NovelToon NovelToon
If I Life Again

If I Life Again

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Apakah kamu pernah mengalami hal terburuk hingga membuatmu ingin sekali memutar-balik waktu? Jika kamu diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali di masa lalu setelah sempat di sapa oleh maut, apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu?

Wislay Antika sangat mengidolakan Gustro anggota boy band terkenal di negaranya, bernama BLUE. Moment dimana ia akhirnya bisa datang ke konser idolanya tersebut setelah mati-matian menabung, ternyata menjadi hari yang paling membuatnya hancur.

Wislay mendapat kabar bahwa ibunya yang berada di kampung halaman, tiba-tiba meninggal dunia. Sementara di hari yang sama, konser BLUE mendadak dibatalkan karena Gustro mengalami kecelakaan tragis di perjalanan saat menuju tempat konser dilaksanakan, hingga ia pun meregang nyawanya!

Wislay yang dihantam bertubi-tubi oleh kabar mencengangkan itu pun, memilih untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari gedung. Namun yang terjadi justru diluar dugaannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Prolog

Didalam hidup, seringkali kita menyesali beberapa hal yang telah dilewati. Namun, kita tidak dapat memutar waktu untuk memperbaiki apa yang telah terlanjur terjadi. Karena itu adalah hal yang mustahil. Kecuali kalau sang kuasa dan alam ini berkehendak lain.

...****************...

...****************...

Thorns City, 2030

Sorak-sorai membahana di antara lautan manusia. Lampu-lampu gedung bergantian menyala, memantulkan gemerlap kota malam yang seolah ikut berpesta. Di antara kerumunan itu, Wislay Antika berdiri dengan mata berbinar, tangan menggenggam erat tiket konser berlogo BLUE yang sudah sedikit lecek karena terlalu sering disentuh. Di sampingnya, Michelle, sahabatnya sejak kuliah, ikut tersenyum lebar.

"Aku masih nggak percaya kita di sini! Di tempat konser BLUE!" seru Michelle, suaranya hampir tenggelam di antara riuh suara penggemar lain.

Wislay menoleh, matanya mengerjap-ngerjap menahan haru. "Aku juga, Chelle... ini kayak mimpi. Aku pikir nggak akan kebagian tiketnya. Kamu tahu kan, cuma dalam 17 detik... SOLD OUT!"

Michelle mengangguk cepat. "Iya! Tapi karena kamu standby dari jam dua pagi dan punya strategi buka enam device sekaligus, kita dapat! Dan bukan cuma tiket biasa, Lay. Kita di area tengah, dekat panggung! Kyaaa, jadi nggak sabar ketemu Jhon suamiku."

"Iya… semua perjuangan dan tabungan selama setahun ini akhirnya terbayar," ucap Wislay pelan. "Tiap malam lembur, tiap akhir pekan kerja freelance. Sampai kadang tidur pun cuma tiga jam."

Michelle menepuk pundaknya dengan bangga. "You did it, Lay. Kamu pantas dapetin ini."

Wislay tersenyum, namun senyum itu tidak bertahan lama. Wajahnya menegang seketika. Pandangannya menunduk, seolah bayangan sesuatu yang tak enak menyusup masuk ke pikirannya.

"Kenapa?" tanya Michelle, menyadari perubahan ekspresi sahabatnya.

Wislay menggigit bibir bawahnya. "Aku... tadi malam marahin Mama."

"Kenapa?"

"Dia... minta uang lagi. Buat bantu bayar utang Adi, adikku yang kuliah itu." Wislay menarik napas berat. "Padahal aku udah kasih waktu gajian minggu lalu."

Michelle mengangguk pelan, tak langsung bicara. Ia tahu betul bagaimana kehidupan keluarga Wislay. Tidak berada, bahkan cenderung pas-pasan.

"Kamu marah gimana?" tanyanya pelan.

Wislay terdiam, lalu suaranya pecah. "Aku bilang: 'Mama nggak ngerti ya, aku juga capek cari uang. Ini uang yang aku kumpulin setahun buat konser impian aku. Masa harus hilang juga? Adi terus aja jadi beban.' Aku... aku nyesel banget ngomong kayak gitu."

Michelle menatapnya prihatin. "Kamu cuma lelah, Lay. Kamu manusia."

"Tapi Mama diam, Chelle. Dia cuma bilang, 'Kalau kamu nggak bisa bantu, nggak apa. Mama pikir kamu udah cukup longgar sekarang.' Terus dia matikan telepon. Suaranya pelan banget. Aku tahu dia kecewa."

Wislay mengusap wajahnya. Air mata mulai menetes di pipinya, meski ia mencoba menyembunyikannya dari ribuan orang yang juga sedang bahagia.

"Aku cuma ingin satu malam ini buat aku sendiri, Chelle. Tapi kenapa aku harus jadi anak yang egois?"

Michelle meraih bahunya dan menariknya dalam pelukan singkat. "Kamu bukan egois. Kamu sudah banyak berkorban untuk keluarga. Kadang... kita juga harus kasih ruang untuk diri sendiri."

Wislay mengangguk, namun rasa bersalah tetap membekas di dada. Di tengah gemerlap konser dan ribuan penggemar yang sebentar lagi akan berdansa dengan lampu sorot bersama idolanya di atas panggung, ia merasa seperti titik kecil yang terperangkap dalam kabut emosi yang tak bisa ia jelaskan.

"Nanti setelah konser selesai, aku akan telepon Mama lagi dan berencana mau memberikan uang simpananku yang tersisa buat bantu Adi," bisiknya. "Aku akan minta maaf. Aku janji."

