NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 1

"SAH!"

"SAH!"

Seruan lantang dua saksi tersebut membuat gadis cantik berkerudung putih bersih tersebut tersentak. Satu kalimat itu jatuh seperti palu vonis di dadanya. Saat itulah ia tersadar bahwa sekarang statusnya sudah berubah. Ia resmi menjadi seorang istri.

Segera ia mengangkat tangannya untuk mengaminkan setiap doa yang dibacakan oleh penghulu. Tak urung air mata ikut turun dari sudut matanya. Lantas setelah itu, suara MC dengan begitu riang memintanya untuk menuju tempat akad berlangsung.

"Kamu sudah diminta ke sana, Jas."

"Ayo, biar kami bantu untuk berdiri."

Pengantin cantik itu mengangguk. Senyum tulus nan anggun tidak lepas dari wajah cantiknya. Namanya Shaffiya Jasmine, orang-orang lebih akrab memanggilnya dengan nama Jasmine. Ia pun segera berdiri dibantu dua sahabat baiknya, menggenggam buket bunga putih yang sedikit bergetar di tangan.

"Udah jangan nangis. Nanti make-up nya luntur." Naina-sahabatnya yang memakai kaca mata berbisik mengingatkan.

"Pas di depan Kak Adimas, kamu harus tersenyum. Jangan nangis begini." Fita-sahabatnya yang berada di sisi kanannya ikut menimpali.

Jasmine menatap mereka berdua bergantian. Hatinya begitu bahagia karena kehadiran dua perempuan baik ini. "Jazakunnallahu khoyr, ya. Kalian berdua sudah mau hadir dan bersedia mengiringiku ke pelaminan."

Dua perempuan itu mengangguk cepat. Lalu tanpa bicara lagi, mereka mulai melangkah perlahan. Saat pintu ruangan khusus untuknya terbuka dan kakinya mulai melangkah menuju lokasi akad yang memang diadakan secara outdoor tersebut, degup jantung Jasmine semakin tidak beraturan.

Matanya menatap takjub dengan dekorasi cantik yang minimalis tersebut. Di bantu oleh Naina dan Fita, Jasmine pun mulai melangkah menuju lokasi. Detik itu, lokasi tersebut terasa lebih sunyi namun menenangkan. Beberapa tamu masih berbisik pelan, musik sakral masih mengalun lembut, dan fotografer tak berhenti mengabadikan momen.

Senyumnya tidak lepas dari wajah cantiknya. Matanya menyapu para tamu yang juga tersenyum padanya. Senyumnya berubah menjadi tatapan haru saat ia melihat sosok perempuan yang sangat ia hormati. Neneknya yang duduk di samping Eyang Ningsih. Lalu di sisi sebelahnya, ia juga tersenyum pada sepasang suami istri yang baru ia kenal satu bulan yang lalu, merekalah Pak Khalid Ibrahim dan istrinya Ibu Raya, mertuanya.

Lalu saat semakin dekat dengan tempat akad, matanya bertemu dengan tatapan tajam milik seorang lelaki. Tatapan tajam nan dingin itu adalah milik Adimas Muhammad Ibrahim, suaminya.

Adimas berdiri tegak di ujung pelaminan. Tatapannya tajam, tanpa senyum. Wajah itu memang rupawan, gagah dan tenang seperti biasa. Tapi Jasmine tahu, ada banyak kebencian dari lelaki itu untuknya.

Langkah demi langkah terasa berat. Jasmine bahkan lupa rasanya bernapas. Sekuat apapun Jasmine menyangkal, namun tetap saja, cara lelaki itu menatapnya seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup.

Jasmine pun tiba. Fita dan Naina pun langsung menuju kursi tamu sesaat setelah memastikan Jasmine duduk dengan nyaman. Begitu ia duduk, si penghulu lalu mempersilahkan Adimas memasangkan cincin ke jari Jasmine. Begitu pula sebaliknya.

Setelah itu, Jasmine pun dipersilahkan mencium tangan Adimas. Walaupun ragu, namun Jasmine melakukannya dengan perlahan. Tangan mungilnya lalu menyentuh jemari Adimas untuk dicium. Kulit tangan pria itu terlihat putih bersih dan hangat, tapi detiknya dingin membekukan hati. Jasmine menunduk, lalu dengan begitu khidmat ia mencium punggung tangan tersebut.

Saat Jasmine hendak bangun, detik itulah ia merasakan Adimas mencium keningnya dengan begitu lembut.

Jasmine sempat menutup mata. Menikmati sedetik hangatnya kehangatan yang ia tahu palsu. Tapi begitu ia membuka mata, yang menantinya adalah pandangan tajam, menusuk dan penuh kebencian. Bahkan saat Adimas akan menjauhkan wajah darinya, sesaat lelaki itu berbisik dengan begitu dingin.

"Jangan terlalu serius. Pernikahan ink tidak berarti apa-apa untuk saya. Semuanya palsu."

