Di khianati adik tiri dan pacar nya, Airin langsung memilih seorang Pria secara acak hari itu. Tanpa ia tahu, Pria itu adalah seorang narapidana yang sedang menghadiri sebuah acara penting. Airin pun terjebak. Ia tak bisa menghindar dan terpaksa menikah dengan laki-laki itu.
Bagaimana kah kehidupan Airin setelah menikah dengan seorang narapidana? Akan kah ia bertahan atau kah ia harus menyerah?
Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan komentar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Airin ternyata berada di tempat pemakaman. Ia saat ini, sedang terdiam di depan makam Ibu kandungnya. Entah lah. Ia tak tahu harus melakukan apa di sana.
Sudah sejak beberapa jam lalu ia hanya terduduk dan diam. Tidak ada satupun yang tahu Airin ke sana. Hingga tiba-tiba saja hujan pun turun.
Sementara hujan turun begitu deras nya, Airin. Masih saja bengong di sana. Ia sama sekali tak peduli dengan hujan yang begitu deras.
"Apa kamu sengaja cari ma-ti, supaya tidak perlu menikah dengan ku?"
Suara seram itu sangat di kenal oleh Airin. Leo ternyata sudah berada di samping nya. Airin berusaha melihat pria itu dengan bersusah payah. Karena air hujan terus membasahi nya.
"Kamu ke sini mau ngapain? Apa tidak bisa kamu memayungi ku supaya tidak basah?" Airin malah kesal. Ia kira, bakal seperti adegan di drama-drama yang ia tonton. Ternyata Leo sama sekali tidak membawa payung.
"Jangan terlalu banyak berkhayal. Aku bukan ahli cuaca yang tahu kapan akan turun hujan. Ayo kita pulang. Sebentar lagi malam dan jalanan di sekitar tempat ini licin."
Dengan kesal, Airin pun bangun dan mengikuti Leo dari belakang. Leo itu, benar-benar tidak romantis. Airin bahkan di biarkan jalan sendirian di belakang tanpa dituntun.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di mobil milik Airin. Hanya ada mobil nya saja di sana. Airin pun heran. Dengan apa Leo pergi ke sana.
"Apakah kamu benar-benar paman Leo? Apakah kamu bukan hantu?"
Tuk
Dahi Airin di ketuk oleh Leo. Calon suami nya Airin itu langsung menyuruh Airin masuk ke dalam mobil.
Leo menyetir dan Airin duduk di samping nya. Airin kedinginan karena tidak membawa pakaian ganti. Alhasil, mereka harus mematikan pendingin yang ada di mobil.
Hujan semakin deras. Jalalan berkabut. Berkali-kali Leo harus berhenti untuk memastikan jalan di depan nya.
"Harus kah Ibu mu di makam kan di tempat seperti ini? Bagaimana jika kamu pulang sendirian dari sini?" Ucap Leo dengan nada marah.
"Aku kan bukan ahli cuaca. Mana aku tahu akan turun hujan." Ucap Airin mengembalikan kata-kata Leo tadi.
Leo memandang Airin dengan marah. Ia pun menghentikan mobil itu di depan sebuah rumah.
"Mau apa kita di sini?"
Leo tidak menjawab. Ia langsung turun dan mencoba mengetuk pintu rumah itu. Entah apa yang di bicarakan oleh Leo, lalu tiba-tiba saja seorang nenek membawa payung dan menyuruh Airin turun.
"Ayo nak, kita turun. Nenek sudah bawa payung. Calon suami mu sangat baik. Ia tidak nyaman bersama dengan mu berdua saja. Maka nya ia meminta tolong pada nenek."
"Eh, iya nek."
Airin masuk ke dalam sebuah ruangan sederhana. Ternyata di rumah itu, tinggal nenek dan kakek petani. Anak-anak mereka sudah tinggal di kota dan sesekali pulang. Saat ini, hanya mereka berdua yang tinggal di sana.
"Ini baju anak nenek. Pakai lah. Nanti kamu masuk angin."
"Terima kasih, nek. Oh ya, laki-laki yang datang bersama ku, kemana ya nek?"
"Oh, calon suami mu itu? Dia sedang membantu kakek di belakang."
Airin langsung berganti pakaian. Ia duduk dan di temani dengan secangkir kopi panas. Leo tak tahu pergi ke mana. Nenek itu juga menghilang.
Airin jadi merinding. Jangan-jangan rumah itu adalah rumah angker. Ia pun mencoba mencari tahu ke belakang rumah.
Namun saat di lihat, ternyata Leo sedang membantu kakek dan nenek itu mencabut ubi di tengah hujan deras.
