Hail Abizar, laki-laki mapan berusia 31 tahun. Belum menikah dan belum punya pacar. Tapi tiba-tiba saja ada anak yang memanggilnya Papa?
"Papa... papa...!" rengek gadis itu sambil mendongak dengan senyum lebar.
Binar penuh rindu dan bahagia menyeruak dari sorot mata kecilnya. Pria itu menatap ke bawah, terpaku.
Siapa gadis ini? pikirnya panik.
Kenapa dia memanggilku, Papa? Aku bahkan belum menikah... kenapa ada anak kecil manggil aku papa?! apa jangan- jangan dia anak dari wanita itu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Es krim
“Aku… bukan Papamu,” ujar Hail dengan hat-hati.
Baru saja kalimat itu selesai meluncur, tangis gadis kecil itu pecah. Keras. Sangat keras. Suaranya menggema, memecah sore yang damai itu, membuat semua kepala menoleh. Beberapa orang yang lewat bahkan sampai sengaja berhenti memperhatikan. Suara tangis yang begitu nyaring sampai terdengar ke area taman, para orang tua saling berbisik. Hail refleks menoleh ke kanan dan kiri, panik.
"Eh, eh, jangan nangis ssst... jangan nangis, kalau nangis terus nanti tenggorokannya sakit. Terus suaranya jadi kayak kenalpot BMW kalau kemasukan air, mbrebet-mbrebet," ucap Hail gugup, setengah berbisik dan setengah merayu, tapi gadis kecil itu malah menangis lebih kencang lagi.
Pak Wahyu, pria tua yang sedari tadi bersamanya, berkerut kening lalu berdecak sambil menggeleng pelan. Kenapa pemuda ini membuat anaknya sendiri menangis.
“Mas, itu anak sendiri kok malah dibikin nangis begitu? Duh, kasihan-"
Belum selesai Pak Wahyu bicara ponselnya berdering keras. ia pun mengambil ponselnya dari saku dan menerima panggilan yang masuk.
"Saya duluan ya Mas, istri saya ada perlu," tukasnya. Tanpa menunggu jawaban, Pak Wahyu pergi begitu saja. membuat Hail melongo.
“Loh… bukan, Pak! Ini—” Hail mengangkat tangannya, ingin memanggil pria itu lagi, tapi suara tangis si kecil menenggelamkan dirinya dalam situasi sulit.
Hail menunduk, kembali menatap anak itu yang masih menggenggam jemarinya erat-erat sambil sesenggukan. Pria dengan kemeja hitam itu mengaruk rambutnya yang tiba-tiba jadi pabrik kutu.
'Situasi macam apa ini Ya Tuhan!' keluh Hail dalam hati.
Entah darimana datangnya mahluk mungil dengan suara bombastis ini, dan tiba-tiba dan memanggilnya dengan sebutan papa. Bagaimana Hail harus menangani mahluk ini, jika saja mobil dia bisa langsung mematikan mesinnya yang meraung. Tapi, mahluk ini tidak ada tombol on-off nya kan? tidak ada kan?
Pria berusia tiga puluh satu tahun itu mengambil nafas dalam. Mencoba tenang dan memikirkan strategi yang tepat. Harus cepat dan tepat sebelum dia diamuk masa, gara-gara dituduh jadi pencul!k anak.
“Eh... sudah diem dulu ya anak manis, ayo tenang dulu. Kita duduk sana, ya?” Hail mencoba tersenyum walau dengan kaku, jujur saja Hail kebingungan dan agak takut.
Perlahan nada tangis gadis itu merendah, dia mengangguk kecil lalu mengikuti Hail. Mereka duduk di bangku tak jauh taman. Hail mengeluarkan tisu dari saku dan menyeka air mata gadis itu dengan gerakan canggung. Hingga gadis berjepit Cinnamonroll itu meringis, karena Hail terlalu memakai tenaganya saat mengusap.
"Sudah kamu jangan nangis terus, lihat matanya jadi makin sipit. Nggak bisa liat nanti," bujuk Hail, pada gadis yang masih sesegukan itu.
"Kalau sipit jelek ya Pa?" tutur gadis itu dengan wajah sedih.
