Aktivasi Hasrat

Aktivasi Hasrat

BAB 1

"Kamu semakin nikmat, Rissa. Selalu membuat candu." Arya mengerang panjang di atas tubuh yang telah berpeluh itu. Dia melepaskan dirinya lalu mendekap tubuh Rissa.

"Kak Arya, nanti malam mau lagi?" tanya Rissa sambil mengusap pipi Arya.

"Malam ini ada acara penting." Arya semakin mengeratkan dekapannya dan mengecup rambutnya seolah dia enggan menyudahi permainannya. "Aku harus menemani Nadia di acara amal malam ini. Kamu tahu kan, aku akan mencalonkan diri menjadi gubernur akhir tahun ini."

Rissa nampak kesal. Dia akan melepas pelukan Arya, tapi Arya semakin mengeratkan pelukannya dan menciumi pipinya.

"Iya, nanti malam aku akan menemui kamu setelah acara, karena percuma saja Nadia tidak akan pernah memuaskanku di ranjang. Pernikahanku dan Nadia hanyalah sebatas bisnis dan citra publik."

Arya Sentosa sudah hampir lima tahun menikah dengan Nadia Prameswari. Pernikahan mereka tidak berdasarkan cinta namun hanya untuk bisnis. Nadia yang seorang direktur muda di perusahaan Biotek and Holdings, membutuhkan Arya yang saat ini menjadi wakil menteri untuk mempermudah izin penelitian dan berbagai proyek medis yang ditangani perusahaan. Begitu juga dengan Arya, dia membutuhkan citra keluarga sempurna dan juga aliran dana untuk mempersiapkan kampanyenya.

"Mengapa kamu menikahi Kak Nadia kalau sudah tahu dia aseksual? Harusnya kamu menikah saja denganku." Rissa adalah adik tiri Nadia. Dia hanyalah anak dari istri kedua.

Arya tertawa mendengar hal itu. "Rissa, aku masih membutuhkan Nadia. Setelah aku berhasil menjadi gubernur, barulah aku akan menceraikannya dan menikah denganmu. Perusahaan Biotek masih dipegang Nadia. Apa kamu tidak bisa mengambilnya?"

Rissa tersenyum licik. "Tentu saja, aku sudah mempersiapkan sesuatu untuk merebutnya."

"Sempurna! Jika kamu berhasil merebutnya, kita akan menjadi pasangan yang sempurna. Tinggal kita ungkap saja bahwa Nadia adalah wanita tidak normal." Arya kembali mencium bibir Rissa. Ciuman mereka semakin panas, namun terhenti saat ponselnya berbunyi keras.

Arya meraih ponsel itu lalu melepaskan diri dari Rissa. "Ada apa Nadia?"

"Sebentar lagi acara amal akan dimulai. Cepat kamu datang."

"Tunggu 15 menit lagi. Aku akan langsung ke sana." Arya memutuskan panggilan itu lalu kembali menindih Rissa dan menciuminya.

"Euhmm, Kak Arya. Pelan-pelan."

"Rasanya aku tidak bisa berhenti kalau sudah melakukannya sama kamu. Mau lagi dan lagi."

***

Nadia meletakkan ponselnya di meja ruas setelah menghubungi Arya. Dia menatap pantulan dirinya di cermin besar di hadapannya. Riasan wajahnya sempurna, rambutnya ditata dengan presisi, dan gaun biru tua yang membalut tubuhnya memancarkan wibawa seorang perempuan yang nyaris tak tersentuh oleh kelemahan.

"Bu Nadia, apa Pak Arya sudah datang? Acaranya akan segera dimulai," kata asisten pribadi Nadia, Niko. Dia berdiri di dekat Nadia sambil membawa map tebal berwarna hitam. "Saya sudah menyiapkan apa saja yang harus dikatakan di pidato nanti."

Nadia mengambil map itu dan memberi kode pada yang lainnya agar keluar dari ruangan selain Niko. Dia membaca isi pidatonya sepintas lalu mengulas senyum. "Pidato yang sangat menyentuh,” gumamnya datar. “Donasi untuk yayasan yatim piatu, peran sosial, dan citra keluarga harmonis yang sempurna."

