NovelToon NovelToon
SEKRETARIS INCARAN

SEKRETARIS INCARAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Selingkuh / Persahabatan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Febi adalah gadis cerdas dan menawan, dengan tinggi semampai, kulit seputih susu dan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya hanya pegawai kecil di sebuah perusahaan dan ibunya ibu rumah tangga penuh kasih. Febi tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Ia sangat dekat dengan adik perempuannya, Vania, siswi kelas 3 SMA yang dikenal blak-blakan namun sangat protektif terhadap keluarganya.
Setelah diterima bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan besar di Jakarta, hidup Febi tampak mulai berada di jalur yang cerah. Apalagi ia telah bertunangan dengan Roni, manajer muda dari perusahaan lain, yang telah bersamanya selama dua tahun. Roni jatuh hati pada kombinasi kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Febi. Sayangnya, cinta mereka tak mendapat restu dari Bu Wina, ibu Roni yang merasa keluarga Febi tidak sepadan secara status dan materi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

FEBIA PUTRI

Langit Jakarta tampak mendung pagi itu, seperti mencerminkan kegelisahan hati Febi. Bus TransJakarta yang ia tumpangi bergoyang pelan, membawa dia menembus jalanan kota yang sibuk. Jemarinya menggenggam erat tali tas selempangnya, tas yang sudah mulai kusam tapi tetap ia pakai dengan bangga. Itu hadiah dari ayahnya dua tahun lalu, hasil lembur selama seminggu penuh.

Febi menatap keluar jendela bus, mencoba menenangkan dirinya. Pertama kalinya dia bekerja di perusahaan besar. Setelah bertahun-tahun berjuang untuk masuk ke dunia yang lebih baik, hari ini adalah langkah pertama menuju impian yang terasa begitu jauh, yang akhirnya kini nyata. Namun meski begitu, rasa takut dan khawatir masih terus menggelayuti.

"Febi, kamu pasti bisa," gumamnya pelan, berusaha meyakinkan diri.

Saat bus berhenti di depan gedung perkantoran tinggi yang berkilauan, Febi merasakan napasnya semakin cepat. Ia turun dengan langkah pelan, melangkah menuju gedung yang menjulang tinggi. Saat ia masuk ke dalam gedung, keraguan sempat melanda. Bagaimana kalau dia tidak bisa beradaptasi? Bagaimana jika pekerjaannya terlalu sulit? Semua pertanyaan itu muncul dalam benaknya, namun akhirnya ia berhasil menenangkan diri.

Di lobi gedung, seorang petugas resepsionis dengan ramah menyambutnya, "Selamat pagi, Mbak Febi. Silakan ke lantai tujuh, Bu Yuni menunggu di sana."

Febi mengangguk dan melangkah menuju lift, merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia menekan tombol lift dengan jari gemetar, berharap ini adalah awal yang baik.

Di lantai tujuh, Bu Yuni, kepala divisi pemasaran, menyambutnya dengan senyuman hangat dan pelukan ringan. "Selamat datang, Febi. Semoga kamu betah di sini."

Hari pertama bekerja di PT Fortune terasa lebih mudah daripada yang dibayangkan. Rekan-rekan kerja di sekitarnya menyambutnya dengan ramah. Di sebelahnya, ada Wina, gadis berhijab yang humoris dan selalu bisa membuat Febi tersenyum. Pak Eko, rekan kerja yang lebih senior, juga tak kalah menghibur dengan candaan-candaannya yang membuat suasana menjadi lebih cair.

Namun, kerja keras pun tak lepas dari hari pertama Febi. Mulai dari mengenal sistem perusahaan hingga beradaptasi dengan rutinitas yang baru. Ia merasa tubuhnya lelah, tapi hati kecilnya merasa bangga karena akhirnya ia bisa bekerja di tempat ini, di tengah orang-orang yang tampak begitu profesional dan berkompeten.

Saat jam pulang tiba, Febi melangkah keluar dari gedung dengan langkah lesu, namun tiba-tiba matanya bertemu dengan sepasang mata tajam dari balik jendela besar ruang kantor. Itu adalah Arkan Putra Utomo, CEO muda yang dikenal tegas dan perfeksionis. Mereka hanya bertemu pandang sekilas, namun rasanya seperti ada yang berbeda dengan gadis itu. Febi menunduk dan tersenyum tipis, dan seketika Arkan merasakan ada sesuatu yang menarik dari gadis ini. Sesuatu yang berbeda dari perempuan-perempuan lainnya.

"Menarik." gumam Arkan pelan, meski segera ia kembali fokus pada pekerjaannya.

***

Sesampainya di rumah, Febi disambut dengan keributan khas adiknya, Vania. Suaranya yang cempreng terdengar jelas dari depan pintu, menyambut kakaknya dengan segudang pertanyaan.

"Kak Febi! Gimana hari pertama di kantor? Ada cowok ganteng nggak? Ada yang galak nggak, Kak?" Vania langsung menyerbu Febi begitu pintu terbuka.

Febi tertawa kecil. "Ada banyak hal baru, dek. Tapi aku capek, bisa nggak ya nanti aku cerita?" jawabnya sambil melepas sepatu.