"Eh .. emh, enggak kok. Mata sipit itu lucu, kayak boneka. Tapi kalau kamu nangis kayak tadi, mata kamu bisa bengkak dan membuat mata kamu jadi nggak nyaman. Kamu nanti akan kesulitan buat melihat, jadi jangan nangis lagi ya," tutur Hail menjelaskan.
Gadis mungil itu mengangguk, walau ia tidak sepenuhnya mengerti yang Papanya katakan. Lucu, Boneka dan jangan menangis. hanya beberapa kata itu yang ditangkapnya.
"Kamu tadi belum menjawab pertanyaan saya, siapa nama kamu? Kamu ke sini sama siapa?" cerca Hail. gadis itu memiringkan kepalanya menatap Hail dengan binggung.
"Papa bicala na cepat cekali," tuturnya dengan tatapan yang masih sama.
Hail terkekeh, hais bagaimana dia bisa bicara seperti bicara pada orang dewasa.Gadis itu tersenyum, melihat pria yang ia yakini sebagai papanya tertawa.
'Aku suka tawa papa,' lirih gadis itu dalam hati.
"Nama kamu siapa?" ulang Hail, kali ini hanya satu pertanyaan.
"Papa lupa nama Cala? Mama bilang Papa yang kasih Cala nama, kenapa Papa lupa?"
Telunjuk dan jempol Hail mengurut batang hidungnya. Harus bagaimana menjelaskan pada gadis mungil ini jika dia bukan bapaknya.
"Jadi nama kamu Cala?" tanya Hail setelah lebih tenang.
"Iya Papa. Cala Kenila," tuturnya dengan wajah imut.
“Oke Cala, kamu tunggu orang tua kamu di sini ya. Saya harus segera pulang?” kata Hail, mencoba memisahkan diri perlahan. Ia bangkit dan hendak melangkah menjauh. Tapi belum juga kakinya melangkah, suara gadis itu kembai terdengar berat.
“Pulang ke lumah Mama, ya?” Cala menatap dengan mata merah dan berair, bibirnya melengkung ke bawah siap jebol kapan saja.
Hail menoleh dan terdiam sejenak.
“Enggak... saya pulang ke rumah saya sendiri.”
"Hiks ...hiks. Huaaaa ....!"
Tangis gadis itu kembali pecah, lebih nyaring dari sebelumnya.
Astaga, batin Hail. Ini anak kenapa sih? Siapa mamanya? Di mana orang tuanya? Tuhan tolong lah hamba-MU ini.
"Papa nggak sayang Cala .... Papa pulang ke lumah Cala aja ....!"
"Cala mau Papa!" teriaknya lantang ditengah tangisnya.
“Baik, baik... jangan nangis. Gimana kalau ... kita beli es krim, ya? Kamu suka es krim?” bujuk Hail untuk mengalihkan perhatian anak itu.
Tangis gadis itu mereda seketika. Ia mengangguk pelan, masih terisak tapi sudah mulai tenang.
“Es klim strobeli... yang ada bintik-bintiknya," jawabnya dengan bahu yang masih naik turun sesegukan.
“Baiklah, stroberi bintik-bintik, kita cari es krim yang jerawatan,” Hail bangkit, mengangkat tubuh kecil itu dalam gendongan. Ia tidak ahli dalam urusan anak-anak, tapi gadis kecil ini membuatnya tidak tega.
Mereka berjalan menuju minimarket terdekat. Sepanjang jalan, Hail masih merasa seperti tokoh utama di film yang tidak ia audisi, penuh kejutan, dan sekarang harus membeli es krim serta plester luka untuk seorang anak yang tiba-tiba memanggilnya Papa.
jangan sampai ada cakra ke dua lagi yaa pakk...
kamu pasti bisa membuktikan kalau papa nya evelyn gak bersalah. dia hanya di fitnah seseorang.
aduduh untung bgt ya ada ob lewat bawa mie goreng jadi hail gak lama² deh di luar nya
eh kebetulan yg disengaja nih, ada OB bawa makanan. jadi alasan hail tepat
sudah saatnya hail berjuang untuk mencari kebenaran untuk ayahnya Eve