 
            Maaf, Aku Sudah Mati Rasa, Mas
"Mas... malam Minggu nanti, Agam minta ke pasar malam." Vina berbicara dengan nada lembut, berharap suaminya meluangkan waktu untuknya dan Agam putra mereka.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang dipegang, Dimas menjawab dengan enteng. "Aku enggak bisa, Vina. Sabtu aku lembur, dan sepertinya pulang larut malam lagi."
Mendengar itu tentu Vina kecewa. Selama menjadi istri hampir enam tahun, Dimas tidak pernah bersikap seperti itu. Selalu ada waktu untuk istri dan anaknya. Tatapnya juga penuh cinta. Tapi, sudah hampir satu bulan ini suaminya itu berubah. Pulang selalu telat, jarang ada waktu untuk keluarga. Bahkan, ponselnya lebih menarik daripada mendengarkan ceritanya seperti biasanya.
Vina menghapus airmata yang jatuh dengan pelan, ia langsung melangkah menuju di mana Agam berada. Ingin sekali ia bertanya pada suaminya itu. Kenapa sekarang berubah? Kenapa sekarang tidak ada waktu untuk keluarga? Apakah kamu selingkuh?
Tapi semua itu hanya ada di tenggorokan saja. Vina tidak berani untuk bertanya, Vina takut kalau semuanya itu benar.
***
Sabtu di pagi hari Dimas sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Pria itu makan di meja dengan penuh semangat, sesekali bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Meskipun sikapnya berubah, Dimas selalu makan makanan yang disediakan istrinya dengan lahap seperti biasanya.
Vina melihat itu penasaran, setelah meletakkan minuman ia memberanikan diri untuk bertanya. "Kamu bahagia sekali deh, Mas."
Dimas mengangguk, menatap wajah istrinya yang lemah lembut. Cantik, iya cantik. Karena Vina emang cantik meskipun tidak pernah memakai riasan. Hanya, Dimas sekarang tidak bahagia karena itu. Melainkan perempuan lain. Perempuan yang sudah satu bulan ini membuatnya berbunga-bunga.
"Hmmm, sangat bahagia," gumamnya, setelah minum kopi yang selalu disediakan istrinya, setelah itu Dimas langsung berdiri dari duduknya. "Aku pergi dulu, mungkin aku akan pulang malam," pamitnya.
Vina mengangguk, ia berinisiatif mengambil tangan suaminya untuk dicium, karena Dimas sejak tadi diam tidak mengulurkan tangannya.
"Hati-hati, Mas."
"Hmmmm," jawab Dimas langsung pergi meninggalkannya.
Dada Vina terasa sesak saat suaminya tidak mencium wajahnya seperti dulu saat berangkat kerja. Padahal Dimas setiap berangkat kerja, akan membuat basah wajahnya. Bahkan, saat ada Agam putranya yang duduk di depan TV pun sama sekali tidak suaminya toleh.
"Bun..."
Vina langsung menoleh mendengar namanya dipanggil. Bibirnya membentuk senyuman, langkahnya pelan tapi pasti menuju di mana putranya yang berusia lima tahun itu. "Kenapa sayang? Agam mau apa?" tanya Vina sambil membelai lembut wajah Agam.
Anak berusia lima tahun itu menggeleng dengan wajah sedih. "Nanti malam berarti enggak jadi ke pasar malam dong."
Vina tidak kuasa melihat wajah sedih putranya, seketika ia langsung tersenyum. "Jadi dong, kata siapa enggak jadi?" jawabnya dengan tersenyum lebar.
"Kan ayah kerja, terus kita pergi sama siapa dong?"
"Sama Bunda, Agam pergi sama Bunda. Kenapa? Apa Agam enggak mau pergi sama Bunda?"
Agam langsung menghambur dalam pelukan ibunya. Anak seusianya tidak memusingkan harus pergi dengan siapa. Karena tujuannya adalah pasar malam, karena teman-teman sekolahnya sudah pada bercerita kalau sudah ketempat hiburan itu.
***
"Pakai jaketnya, biar enggak kedinginan!" Vina membantu memakai jaket berwarna biru pada sang putra yang terlihat tidak suka dengan jaket itu.
Bibir Agam seketika cemberut. "Coba kalau pergi sama ayah, pasti enggak perlu pakai jaket karena naik mobil."
Vina tersenyum, tangannya mencubit pipi anaknya pelan. "Kan ayah kerja. Dari pada enggak pergi lihat pasar malam kan? Mending pergi sama Bunda kan?"
Agam mengangguk dengan terpaksa. Benar dari pada tidak ke pasar malam kan? Agam pun langsung kembali semangat, ia bahkan langsung menarik tangan ibunya untuk segera pergi ke pasar malam.
Motor matic berwarna biru itu sudah sampai di tepat yang Agam inginkan. Bibir Vina membentuk senyuman lebar melihat anaknya yang begitu antusias. Bahkan ia yang masih mengambil kartu parkir tangannya sudah ditarik-tarik.
"Sabar... pasar malamnya enggak akan pergi kok," kekeh Vina dengan tingkah anaknya .
Agam begitu antusiasnya, apalagi saat melihat suara teriakan anak-anak di sana. "Agam mau naik itu Bun!" Agam menunjuk pada permainan yang seperti perahu, yang bergerak dengan bergitu cepat.
Mata Vina membelalak melihat itu, ia saja selama ini tidak pernah berani naik wahana itu. "Kamu serius mau naik itu? Nanti kepala kamu pusing loh. naik kuda-kuda aja ya!"
Kuda-kudaan? Agam seketika langsung menggeleng, meksipun ia masih berusia lima tahun, tapi ia laki-laki. Merasa tidak cocok naik itu, apalagi saat itu yang ada di sana cenderung anak-anak perempuan. "Enggak mau Bun," tolaknya.
Vina pun mengangguk, ia langsung melangkah di mana wahan perahu itu berada.
"Kamu naik sendiri ya! Bunda tunggu sini," ujar Vina setelah membeli tiket.
Agam mengangguk dengan semangat, lalu ikut mengantri dengan yang lain untuk naik wahana yang pernah temannya ceritakan.
Sambil menunggu Agam, Vina mengecek ponselnya. Berharap ada pesan dari suaminya, karena sebelum berangkat Vina sudah berpamitan pergi dengan anaknya sendirian. Tapi, bibir yang membentuk senyuman itu berubah jadi sedih saat tidak ada balasan dari suaminya. bahkan pesannya saja tidak dibalas.
Sampai... saat Vina mengedarkan pandangannya, ia melihat suaminya dengan perempuan lain. Dimas sedang berada di anting-anting dengan seorang perempuan, juga di tengah-tengah mereka ada anak perempuan seusia Agam yang tersenyum bahagia.
"Jadi ini yang namanya lembur, Mas? Jadi, karena perempuan itu kamu sekarang berubah?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments