Semua orang di sekolah mengenal Jenny: cantik, modis, dan selalu jadi pusat perhatian tiap kali ia muncul.
Semua orang juga tahu siapa George: pintar, pendiam, dan lebih sering bersembunyi di balik buku-buku tebal.
Dunia mereka seolah tidak pernah bersinggungan—hingga suatu hari, sebuah tugas sekolah mempertemukan mereka dalam satu tim.
Jenny yang ceria dan penuh percaya diri mulai menemukan sisi lain dari George yang selama ini tersembunyi. Sedangkan George, tanpa sadar, mulai belajar bahwa hidup tak melulu soal nilai dan buku.
Namun, ketika rasa nyaman berubah menjadi sesuatu yang lebih, mereka harus menghadapi kenyataan: apakah cinta di antara dua dunia yang berbeda benar-benar mungkin?
Spin off dari novel Jevan dan Para Perempuan. Dapat di baca secara terpisah 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Jenny dan George
Vegas Valley Prep merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas yang terkenal di kota Las Vegas. Sekolah biasanya di mulai pada bulan Agustus sekitar tanggal 11, tetapi di akhir bulan Agustus seorang murid baru datang. Murid baru itu bernama Jenny.
Ketika guru wali kelas yang bernama Miss Tara Berry mempersilahkan Jenny untuk masuk ke dalam kelas, seluruh murid di kelas di buat terpana oleh kehadiran Jenny yang terlihat mencolok dan berbeda dengan murid-murid lain. Ia juga memakai baju seragam seperti yang lain, tetapi baju seragam yang di pakai olehnya ukurannya di ubah menjadi lebih kecil dan pas di tubuhnya, sehingga menampilkan lekuk tubuhnya yang langsing. Rambutnya yang berwarna pirang dan panjang, tergerai jatuh di bahu seperti kain sutra yang licin. Tetapi ada satu hal yang paling mencolok dari penampilan Jenny di hari pertama sekolahnya, yaitu sepatu.
Jenny memakai sepatu bot panjang berwarna putih yang tinggi haknya mencapai 10 cm. Padahal peraturan di sekolah itu tidak memperbolehkan para siswinya memakai sepatu dengan hak melebihi 5 cm. Semua orang yang berada di dalam kelas melongo karena terkejut melihat penampilan Jenny yang terbilang berani di sekolah yang terkenal elite dan memiliki peraturan ketat tersebut.
"Miss... Jenny, itu kan namamu?"
"Iya miss, namaku Jenny. Hanya Jenny"
"Hanya Jenny?"
"Iyups"
"Tolong jawab dengan benar!"
"Iya miiiiss!"
"Sopan sedikit, Jenny!"
"Maaf, miss"
"Valley Prep adalah salah satu dari beberapa sekolah terbaik yang ada di kota ini dan kami memiliki beberapa peraturan yang harus kamu pahami mulai dari tata cara berpakaian dan bersikap. Tapi melihat dari penampilan dan cara kamu bersikap sangat bertentangan dengan peraturan yang ada di sekolah ini. Tapi karena ini hari pertamamu di sekolah, aku akan memberikan keringanan. Anak-anak, perkenalkan ini Jenny"
"Hai Jenny!"
Yang menjawab sebagian besar adalah murid laki-laki, kecuali satu murid yang duduk di sudut ruangan yang tadi hanya melirik sekilas ketika Jenny masuk ke kelas. Setelah itu ia kembali sibuk dengan buku yang sedang di bacanya. Di sebelah pria itu terdapat satu-satunya bangku kosong yang ada di kelas itu.
"Well, Jenny. Sepertinya bangku yang tersisa adalah bangku yang dekat dengan George. Jadi silakan duduk di sana"
"Baik miss"
Miss Tara Berry menggelengkan kepalanya ketika melihat Jenny berjalan sambil menggoyangkan pinggulnya menuju bangku yang akan ia duduki. Anak ini perlu mendapatkan pengajaran ekstra soal tata krama dan sopan santun. Miss Berry mendapat firasat kalau ia akan selalu memerlukan obat sakit kepala tiap kali ia berhadapan dengan Jenny.
Setelah duduk di bangkunya, Jenny menoleh ke arah George yang tadi namanya sempat di sebut oleh miss Berry.
"Hei culun, senang berkenalan denganmu"
"Dengar ya Jenny, namaku bukan culun, jadi berhenti memanggilku seperti itu. Aku juga akan minta kamu supaya jangan ganggu aku lagi karena aku tak butuh teman seperti kamu"
Jenny agak sedikit terkejut dengan ucapan George yang ketus dan tidak bersahabat. Tapi ia mencoba untuk menghiraukannya dan tak menunjukkan rasa terkejutnya di depan George.
"Hmm... Baiklah. Aku juga ga butuh teman seperti kamu kok, jadi aku akan penuhi permintaan kamu"
"Baguslah kalau begitu"
Sejak saat itu, mereka mulai saling acuh dan tak menghiraukan satu sama lain. Kebetulan mereka juga hanya satu kelas di pelajaran miss Berry saja. Selain itu mereka jarang bertemu lagi.
***
Jenny seharusnya masuk sekolah bersama Louisa di tanggal 11 Agustus, tetapi ia yang malas untuk datang ke sekolah. Ia merasa sekolah itu tidak penting karena ia sendiri sudah tahu masa depannya akan seperti apa. Louisa adalah tetangganya. Mereka tinggal di satu kompleks rumah susun yang kumuh di belakang panggung pertunjukan yang bernama La Femme yang di pimpin oleh seseorang bernama Nino.