Michelle tersenyum lembut. "Itu yang terbaik."

Tiba-tiba, suara pengumuman menggema di atas panggung. Lampu-lampu mendadak meredup, membuat kerumunan semakin gaduh.

"Wah, kayaknya opening-nya mulai nih!" seru Michelle antusias.

Namun tak lama, bukan suara musik yang keluar dari speaker. Suara pembawa acara, laki-laki, terdengar gugup.

"Kami mohon maaf kepada semua pengunjung... konser malam ini dibatalkan karena insiden yang tak terduga. Kami minta semua pengunjung untuk tetap tenang."

"Apa maksudnya?!" Michelle melotot.

Wislay membeku. "Tidak... tidak mungkin..."

Layar besar yang semula menampilkan visual konsep konser mendadak menampilkan berita kilat: GUSTRO MENGALAMI KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM PERJALANAN KE VENUE, DAN DINYATAKAN MENINGGAL DUNIA SEBELUM DILARIKAN KE RUMAH SAKIT.

Wislay merasa lututnya lemas. Dunia seolah runtuh dalam satu tarikan napas. Sorak berubah menjadi jeritan panik. Semua fans mulai menangis. Beberapa pingsan. Michelle menggenggam tangan Wislay erat.

"Lay! Kamu jangan pingsan! Lay!"

Namun dunia Wislay sudah berputar. Hanya saja ia berusaha untuk tetap berdiri tegak. Tidak lama ponselnya berdering, tertulis nama 'Adi Adikku' di layar ponsel. Segera Wislay mengangkat telepon tersebut. Entah apalagi yang bakal didengarnya dari adiknya itu.

"Halo, Di... kenapa?"

Di ujung telepon, suara Adi terdengar kacau dan terbata. "Kak... Kak Wislay... aku—aku baru aja dikabarin dari kampung... dari tetangga. Kak..."

"Pelan-pelan, Di. Napas dulu. Ada apa?" suara Wislay mulai bergetar, firasat buruk mencengkeram dadanya.

"Mama, Kak... Mama..."

"Mama kenapa?!"

"Mama... barusan... meninggal, Kak... katanya tekanan darahnya naik mendadak... tetangga bilang Mama sempat pingsan... terus nggak sadar-sadar... dibawa ke puskemas... tapi katanya udah terlambat... Kak... Mama udah nggak ada..."

Wislay mematung. Nafasnya tercekat. Kaki-kakinya lunglai seketika.

"Adi... jangan bercanda... ini aku lagi di konser BLUE dan barusan dikabari kalau Gustro idolaku, meninggal dunia. Lalu tiba-tiba, kamu nelpon buat ngasitau jika mama sudah..." Wislay tidak kuasa melanjutkan perkataannya, dan malah menunaikan isak tangisnya seraya berseru penuh penyesalan, "Ini tidak masuk akal, hiks. Aku... aku baru aja mau nelpon Mama... aku mau minta maaf..."

"Aku juga baru tahu barusan... aku di kost, Kak... aku nggak tahu harus gimana... Kak... Kak, aku takut..."

Dan saat itu juga, tubuh Wislay merosot jatuh ke lantai pelataran konser. Suara-suara bising tak lagi ia dengar. Dunia seolah membungkam semuanya kecuali detak jantungnya yang memukul-mukul telinga.

Air mata membanjiri wajahnya. Tangisnya membludak dahsyat, tak bisa ditahan. Bagaimana tidak? Gustro idolanya dan ibunya tercinta mengalami musibah di hari yang sama. Michelle yang masih memegangi ponselnya ikut menangis, lalu segera duduk bersimpuh memeluk Wislay dari samping.

"Mama... aku belum bilang maaf... aku belum bilang aku sayang Mama... aku anak jahat... aku... aku jahat...!" ratap Wislay, suaranya melengking di antara deru napas dan tangisnya.

Michelle hanya bisa mengusap punggungnya. "Lay... Lay... aku di sini... Kamu mesti kembali ke kampung... Kamu harus kuat... Mama pasti tahu kamu sayang dia..."

"Tidak! Tidak! Aku marahi dia semalam! Aku... tega bilang kata-kata itu... Mama pasti sakit hati... dan dia... dan dia meninggal pasti dalam keadaan kecewa... Chelle... gimana aku bisa maafin diriku sendiri?!"

Wislay terhuyung ke depan, nyaris tersungkur kalau Michelle tak segera menahannya.

"Aku harus ke Mama sekarang! Aku harus lihat Mama! Aku harus minta maaf! Aku harus..."

"Iya... iya kamu bakal ke sana. Kita akan pulang sekarang," Michelle berkata dengan suara gemetar namun tegas.

Wislay mengangguk histeris. Ponselnya kembali ia pegang. Tangannya gemetar saat mencoba menelepon ulang tetangga di kampung, tapi tak sanggup bicara saat panggilan tersambung. Ia hanya menangis.

Di antara lampu-lampu kota yang masih menyala dan suara orang-orang yang mulai bubar dari lokasi konser, Wislay duduk dengan napas tercekat, menyatu dengan malam yang kelam.

~

1
Anonymous
ceritanya keren ih .....bagus/Bye-Bye/
Y A D O N G 🐳: Makasih lohh🥰
total 1 replies
😘cha cchy 💞
kak visual x dong juga. ..👉👈😩
😘cha cchy 💞
ini tentang lizkook kan...??
😘cha cchy 💞
kak kalo bisa ada fotonya kak biar gampang ber imajinasi...😁
😘cha cchy 💞: minta foto visual x juga nanti kak..😁🙏🙏
harus lizkook ya KK..😅😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!