Namun, Vania tak bisa diam begitu saja. "Aku harus tau semua, Kak! Kantor kamu punya bakso enak nggak? Terus, gimana sih bos kamu? Tampan nggak? Galak nggak?" tanya Vania tanpa henti, sambil melompat-lompat penuh semangat.

Febi hanya menggelengkan kepala. "Nanti deh, dek. Aku harus istirahat."

Di ruang tamu, ibu mereka juga turut bergabung, menegur Vania yang terus mengganggu kakaknya. "Vania, kasih waktu istirahat buat kakakmu. Dia capek, biarin dia tenang dulu."

Ayah Febi yang baru pulang dari kerja juga masuk, wajahnya lelah, namun di balik itu ada senyum tipis. "Aku nggak ngerti kenapa kamu semangat banget, Vania. Sore-sore gini udah kayak jadi pembawa acara!"

Vania tertawa lebar. "Ya, biar Kak Febi juga senang! Kita semua harus senang karena hari pertama dia di kantor!"

Setelah makan malam, Febi duduk di kamar, berusaha menghubungi Roni, tunangannya. Namun, teleponnya tak kunjung dijawab. Febi merasa khawatir. Tidak biasanya Roni seharian tanpa memberi kabar. Rasa cemas semakin melanda.

Vania yang melihat wajah kakaknya cemas bertanya, "Kak, kenapa? Ada masalah?"

Febi menghela napas panjang dan menceritakan kekhawatirannya tentang Roni yang tidak mengangkat telepon. "Hmm….Roni seharian nggak ada kabar. Aku nggak ngerti, deh. Biasanya dia selalu ngabarin."

Namun, Vania hanya tertawa. "Mungkin kak Roni lagi sibuk, Kak. Atau dia sedang meeting sama teman atau kliennya. Jangan khawatir gitu dong!"

Febi tersenyum kecil, meskipun sedikit cemas. Namun Vania tak berhenti bicara. "Jujur yah kak, Aku sih nggak suka sama Kak Roni. Aku nggak suka cara dia memperlakukan kamu, Kak. Apalagi sama ibunya. Itu aja udah bikin aku ga srek."

***

Di tempat lain, Roni duduk di sebuah klub malam bersama Raisa, wanita yang sudah sejak lama menaruh hati padanya. Mereka berbicara sambil menikmati minuman keras, suasana intim di antara mereka jelas terasa. Raisa dengan cemas menatap Roni yang tampak termenung.

"Roni, kamu harus segera mutusin pertunanganmu dengan Febi. Jangan cuma diam aja. Aku nggak mau jadi pilihan kedua, tahu!" ujar Raisa dengan nada cemas namun penuh tuntutan.

Roni menunduk, matanya kosong. Ia merasa berat hati untuk melepas Febi, meskipun hubungan mereka sudah mulai membosankan. Namun di sisi lain, Raisa terus mendesaknya.

"Roni, kamu harus bisa memilih. Febi itu nggak ada apa-apanya dibanding aku!" tegas Raisa, sambil menatap Roni dengan penuh harapan.

Roni tak bisa menjawab. Dalam hatinya, masih ada cinta untuk Febi, namun rasa bersalah semakin menghimpit dirinya.

***

Febi terbaring di tempat tidur, namun matanya sulit terpejam. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tentang Roni. Mengapa dia tidak mengangkat telepon? Mengapa hari ini sangat berbeda? Biasanya, meskipun sibuk, Roni selalu menyempatkan diri untuk memberi kabar. Terkadang Febi merasa bahwa hubungan mereka sudah mulai terasa sedikit kaku. Apakah ini hanya perasaan cemas yang berlebihan? Ataukah ada sesuatu yang sedang dia sembunyikan?

Sambil merenung, Febi meraih ponselnya sekali lagi, berharap ada pesan atau panggilan dari Roni yang muncul di layar. Tapi nihil. Hanya deretan notifikasi kerja dan beberapa pesan masuk dari teman-teman kantornya yang mengucapkan selamat datang.

Di sisi lain, Vania yang tak kunjung tidur, mendekat ke kamar Febi. "Kak, kamu masih nggak tidur?" tanyanya pelan, namun tetap bisa terdengar jelas. "Kakak masih khawatir? hmmm percaya deh, Kak Roni pasti cuma sibuk aja. Jangan terlalu dipikirin."

Febi tersenyum lelah mendengar perkataan adiknya. "Iya, dek, terima kasih. Tapi kadang aku merasa... ada yang beda.  Sepertinya Roni mulai jauh deh dari kakak.."

Vania mengangguk, menyadari bahwa kakaknya memang tak mudah melepaskan kekhawatirannya. "Ya udah, tidur yang nyenyak, Kak. Besok kan hari baru. Mungkin Roni juga cuma butuh waktu sendiri. Nanti dia juga bakal ngabarin kakak."

Febi hanya mengangguk pelan. Ia mematikan lampu dan menarik selimut, berusaha menenangkan diri. Walau pikirannya masih kacau, ia tahu bahwa hari esok pasti akan membawa jawaban.

(To be continued...)

1
Andriyani Lina
namanya juga suka Febu, ya gitu2 kelakuan bos kalau mau dekat2 sama karyawan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!