Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Karena desakan Carlo, Reyver tak punya pilihan lain, selain kembali ke Eclipse secepatnya. Meski dengan terpaksa, ia harus tetap mengambil peran dalam pembuatan vaksin yang menurutnya sangat gila itu.
Pusat laboratorium Eclipse ada di salah satu negara di Benua Eropa. Dari Indonesia—rumah keluarga Reyver, butuh waktu sekitar 16 jam untuk tiba di sana. Itu sebabnya Reyver cepat-cepat terbang ke sana, karena waktu di perjalanan saja sudah cukup lama. Carlo adalah tipe orang yang hampir tidak punya kesabaran, menunggu tentu merupakan hal paling memuakkan baginya.
"Baru dua hari kamu di rumah, Rey, kenapa sudah pergi lagi? Tidak bisakah cuti lebih lama?"
Vale—ibu kandung Reyver, tampak keberatan saat melepas kepergian anaknya. Masih ada rindu pada anak bungsu yang menghabiskan waktunya di luar negeri itu.
"Lain waktu ya, Ma. Sekarang ada pasien yang membutuhkan resep obatku, aku tidak bisa mengabaikan itu."
Jelas berbohong. Pasien mana memangnya. Dia saja mengambil cuti cukup lama di rumah sakit, apa lagi alasannya kalau bukan untuk fokus dengan pembuatan vaksin di Eclipse.
"Ya sudah kalau begitu. Hati-hati ya di sana, doa Mama selalu menyertaimu, Nak."
"Iya, Ma."
Reyver tersenyum, lalu memeluk ibunya cukup lama. Dia seakan enggan melepas pelukan itu karena tak tahu kapan lagi bisa melakukannya. Ada hal besar yang akan dia hadapi di Eclipse, yang entah akhirnya akan seperti apa. Mungkin saja, kelak dia tak akan kembali ke rumah itu. Entahlah.
Usai berpamitan dengan Vale, Reyver pamit pada ayahnya—Riu, dan juga kakak kembarnya—Orion dan Olliver. Masing-masing sudah menikah, tersisa Reyver saja yang masih melajang. Sebenarnya dia pun ingin secepatnya membawa Martha ke pelaminan. Namun, lagi-lagi entah karena Eclipse.
"Kak, jaga baik-baik istri dan calon anakmu," bisik Reyver pada Orion.
Kemudian, dia langsung pergi tanpa menunggu reaksi Orion. Walau terkesan sepele, tetapi ada makna mendalam dari kalimat yang ia lontarkan barusan. Namun, lagi-lagi hanya menjadi rahasia. Tak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, selain dirinya sendiri.
_______
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Reyver tiba di negara tujuan. Tanpa membuang waktu lagi, dia langsung masuk ke mobil yang memang diperintah untuk menjemput dirinya di bandara.
"Tuan Reyver, Tuan Carlo sudah menunggu Anda di laboratorium. Saya akan langsung mengantar Anda ke sana."
"Iya." Reyver tidak membantah.
Di laboratorium Eclipse, dia juga punya ruangan pribadi yang lengkap. Pakaian dan kebutuhan lain ada di sana. Jadi, tak masalah meski tak pulang ke apartemennya lebih dulu.
Sepanjang perjalanan menuju laboratorium, pikiran Reyver kembali berkecamuk. Banyak hal yang mengganggu dan membebani, yang semuanya bertumpu pada persoalan di Eclipse.
Setelah satu jam keluar dari bandara, mobil yang membawa Reyver tiba juga di laboratorium Eclipse. Dari luar, bangunan itu serupa mansion mewah dengan luas sekitar tiga kali lipat mansion pada umumnya. Orang luar tak ada yang tahu bahwa di dalam sana ada laboratorium yang digunakan untuk mengembangkan obat dan vaksin ilegal. Cara kerja Carlo Leonardo sangat rapi. Bertahun-tahun bisnis itu berjalan, tetapi tidak sekali pun terendus hukum setempat.
"Di mana Tuan Carlo?"
Satu pertanyaan pertama yang meluncur dari bibir Reyver ketika kakinya sudah memasuki Eclipse.
"Beliau ada di ruangan pribadinya, Tuan."
