Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Alice sedang fokus dengan lukisannya, tiba-tiba ponselnya berdering menganggu konsentrasinya. Dia pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meraih ponselnya.
"Nomor tidak di kenal" gumam Alice ketika tidak mengenal nomor yang menghubunginya.
Karena penasaran akhirnya dia pun mengangkatnya.
"Halo, siapa ini" tanya Alice.
"Aku Elena sahabat Lucas, aku ingin bertemu denganmu di cafe xx. Tidak ada penolakan, kamu harus datang jam empat sore nanti" ucap Elena dan mematikan panggilannya secara sepihak.
Alice terkejut dan menatap ponselnya dengan ekspresi bingung. Setelah beberapa saat, dia menghela napas dan kembali menatap kanvasnya yang belum selesai, cat dan kuas berserakan di sampingnya. Namun, kegelisahan yang mendadak itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Diapun kembali melanjutkan lukisannya.
Waktu bergulir begitu cepat, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, Alice pun segera menghentikan Pekerjaannya.
Dengan rasa penasaran yang menggantung, dia memutuskan untuk bersiap dan pergi ke tempat yang ditentukan Elena. Alice berdiri di depan cermin, mengamati wajahnya yang tampak pucat karena kebingungan dan kecemasan. Hatinya berdebar, tidak tahu apa yang diinginkan Elena, sahabat Lucas yang tak pernah ia temui sebelumnya.Kekhawatiran memenuhi pikirannya, menciptakan berbagai skenario yang mungkin terjadi.
"Tuan Zen, saya izin pulang cepat hari ini" pamit Alice.
"Baiklah Alice, hati-hati di jalan" ucap tuan Zen.
Perjalanan menuju cafe itu terasa lama, setiap detiknya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang tak terjawab. Ketika Alice tiba, langit sudah mulai meredup, cahaya sore yang lembut menyinari jalanan.
Sesampainya di cafe dia menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk ke dalam cafe tersebut. Di dalam, cafe itu hangat dan nyaman, namun suasana hati Alice tak kunjung membaik. Dia melihat seorang wanita yang duduk di pojok cafe, rambutnya panjang tergerai, tatapannya tajam mengarah ke pintu. Itu pasti Elena.
Alice mendekat dengan langkah gugup, duduk di hadapan wanita itu yang langsung menatapnya dengan intensitas yang membuat Alice semakin tidak nyaman.
"Tidak perlu takut, Alice," ucap Elena dengan nada yang mencoba menenangkan, tapi masih terasa ada ketegangan. "Ada hal penting tentang Lucas yang perlu kamu ketahui."
"Apa?" tanya Alice gugup.
"Aku mencintai Lucas, dan Lucas pun mencintaiku. kami sudah bersahabat sejak lama" ucap Elena.
Alice masih sedikit gugup namun masih terlihat tenang.
"Oh ya?" Alice bingung harus merespon apa, karena dia sendiri tidak begitu perduli.
"Iya, namun sayangnya kehadiranmu membuat harapan kami pupus" ucap Elena.
Elena mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan. Ekspresi wajahnya menunjukkan campuran rasa marah dan sedih. "Lucas dan aku, kami... kami berencana untuk bersatu, Alice. Tapi, munculnya kamu telah merubah segalanya."
Alice menelan ludah, matanya memandang Elena dengan kebingungan yang nyata. Sejenak, suasana menjadi hening, hanya terdengar suara hembusan angin yang berdesir melalui celah jendela. Kedua wanita itu berdiri berseberangan, terpisah oleh ruang yang penuh dengan ketidakpastian.
"Tapi, nona Elena, aku tidak pernah bermaksud..." suara Alice terdengar serak, matanya mulai berkaca-kaca. Dia merasa terpojok, seolah menjadi penghalang bagi kebahagiaan orang lain.
Elena mengangkat tangan, menghentikan kata-kata Alice. "Tidak, Alice. Ini bukan salahmu. Ini tentang perasaan yang tidak bisa kami kendalikan. Aku hanya ingin kamu mengerti situasi ini." Alice, dengan napas yang berat, menatap lantai, mencoba memproses informasi yang baru saja dia terima.
