ke kamar sang putra, di sana ia melihat istrinya tidur terlelap sambil memeluk Agam.
Perlahan Dimas melangkah keluar, ia tidak ingin menggangu tidur istri dan anaknya. Tanpa Dimas ketahui, kalau sebenarnya Vina tidak tidur. Istrinya itu bahkan masih mengeluarkan air matanya dalam diam.
Vina mendengar mobil suaminya, biasanya ia akan bangun dan berlari untuk menyambut suaminya dengan senyumannya. Tapi, kali ini ia tidak bisa. Vina tidak sanggup untuk tersenyum mengingat suaminya telah membohonginya.
***
"Bunda, buat apa?" tanya Agam, anak berusia lima tahun itu menghampiri ibunya di dapur.
Vina tersenyum melihat anaknya, memintanya untuk menjauh. "Duduk di sana saja, nanti kamu kecipratan minyak!"
Agam mengangguk, duduk di meja makan yang tidak jauh dari dapur. "Bunda masak apa?" tanyanya lagi karena belum mendapatkan jawaban.
Tanpa menoleh Vina menjawab. "Nasi goreng, Agam mau pakai telur ceplok atau pakai sosis, Nak?"
"dua-duanya Bunda..."
Vina terkekeh, karena tanpa ditanya ia akan tahu jawabannya. Sampai ia mendengar suara langkah mendekat, Vina yang tadi tersenyum lebar berubah jadi diam.
"Pagi anak Ayah..." sapa Dimas, mengelus lembut rambut putranya. Setelah itu menatap ke arah istrinya, merasa heran karena istrinya tidak menyapanya, bahkan biasanya Vina akan bertanya mau apa hari ini? Tapi, istrinya itu diam dan tidak menoleh kearahnya.
"Masak apa, Vin?" tanya Dimas, ikut duduk di sebelah anaknya.
"Bunda masak nasi goreng, Ayah!" bukan Vina yang menjawab, melainkan Agam. Pasalnya sejak ayahnya bertanya ibunya tidak kunjung membuka suara.
Dimas tersenyum tipis, jelas ia tahu ada yang tidak beres dengan istrinya itu. Ia ingin langsung bertanya, tapi ia kembali diam saat Agam kembali bersuara.
"Seru banget Ayah, aku naik perahu, naik ayunan yang bisa berputar-putar, terus aku juga main permainan tebak-tebakan, lempar kelereng tapi enggak dapat apa-apa," seru Agam menceritakan apa yang dilakukan semalam dengan ibunya di pasar malam.
Dimas tentu keget mendengar itu, ia tidak tahu kalau istrinya ternyata pergi ke pasar malam semalam. "Vina, kamu pergi ke pasar malam. Kenapa kamu tidak izin sama, Mas?"
Vina berbalik, tidak ada senyuman di matanya untuk suaminya. Hanya ada kekecewaan. "Sudah, aku bahkan sudah mengirim pesan sama kamu, Mas. Aku izin mau pergi bedua dengan Agam, tapi pesannya tidak kamu baca."
Pesan?
Dimas terdiam, karena ia merasa tidak ada pesan yang masuk kedalam ponsel. Atau... jangan-jangan, Lara yang menghapus pesan itu?
"Vina, maaf aku sibuk banget sampai lupa enggak lihat ponsel," bohong Dimas, menatap Vina dengan penuh penyesalan.
Vina tersenyum tipis, dengan tubuh bergetar membuka suaranya pelan. "Hmm, aku tahu kok kalau kamu sibuk, Mas. Sibuk banget sampai tertawa dengan perempuan lain di atas anting-anting."
***
busettt pindah lobang sana sini moga moga tuh burung cepat pensiun dini biar nyaho
bahaya loh kalau kena tetangga ku dah mati dia pipis darah ma nanah terus melendung gede kasihan lihatnya tapi kalau ingat kelakuan nya ga jadi kasihan
aihhh suami mu vin lempar ke Amazon
semoga ntar karmanya persis seperti nama pelakornya "LARA", yang hidupnya penuh penderitaan apalagi dia punya anak perempuan
orang udah mati sekarang