Bukan itu saja. Ada beberapa sayuran dan hasil alam yang baru saja di petik. Airin jadi merasa bersalah karena sudah buruk sangka.
"Akhirnya, untuk saja ada kamu, nak. Jika tidak, hasil panen kali ini akan gagal. Terima kasih karena sudah bantu kakek membawa hasil panen."
"Sudah. Tak apa. Kami juga butuh bantuan kakek dan nenek."
Setelah semua selesai. Mereka pun berkumpul di rumah tengah. Ada api kecil di sana untuk membakar singkong.
Hujan masih saja belum reda. Cuaca dingin benar-benar membuat perut Airin kelaparan. Bukan hanya singkong bakar. Nenek itu juga memasak banyak lauk.
Airin jadi tidak enak karena membuat nenek dan kakek itu kesusahan.
"Nek, terima kasih karena sudah mengizinkan kami tinggal sebentar di sini."
"Tak apa. Nenek dan Kakek juga senang. Jalan sini licin ketika hujan. Maka dari itu, tidak ada yang naik ke pemakaman dan berlama-lama di sana. Kamu beruntung, calon suami mu tidak berbuat macam-macam sebelum menikah."
Airin menatap Leo. Tapi yang di tatap malah buang muka. Leo seperti seorang anak kecil yang sedang ngambek. Ia hanya fokus sama singkong bakar dan tidak melihat Airin sama sekali.
"Saya baru pertama kali nya ke makam Ibu. Maka dari itu, saya tidak tahu."
"Sudah berapa lama Ibu meninggal?"
"Hhmm, sejak saya masih kecil. Saya juga tidak terlalu bisa mengingat nya lagi."
"Mengapa Ayah mu tidak membawa mu berkunjung?"
"Saya juga tidak tahu, nek. Yang saya tahu, Ibu di makam kan di sana. Ayah tidak pernah mengajak saya. Ayah selalu sibuk."
Suara Airin langsung berubah saat mengatakan hal itu. Sang nenek, langsung memeluk Airin dengan erat.
"Sudah lah. Kamu tidak perlu sedih lagi. Bagaimana kalau malam ini tidur dengan nenek? Nenek akan menceritakan sebuah dongeng pada mu."
"Bagaimana nenek tahu, kalau aku tidak pernah mendengar cerita dongeng?"
"Tahu saja."
Akhir nya malam itu, Airin tidur dengan seorang nenek yang baik hati. Ia tertidur setelah mendengarkan dongeng dari sang nenek.
Keesokan hari nya, saat ia terbangun. Ia sudah berada di dalam mobil. Airin merasa sangat aneh. Apakah semua yang ia alami semalam adalah mimpi.
Akan tetapi, ia masih memakai pakaian yang diberikan sang nenek pada nya.
"Jangan berpikir macam-macam. Nenek langsung menyuruh ku menggendongmu ke mobil. Tidur mu pulas sekali."
"Tapi, aku tidak sempat berpamitan."
"Tenang saja. Aku sudah menyuruh orang-orang ku untuk mengantarkan kebutuhan untuk mereka berdua. Sekarang, tidur lah lagi."
Kepala Airin terus berputar. Sejak kapan ia tidur sampai tak sadarkan diri. Akan tetapi, semua yang terjadi pada nya begitu nyata.
Apalagi ada sayur dan singkong di kursi belakang. Jadi, apa yang ia alami semalam bukan lah mimpi.
"Paman Leo. Eh Leo. Terima kasih sudah menjemput ku. Maaf karena aku pergi diam-diam."
"Lain kali, apapun yang ingin kamu lakukan, jangan lupa katakan pada ku."
"Tapi, aku tidak mau merepotkan mu. Kamu masih harus berada di tahanan."
"Itu akan menjadi urusan ku."
"Baiklah. Bang Napi."
"Airiiiin."
"Eh iya calon suami ku.."
dlu pembacamu bnyk lho kk dr nopel pertama mu itu ayok kk smgt dong
ohh airin rontok.sudah rasa malu mua kek mana pun dia suami mu lho wkwkwk
mkne kau liaht dlu baik2 siapa lawan mu kali ini gooo
nahh kann ayo nyonya lina
kek di ibutiri ku agen kusgus keren
saiki rasak no wae
teus nikmati wae hasil.pilihan mu ya kann
wkwkk
benerw bodoh macam itu pun jadi sekertaris ohh ya ampum jadi apa coba nnti
akal.licik sudah berjalan
ohh demi harta smpe mengorbN kan sodara
wow keren dehh