NovelToon NovelToon
Bisikan Hati

Bisikan Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Matabatin / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: DessertChocoRi

Terkadang orang tidak paham dengan perbedaan anugerah dan kutukan. Sebuah kutukan yang nyatanya anugerah itu membuat seorang Mauryn menjalani masa kecil yang kelam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DessertChocoRi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1- Suara yang tak pernah diam

Hujan pertama yang turun pada malam kelahiran Mauryn menjadi penanda. Langit desa itu kelabu, di sambar guruh yang seakan tak sabar menyatakan keberadaannya.

Orang-orang di kampung kecil di kaki bukit itu percaya, setiap anak yang lahir membawa pertanda dan pertanda yang datang bersama Mauryn bukanlah yang baik.

Bayi itu lahir dengan tangisan panjang, bukan sekedar tangis lapar atau tangisan rindu pelukan ibu. Tangisannya pecah-pecah, terputus lalu tersambung, seakan ada sesuatu yang menekan dada bayi mungil itu.

Bidan yang membantu persalinan itu menatap bingung, lalu ia berbisik lirih

“Seakan-akan ia mendengar sesuatu”

Ibu Mauryn seorang perempuan sederhana bernama Larasati, tidak memperhatikan hal itu. Baginya anak adalah karunia, tetapi malam itu bahkan sebelum Mauryn membuka matanya, orang-orang yang berkumpul di luar rumah sudah berdesis.

Mereka melihat kilat yang membelah langit bersamaan dengan tangisan bayi. Mereka mendengar angin menumbuk jendela dan genteng, seakan marah. Bagi mereka semua itu bukan kebetulan.

Mauryn tumbuh dengan mata yang terlalu tajam untuk anak seumurannya. Mata hitamnya sering menatap lurus ke arah orang dewasa, membuat banyak dari mereka merasa tak nyaman.

Ia jarang rewel, jarang menangis tanpa sebab. Namun saat usianya 3 tahun ‘keanehan’ itu mulai nyata.

Suatu sore, ketika tetangga mereka datang membawa buah tangan, Mauryn yang sedang duduk dipangkuan ibunya tiba-tiba berkata polos.

“Kenapa bibi bilang buah ini manis, padahal di hati bibi bilang”

“ah, kasih saja sisanya, toh mereka orang miskin”

Suasana seketika beku, sang tetangga seketika tercekat, wajahnya pucat pasih. Ibu Mauryn menepuk bahu anaknya, berusaha menutupi dengan tawa gugup.

Namun kabar itu sudah menyebar lebih cepat dari pada angin. Esoknya hampir seluruh kampung tahu bahwa anak kecil Larasati bisa mengucapkan isi hati orang.

Awalnya orang-orang hanya menertawakan.

“Paling cuma anak kecil berkhayal”

Tapi semakin lama semakin sering Mauryn mengulang isi hati mereka dengan tepat. Bahkan hal-hal yang sangat rahasia, yang tak pernah berani mereka ucapkan.

Seorang laki-laki yang suka berjudi pernah bertandang ke rumah Larasati. Ia tersenyum ramah, berkata hendak meminjam uang untuk biaya anaknya sekolah. Mauryn yang baru berusia 5 tahun, menatapnya lama lalu berkata

“Om tidak mau bayar sekolah. Om mau pergi ke rumah judi. Om janji tidak akan kalah kali ini. Tapi di hati om sendiri bilang akan kalah lagi”

Lelaki itu tersentak, lalu berlari pergi tanpa kata. Sejak itu, ia tak pernah kembali. Tetapi desa mulai resah, apa yang semula di anggap keisengan bocah, kini terasa menakutkan.

Mereka mulai menjauhi Mauryn, anak-anak sebayanya dilarang bermain dengannya. Orang tua mereka berbisik-bisik, menyebutkan anak kutukan, titipan makhluk gaib. Bahkan ada yang mengatakan ia adalah jelmaan roh yang sengaja diturunkan untuk mengusik ketenangan kampung.

Mauryn yang masih belia tidak mengerti mengapa tatapan mata orang dewasa berubah tajam setiap kali ia lewat. Ia hanya tahu bahwa suara-suara itu tidak pernah berhenti.

Bisikan yang bukan bisikan telinga, melainkan bisikan hati. Ia mendengar ketakutan, kebohongan, niat busuk, juga harapan rapuh yang dipendam orang-orang.

Malam-malamnya sering ia habiskan dengan menangis.

“Ibu, kenapa aku bisa mendengar kata-kata aneh itu?”

“Kenapa mereka bilang aku kutukan?”

Tanya Mauryn suatu kali, ketika hujan deras kembali turun, mengingatkan pada malam kelahirannya.