Hatinya terasa dijepit oleh berbagai emosi; kesedihan, kebingungan, dan sedikit rasa bersalah. "Saya mengerti, Elena," Alice akhirnya berkata, suaranya lemah namun jelas. "Saya tidak ingin menjadi penghalang bagi siapapun. Saya menikah dengan Lucas atas permintaan kakek Anderson"
Elena segera mendekati Alice, tangannya menyentuh bahu Alice dengan lembut. "Tolong tinggalkan Lucas, bilang dengan pak tua kalau kamu tidak mencintainya."
"Maaf, nona Elena. Saya tidak bisa, kecuali Lucas sendiri yang ingin meninggalkan saya" ucap Alice.
Setelah mengatakan seperti itu Alice melangkah menjauh dengan wajah yang tegar, meninggalkan Elena yang terpaku di tempatnya.
Detik berikutnya, air mata mulai menggenangi mata Elena, tangannya masih tergantung di udara seakan ingin menahan Alice namun tak berdaya. Ekspresi wajahnya mencerminkan campuran rasa frustrasi dan rasa sakit yang mendalam.
"Kenapa dia tidak mengerti?" bisik Elena pada dirinya sendiri sambil mengepalkan tangannya.
Dia tahu bahwa perasaannya terhadap Lucas lebih dari sekadar persahabatan, dan melihat Alice yang enggan melepaskan Lucas hanya menambah luka di hatinya. Elena melihat ke arah Alice yang kian menjauh, langkahnya semakin cepat seakan ingin segera melarikan diri dari situasi yang membuatnya tidak nyaman.
Di balik kemarahan yang tersirat dari sorot matanya, Elena tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk merubah keadaan, meski itu berarti mengorbankan persahabatan yang telah terjalin lama dengan Lucas.
Sementara itu, Alice, dengan langkah yang tergesa-gesa, mencoba untuk tidak menoleh ke belakang. Hatinya berkecamuk antara kewajiban dan perasaan yang dia miliki terhadap Lucas. Dia tahu bahwa dia tidak bisa meninggalkan Lucas hanya karena permintaan Elena.
Lucas bukan hanya seorang suami bagi Alice, namun juga cinta yang belum sempat terungkap sepenuhnya. Dari kejauhan, mata Elena masih mengikuti sosok Alice hingga akhirnya menghilang dari pandangan. Elena berdiri di sana, kehilangan kata-kata dan hanya bisa merasakan kekecewaan yang mendalam serta harapan yang pupus tentang masa depan dengan Lucas yang sekarang semakin tak menentu.
"Aku harus menemui Lucas" gumam Elena.
Setelah membayar pesanannya wanita itupun pergi meninggalkan cafe, dan melajukan mobilnya menuju ke perusahaan Anderson.
Dengan gaya angkuhnya Elena melangkahkan kakinya masuk kedalam perusahaan Anderson. Banyak karyawan yang memberika hormat kepada model tersebut, karena mengetahui dia adalah sahabat dari Lucas, CEO perusahaan Anderson.
Jack yang melihat kedatangan wanita itu pun segera menghampirinya, dan mengantarnya menuju ke ruang kerja Lucas.
Ceklek.....
"Tuan ada nona Elena datang" ucap Jack.
Lucas yang sedang mengerjakan pekerjaannya pun segera menghentikannya. Dia mengangkat wajahnya melihat ke arah Elena.
"Elena, ada apa kamu kesini?" tanya Lucas.
Elana melangkah maju dan duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Lucas.
"Lucas, aku kesini ingin meminta tolong kepadamu" ucap Elena.
"Meminta tolong apa?" tanya Luca sambil mengerutkan keningnya.
"Izinkan aku tinggal di rumahmu untuk sementara waktu, apartemenku ingin aku renovasi" pinta Elena dengan penuh harap.
Lucas menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, sambil menimbang permintaan sahabatnya. Untuk saat ini dia sedang tinggal di rumah tua kakek Anderson, ia berpikir tidak ada salahnya jika sahabatnya itu tinggal di kediaman pribadinya dengan Alice.
"Kamu bisa tinggal di rumah pribadiku, tetapi aku tidak bisa menemanimu di sana. karena untuk beberapa hari ini aku dan Alice masih harus tinggal di mansion kakek" tutur Lucas.
Elena tersenyum senang, dia meras rencanya berhasil.
"Tidak masalah, aku sudah terbiasa tinggal sendiri" ucap Elena.
aihhh bikin lah Alice strong woman Thor jangan terlalu myek menyek
hadirkan juga laki² bertanggung jawab, mapan pokoknya impian para wanitalah untuk melindungi Alice