Nadia menutup map itu dan memberikannya lagi pada Niko. "Mereka pasti akan bersimpati karena di usia pernikahanku yang ke lima tahun dengan Arya masih belum memiliki keturunan. Bagaimana kita memiliki keturunan kalau tidak pernah melakukannya. Sekarang saja Arya pasti sedang bersenang-senang dengan wanita lain."

Kemudian Nadia berdiri dan menatap Niko yang selalu setia menemaninya sejak dia menjabat sebagai direktur utama. "Siapa wanita yang selalu menemani Arya? Kamu sudah berhasil memasang kamera pengintai."

Niko mengangguk. Dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan hasil rekaman saat ini yang sedang berjalan.

Rahang Nadia mengeras saat melihat Arya dan Rissa sedang melakukannya dengan brutal di atas ranjang. Pelukan erat dan erangan keras membuat emosinya memuncak. Bukan karena cemburu tapi karena wanita itu adalah Rissa, adim tirinya yang selama ini bermuka dua di depannya. "Jadi, selama ini mereka bersama?"

Niko hanya mengangguk pelan. "Iya."

Nadia membanting ponsel itu. "Mereka pasti sedang merencanakan sesuatu. Jika waktunya tiba nanti, aku akan membongkar semuanya. Bukan hanya Arya yang akan kehilangan kedudukan tapi juga Rissa. Dia bisa bertahan di perusahaan karena rengekan ibunya pada Papa, tanpa itu dia bukan apa-apa."

Niko mengambil ponsel yang masih tetap menyala meskipun telah dibanting dan menyimpannya kembali di saku jasnya. "Malam ini, mereka akan bersama lagi. Mungkin Anda bisa menjebak mereka."

Nadia duduk di meja rias dan menatap Niko. "Aku masih membutuhkan nama Arya untuk beberapa proyek besar biotek. Meskipun produk kita tidak pernah gagal, tapi masih butuh nama besar agar bisa masuk ke dalam pasar medis dengan mudah karena targetku setahun ke depan harus menaklukkan pasar internasional juga."

Niko hanya mengangguk. Dia akan keluar dari ruangan itu tapi Nadia menahannya.

"Bagaimana dengan chip itu? Apa Profesor Axel sudah selesai membuatnya?" tanya Nadia.

"Tinggal melakukan uji coba. Jika berhasil, apa Anda benar-benar akan menggunakan chip itu? Chip kali ini berbentuk cairan logam nano yang bisa berevolusi dan bereaksi terhadap emosional secara alami tanpa adanya kontrol alat dari luar. Hanya saja, efek samping belum diketahui pastinya."

Nadia berdiri dan mendekati Niko. Dia menyentuh garis tegas di pipinya dan mendekatkan wajahnya untuk menghirup aroma parfum Niko. Asistennya sangat tampan dengan tubuh yang atletis tapi tidak ada hasrat sedikitpun di dirinya meskipun setiap waktu bersama. "Tidak apa-apa. Aku percaya dengan alat buatan Profesor Axel. Aku tidak mungkin menghabiskan seumur hidupku tanpa merasakan hal itu karena aku sangat penasaran bagaimana rasanya. Pilih waktu yang tepat untuk memasukkan chip itu ke dalam kepalaku. Hanya kamu yang bisa menyetujuinya dan jangan katakan pada siapapun."

"Apa ini demi Pak Arya?" tanya Niko penasaran.

Nadia hanya tersenyum penuh arti lalu mundur beberapa langkah. "Bukan, aku sudah tidak suka pria bekas seperti dia." Kemudian Nadia keluar dari ruangan itu dengan langkah yang anggun dan pandangan lurus ke depan.

Niko masih setia mengikuti Nadia di belakangnya. Bukan hanya sebagai asisten, tapi Niko juga bisa menjaga Nadia seperti seorang pengawal.

Terpopuler

Comments

Ila Lee

Ila Lee

balas perbuat mereka Nadia

2025-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!