Larasati hanya bisa memeluk anaknya dengan erat.

“Kamu bukan kutukan nak, kamu karunia”

“Hanya saja dunia tidak selalu mengerti pada sesuatu yang berbeda”

Namun, kata-kata lembut tidak cukup melindungi Mauryn dari pandangan tajam masyarakat.

Saat usianya 7 tahun, terjadi peristiwa yang membuat jarak antara dirinya dan dunia semakin jauh. Di sebuah hajatan, Mauryn duduk dipojok menonton orang dewasa bercakap-cakap.

Seorang laki-laki tampak duduk bersama istrinya, tersenyum ramah, seakan pasangan bahagia. Tapi suara hati laki-laki itu terdengar jelas di kepala Mauryn.

“Perempuan di rumah ini hanya beban. Hati ini sudah milik orang lain, wanita dikota yang lebih cantik”

Tanpa sadar Mauryn mengulang kalimat itu dengan polos, lantang ditengah keramaian. Tawa, musik, dan suara obrolan seketika terhenti. Istrinya menoleh dengan wajah pucat, tamu-tamu berbisik, dan lelaki itu berdiri dengan marah, menuding Mauryn sebagai pembohong.

Namun beberapa bulan kemudian, semua orang tahu ucapan Mauryn benar adanya. Lelaki itu benar-benar meninggalkan istrinya demi perempuan lain.

Bagi orang-orang kampung, kebenaran itu bukan alasan untuk menerima Mauryn. Justru semakin menegaskan bahwa ia adalah ‘anak yang membuka aib’.

Mereka percaya, anak kecil seharusnya tidak tahu rahasia orang dewasa, kecuali ia punya hubungan dengan dunia gaib.

Mauryn semakin terasing, ia berjalan ke sekolah sendirian, duduk di bangku paling ujung, dan sering pulang dengan luka kecil akibat gangguan teman-teman yang takut sekaligus benci padanya.

Guru-gurunya pun ragu mendekat, takut kalau-kalau bocah itu bisa membongkar isi hati mereka juga.

Di dalam kesepian itu Mauryn sering duduk menatap langit. Ia membayangkan dirinya seperti burung kecil yang ingin terbang tinggi, menjauh dari segala bisikan.

Tapi suara itu selalu ada di mana pun ia berada. Kadang ia menutup telinganya dengan tangannya, tetapi suara orang-orang menembusnya.

Hanya ada satu saat di mana ia merasa damai, ketika berada disamping ibunya. Hati Larasati adalah suara yang paling ia kenal. Tidak ada dusta, tidak ada niat buruk.

Hanya cinta, kekuatan, dan doa-doa panjang agar anaknya bisa bahagia. Suara itu, bagai nyanyian lembut yang meredam kebisingan dunia.

Namun, dunia luar tidak berhenti menekan. Suatu malam, ketika batu dilempar ke atap rumah mereka. Suatu hari ketika orang menutup pintu rapat-rapat saat Mauryn lewat. Bahkan keluarga besar Larasati pun mulai berjarak, takut menanggung aib yang melekat pada bocah itu.

Mauryn belajar untuk diam, ia tidak lagi mengulang isi hati orang dengan lantang. Ia hanya mendengar, menahan, dan menyimpannya dalam hati. Tapi semakin ia menahan semakin sesak rasanya.

Suatu malam, ia berbisik pada ibunya

“Kalau aku benar kutukan, apa aku harus pergi bu, supaya mereka tidak marah lagi?”

Air mata Larasati jatuh tanpa suara, ia menggeleng memeluk anaknya erat.

“Jangan pernah berpikir begitu nak, kamu bukan kutukan”

“Kamu adalah cahaya, suatu saat nanti kamu akan tahu mengapa Tuhan memberi telinga yang bisa mendengar hati manusia”

Kata-kata itu tersimpan dalam ingatan Mauryn, ia tidak benar-benar mengerti tapi ia percaya ibunya.

Namun, jauh didalam dirinya ada luka yang perlahan membesar. Luka karena ia berbeda, luka karena dunia menolak kehadirannya, luka karena suara hati orang lain selalu lebih nyaring dari pada suaranya sendiri.

Dan dari luka itu lah, Mauryn mulai di tempa menjadi seseorang yang akan berbeda dari kebanyakan manusia.

Bersambung…

Selamat datang di karya baru aku lagi, semoga karya baru ini bisa di sukai banyak orang 🥰

Jangan lupa like dan komennya yah biar othor semangat terus 🫰🏻

1
Anonymous
Semangat thor
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Hai hai.. terimakasih sudah mampir, tunggu update selanjutnya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!