Tanpa menjawab barang sepatah kata, Reyver mempercepat langkahnya dan menuju ruangan pribadi Carlo. Jika memungkinkan, dia ingin bicara sebentar dengan pria itu. Entah apa nanti hasilnya, Reyver juga tidak berharap banyak. Ibaratnya, mencari jarum di tumpukan jerami. Harapan untuk menuai hasil sangat tipis.
Reyver menarik napas panjang saat tiba di depan ruangan Carlo. Tangan kanan Carlo membukakan pintu untuknya, lalu tanpa mengulur waktu Reyver melangkah masuk dengan berulang kali menahan napas.
"Kukira kau lupa jalan kembali, Rey."
Carlo tersenyum menyeringai, sambil melayangkan tatapan tajam dan dingin, mengikuti gerak Reyver yang mengambil tempat di hadapannya.
"Maaf, Tuan, kemarin ada acara keluarga. Jadi, saya tidak bisa langsung pergi."
Carlo tersenyum lagi. Lantas, membuang puntung rokoknya ke dalam asbak. Sambil mematikan api di ujung batang nikotin itu, Carlo bicara pelan tetapi tegas.
"Baguslah jika benar itu alasanmu. Reyver ... tampaknya kau masih ingat dengan baik apa konsekuensinya jika keluar dari Eclipse."
"Saya masih ingat, Tuan. Saya tidak akan melupakan itu," sahut Reyver sambil tersenyum meski sebenarnya sudah muak.
Carlo tertawa. Terdengar menyebalkan di telinga Reyver. Namun, lagi-lagi dia hanya menyimpan sendiri rasa kesalnya.
"Bagaimana kabar kakak iparmu? Kau sudah menyuntikkan obat itu padanya?" tanya Carlo.
"Sudah, Tuan. Dan seharusnya ... dia beserta bayinya akan baik-baik saja."
"Bagus. Obat buatan kita memang tidak diragukan lagi, kan?" Carlo kembali tertawa.
Sementara Reyver hanya tersenyum tipis.
"Jadi, apa di pikiranmu masih ada keraguan untuk melanjutkan penelitian terbaru kita?" Carlo menatap penuh selidik, seolah paham bahwa Reyver akan menentang rencananya.
"Target kita kali ini terlalu tinggi, Tuan. Jika gagal, Eclipse akan kehilangan banyak dana. Jika berhasil ...."
Carlo tersenyum miring. "Kenapa?"
"Sama saja kita menentang kodrat, Tuan. Jangka panjangnya akan sangat buruk."
"Kau peduli itu?"
Reyver terdiam. Tatapan dan nada bicara Carlo mulai diselimuti emosi. Reyver harus ekstra hati-hati dalam menghadapinya.
"Kau munafik, Reyver!" Carlo bangkit dan berdiri sambil menumpukan tangannya pada tepian meja. Lantas, menatap Reyver dengan lebih tajam. "Saat kakakmu sekarat, kau sampai lembur berhari-har untuk membuat obat agar kakakmu selamat. Kau sampai mengorbankan satu nyawa untuk uji coba obat itu. Kau pikir itu apa jika bukan melawan kodrat?" lanjutnya.
"Saya hanya berusaha menyelamatkan kakak saya, Tuan. Saya—"
"Aku juga hanya menyelamatkan hidup. Dunia ini terlalu indah, sayang sekali jika kita mati!" potong Carlo.
"Tapi, Tuan, jika vaksin tersebut kita jual, akan berapa banyak orang yang tidak mati. Dunia akan penuh sesak jika kelahiran dan kematian tidak seimbang."
"Lalu kenapa? Dengan Eclipse, kita bisa mengatur kematian orang. Siapa yang berhak hidup, siapa yang berhak mati, semua tergantung Eclipse."
Tenggorokan Reyver langsung menciut, bahkan ludah pun sampai sulit ditelan. Ternyata ambisi Carlo lebih gila dari yang ia bayangkan. Carlo tak hanya menginginkan kehidupan abadi untuk diri sendiri atau orang-orang sekitarnya. Namun, dia juga punya ambisi untuk mengatur dunia.
Tidak! Reyver tidak akan tinggal diam. Dia harus melakukan sesuatu untuk menggagalkan rencana Carlo.
Namun, benarkah dia sanggup?
Bersambung...