NovelToon NovelToon
BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:952
Nilai: 5
Nama Author: Lina Hwang

Xandrian Elvaro, pria berusia 30 tahun, dikenal sebagai pewaris dingin dan kejam dari keluarga Elvaro Group. Sepeninggal ayahnya, ia dihadapkan pada permintaan terakhir yang mengejutkan: menikahi adik tirinya sendiri, Nadiara Elvano, demi menyelamatkan reputasi keluarga dari skandal berdarah.

Nadiara, 20 tahun, gadis rapuh yang terpaksa kembali dari London karena surat wasiat itu. Ia menyimpan luka masa lalu bukan hanya karena ditinggal ibunya, tetapi karena Xandrian sendiri pernah menolaknya mentah-mentah saat ia masih remaja.

Pernikahan mereka dingin, dipenuhi benteng emosi yang rapuh. Tapi kebersamaan memaksa mereka membuka luka demi luka, hingga ketertarikan tak terbendung meledak dalam hubungan yang salah namun mengikat. Ketika cinta mulai tumbuh dari keterpaksaan, rahasia kelam masa lalu mulai terkuak termasuk kenyataan bahwa Nadiara bukan hanya adik tiri biasa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Hwang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Janji Seorang Ayah

Hujan mengguyur pelataran rumah besar keluarga Elvaro di ujung senja. Langit seolah turut berkabung, seperti para pelayat yang mengenakan pakaian hitam dan wajah duka. Di tengah ruang utama, sebuah peti mati kayu eboni berdiri tegak, diapit bunga lili putih dan doa yang lirih. Di dalamnya, terbaring jasad pria yang selama ini menjadi pilar keluarga Arvano Elvaro, ayah dari Xandrian Elvaro.

Xandrian berdiri tanpa ekspresi di sisi peti, setelan jas hitam pekat melekat sempurna pada tubuh tinggi dan tegapnya. Wajahnya dingin, nyaris tak tergoyahkan oleh kesedihan. Tapi sorot matanya menyimpan banyak luka yang tak terucapkan.

"Tuan Xandrian," panggil notaris tua yang berdiri tak jauh darinya. "Ada hal penting yang harus segera Anda dengar. Ini permintaan terakhir almarhum."

Tanpa menjawab, Xandrian hanya mengangguk kecil. Beberapa menit kemudian, ia duduk bersama notaris dan para pengacara keluarga di ruang kerja sang ayah. Ruangan itu masih menyimpan aroma khas tembakau dan kayu mahal.

Notaris membuka map cokelat dan mulai membacakan isi surat wasiat. Suaranya tenang, namun tiap katanya menghantam dada Xandrian seperti palu.

"Sebagai permintaan terakhir saya, saya mewariskan seluruh saham Elvaro Group kepada putra saya, Xandrian Elvaro, dengan satu syarat ia harus menikahi adik tirinya, Nadiara Elvano, dalam waktu tiga bulan setelah saya wafat. Jika tidak, seluruh warisan akan dibekukan dan dialihkan kepada pihak luar."

Ruangan hening. Mata semua orang tertuju pada Xandrian, termasuk mata tajam Tante Mirana, ibu tiri Xandrian sekaligus ibu kandung Nadiara.

"Ini konyol," ucap Xandrian datar namun penuh tekanan.

"Ayah pasti sudah gila saat menulis ini."

"Maaf, Tuan, tapi ini dokumen hukum yang sah," jawab notaris dengan tenang.

Xandrian menatap keluar jendela, hujan masih belum reda. Lalu pikirannya melayang ke sosok yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat Nadiara.

Gadis itu bukan lagi remaja kecil yang sering mengikutinya diam-diam. Ia telah tumbuh, dan kabarnya kini tengah menempuh pendidikan di London.

Tiba-tiba pintu terbuka. Sosok ramping dengan rambut panjang kecokelatan masuk pelan. Matanya sembab. Wajahnya pucat.

"Nadiara..." bisik Xandrian, nyaris tak percaya.

Nadiara berdiri di ambang pintu, menatap Xandrian dengan campuran amarah dan kesedihan.

"Aku datang karena Papa... bukan karena kamu." gugup Nadiara, kata-kata itu seperti tamparan keras.

Tapi Xandrian tak bergeming. Ia hanya menatapnya, diam-diam terkejut dengan perubahan adik tirinya itu. Ada sesuatu dalam sorot mata Nadiara yang membuatnya gelisah. Dulu, ia hanya menganggap gadis itu sebagai pengganggu kecil yang cengeng.

Tapi sekarang...

"Kamu tahu isi wasiat itu?" tanya Xandrian.

Nadiara mengangguk.

"Aku tahu. Dan aku tidak akan melakukannya." ucap Nadiara sambil menundukkan kepalanya

"Kalau begitu, kau akan kehilangan semuanya. Termasuk rumah ini, masa depanmu, dan warisan Papa." ucap Xandrian dengan tajam

"Biar saja. Aku tak butuh harta yang datang dari paksaan." balas Nadiara tanpa melihat wajah Xandrian

Perdebatan mereka berhenti saat Tante Mirana masuk dengan senyum penuh kepalsuan.

"Anak-anak... jangan bertengkar. Ini adalah amanah terakhir Arvano. Kalian hanya perlu menikah secara hukum. Toh, kalian tidak benar-benar akan menjadi pasangan suami istri." ucap Mirana

Xandrian menoleh cepat. "Aku tak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Jika aku menikah, aku akan menjalaninya sepenuhnya."

Nadiara terkejut. Jantungnya berdetak keras. Ada sesuatu dalam nada suara Xandrian yang membuat tubuhnya gemetar.

"Lakukan kalau kau berani," tantang Nadiara lirih.

Xandrian berdiri, mendekat satu langkah. Hanya berjarak sejengkal dari wajah Nadiara.

"Kita lihat saja nanti, adik Kecil. Kita lihat... siapa yang lebih takut menghadapi kenyataan."ucap Xandrian dengan nada dingin namun tajam.

Beberapa hari berlalu sejak pembacaan wasiat. Media mulai mencium aroma warisan Elvaro Group. Xandrian, dengan dingin dan tegas, mengurus segala urusan bisnis dan pengacara. Tapi ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya: tatapan mata Nadiara saat menolak ide pernikahan itu. Tatapan yang pernah ia lihat, jauh sebelum ini saat gadis kecil itu pertama kali mengaku menyukainya.

Kini, undangan pernikahan telah dicetak. Pernikahan hukum akan diadakan secara privat, hanya dihadiri pihak keluarga dan pengacara. Nadiara belum memberi persetujuan resmi. Tapi waktu terus berjalan.

Di malam menjelang hari keputusan, Nadiara berdiri di balkon kamarnya, memandang bulan. Hatinya bimbang. Ia benci Xandrian. Ia takut pada perasaannya sendiri yang belum mati. Tapi lebih dari itu ia merasa ditinggalkan lagi. Kali ini oleh sang ayah, dalam bentuk janji yang mengguncang seluruh hidupnya.

Dan ketika ia kembali masuk ke dalam kamar, selembar surat telah terselip di bawah pintu.

"Besok jam 9 pagi. Aku akan menunggumu di altar, apapun keputusanmu. — X"

Tubuh Nadiara melemas.

Apakah ini jalan menuju kehancuran? Atau awal dari akhir yang selama ini ia takuti?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!