La Femme merupakan tempat pertunjukan yang menampilkan para penari berpakaian serba minim dan heboh yang biasa di sebut show girl. Salah satu show girl di pertunjukan itu adalah Pixie, ibu dari Jenny. Ibu dari Louisa bernama Chelsea. Hanya ada tiga anak dari rusun tersebut karena para show girl yang lain tidak memiliki anak. Selain Jenny dan Louisa, ada juga seorang anak laki-laki yang bernama Jevan yang usianya lebih tua empat tahun dari Jenny dan lebih tua tiga tahun dari Louisa.
Walau dari luar mereka terlihat seperti anak-anak remaja lainnya, tetapi sebenarnya hidup mereka tidak seperti anak-anak lain. Keadaan itu membuat mereka menjadi dekat dan sudah seperti saudara walau tidak sedarah.
Jenny pulang bersama Louisa dengan langkah gontai. Baru hari pertama di sekolah tapi rasanya sudah menyebalkan baginya.
"Relax, Jen. Setidaknya kamu sudah mulai punya banyak penggemar"
"Iya, kecuali satu si cowok culun menyebalkan yang duduk di sebelahku"
"Siapa namanya?"
"Entahlah siapa namanya, aku lupa. Ga penting juga sih"
Jevan yang baru saja pulang bekerja lalu mampir ke rumah Louisa.
"Hei Jen, gimana hari pertama kamu di SMA? Menyenangkan kan?"
"Menyebalkan, Jev. Baru masuk kelas aku sudah di omelin sama wali kelasku karena aku ga pakai seragam yang sama seperti yang lain"
Louisa lalu menimpali ucapan Jenny.
"Tapi aku rasa itu tak seberapa di banding dengan sepatu botmu yang mencolok, Jen"
"Aku ga ngerti deh, apa yang salah sih sama sepatu bot yang aku pakai. Padahal aku belinya mahal loh itu"
"Wait a minute, maksudnya kamu tadi ke sekolah pakai sepatu bot putih kesayangan kamu itu, Jen?" Tanya Jevan kepada Jenny.
"Iya, yang itu. Emang kenapa, Jev?"
"Oh noo... Jenny... Pantesan aja kamu di omelin sama wali kelas kamu. Please lain kali jangan pakai sepatu itu lagi karena pastinya tak sesuai sama peraturan sekolah"
"Emang sejak kapan kamu patuh sama peraturan sekolah, Jev? Kamu sendiri kan ga lulus SMA"
"Aku kan lagi nyusul sekolah juga kayak kalian. Tapi Rafe benar, sekolah itu penting walau sepertinya kita ga punya kesempatan untuk memakai ijazah sekolah kita untuk cari pekerjaan, tapi sekolah itu penting. Kalau waktu bisa di putar, aku juga mau sekolah lagi kayak kalian supaya bisa mengalami masa normal remaja walau cuma pas di sekolah aja"
Rafe bisa di bilang adalah rekan kerja Jevan. Ia tinggal di New Orleans dan bekerja di sana. Tetapi sesekali mengambil cuti untuk datang ke Las Vegas dan bekerja sama dengan Jevan untuk mencari penghasilan tambahan. Sampai saat ini tak ada yang tahu pekerjaan apa yang telah di lakukan oleh Jevan dan Rafe, yang jelas mereka menghasilkan banyak uang dari pekerjaan tersebut hingga Jevan bisa menyekolahkan Jenny dan Louisa di salah satu sekolah terbaik yang ada di Las Vegas.
"Lagian kamu ngapain sih Jev sampai mendaftarkan kita ke sekolah mahal itu? Padahal kita sih di daftarin ke sekolah biasa aja udah cukup. Toh aku juga ga begitu suka belajar" Ucap Jenny.
"Bertahanlah Jen, sampai kamu lulus. Bisa ya? Sekolah kalian memang mahal, tapi aku akan selalu usahakan yang terbaik untuk kalian"
"Oh Jev ... "
Jenny dan Louisa menyahut bersamaan karena merasa terharu mendengar ucapan Jevan yang tulus menyayangi mereka berdua seperti adik sendiri. Setelah itu Jenny dan Louisa memeluk Jevan dengan erat.
"Terima kasih, Jev. Kamu memang kakak terbaik untuk kita"
"Sama-sama, sisters" Ucap Jevan. Setelah itu terdengar langkah kaki dari arah ruang tamu. Lalu orang yang baru masuk itu bersuara.
"Ah, kalian bertiga berpelukan ... Manis sekali ... Apakah aku boleh ikutan?"
"Oh, hei mom ... "
Ternyata yang datang adalah Chelsea, ibu dari Louisa. Jevan yang melihat kedatangan Chelsea lalu melepaskan pelukannya pada Jenny dan Louisa. Wajahnya terlihat tegang dan itu membuat Jenny dan Louisa menjadi heran ketika melihat ekspresi Jevan yang seperti itu.
"Ada apa, Jev? Kamu terlihat tegang"
"Tidak apa-apa, Lou. Kalau begitu aku pulang dulu ya"
"Tunggu, jangan buru-buru ... "
Louisa tak bisa melanjutkan ucapannya karena Jevan sudah terlanjur pergi bahkan tanpa pamit kepada Chelsea. Itu membuat Louisa dan Jenny saling memandang dengan heran karena mereka tak mengerti kenapa Jevan seperti itu.