Senyuman Jasmine menghilang perlahan. Matanya menatap Adimas yang kini sudah menatap ke depan dengan senyum ramah. Detik kemudian, ia pun ikut menatap ke depan. Saat itulah ia bisa melihat orang-orang yang ia sayangi tampak memandang mereka dengan haru kebahagiaan.

Sayangnya, senyumannya itu terutama Adimas adalah palsu. Kenyataannya pernikahan ini seperti awal dari penderitaan untuk mereka berdua. Lelaki yang berdiri di sampingnya, yang fotonya ada di buku nikahnya dan yang tadi melakukan ucapan janji atas dirinya bukanlah lelaki yang siap menawarkan kebahagiaan untuknya.

Sementara itu, Adimas menatap orang-orang di depannya dengan muak. Masih terekam jelas dalam ingatannya saat ia selesai melakukan ijab kabul tadi, senyum lega dari wajah-wajah keluarga yang selama ini tak benar-benar pernah memihaknya.

Adimas mengeraskan rahangnya. Ia menarik napas panjang, menatap ke samping dengan Jasmine yang masih tersenyum ramah pada semua yang hadir.

Wajah yang dulu pernah ia ingat sebagai gadis keras kepala, usil, pembuat onar. Kini tampil dengan anggun dalam balutan gaun putih yang menjuntai sempurna. Jilbab syar’i membingkai wajah ovalnya, membuatnya terlihat...cantik. Bahkan matanya yang dulu selalu menantang, kini begitu lembut.

Sebentar. Hanya sebentar.

Adimas terpaku. Ada sepersekian detik di mana ia nyaris... kagum.

Namun rasa itu segera terganti dengan amarah yang telah lama tertanam dalam. Jasmine tetap Jasmine. Di balik penampilan santunnya, ia tetap gadis yang dulu telah menghancurkan mimpi seseorang yang ia cintai.

Dan kini, gadis itu pembuat masalah itu berdiri di sampingnya sebagai istrinya.

Takdir memang sedang mempermainkannya. Bahkan untuk pernikahan ini pun, ia hanyalah cadangan. Iya, pengantin pengganti karena pengantin yang asli menolak perjodohan dengan alasan harus segera menyelesaikan disertasinya.

Namanya Adrian Mumtaz Ibrahim. Nama itu membuat detak jantung Adimas melonjak. Adiknya yang sempurna. Pewaris sah Ibrahim Grup. Anak kesayangan keluarga Ibrahim. Berbeda dengannya yang selalu dipandang sebelah mata.

Dirinya memang hanyalah cadangan. Tatapan semua orang seperti menertawakannya dalam diam.

Senyum perempuan yang ia panggil ibu begitu bahagia. Tatapan lelaki yang begitu ia benci terlihat begitu haru namun Adimas tahu itu hanyalah kepalsuan. Bahkan Eyangnya ikut terharu.

Matanya masih menatap Jasmine dengan begitu tajam. "Kau milikku sekarang, Jasmine. Dan aku akan membuatmu menyesal karena pernah masuk dalam hidupku."

...****************...

Waktu berlalu, resepsi digelar dengan megah. Musik, lampu, tawa—semua tampak sempurna. Tapi bagi Adimas, semuanya palsu.

Dan di antara keramaian, matanya menangkap satu wajah yang membuat jantungnya berdebar kencang. Perasaannya mendadak dipenuhi kerinduan yang menbuncah. Di sanalah, tepatnya di ujung panggung pelaminan perempuan berambut panjang dengan tampilan anggun meneduhkan itu berada.

Namanya Rindu Ayuningtyas. Perempuan yang menempati posisi kedua hatinya setelah mamanya. Hanya dia yang bisa melihat Adimas tidak sebagai bayangan apalagi cadangan dari Adrian.

Ia datang bersama dua sahabatnya, Willi dan Rama. Rindu kini tampil lebih dewasa, cantik dalam kebaya pastel, anggun tanpa perlu banyak aksesori. Pandangannya tenang, damai, seperti yang selalu ia kenal.

Begitu tatapan mereka bertemu, Rindu tersenyum lembut. “Selamat, ya, Kak.” ucapnya, lalu memeluknya pelan namun terasa begitu hangat. "Aku turut bahagia dengan kebahagiaanmu." Suara itu berbisik indah.

Seketika rasa bersalah menghantam dadanya. Perasaan menyesal karena ia tidak bisa menjaga Rindu beberapa tahun silam.

"Terima kasih," Hanya itu yang bisa Adimas katakan begitu pelukan hangat itu terlepas.

Rindu mengangguk. Lalu Rindu bergeser ke samping. Dua sahabat Adimas yang lain juga mengucapkan selamat. Namun tetap saja, mata Adimas terus fokus pada Rindu.

Gadis itu masih selalu tersenyum. Saat Rindu menghampiri Jasmine pun, senyumnya masih sama, begitu tulus. Adimas lalu menoleh pada Jasmine. Namun Jasmine, yang tadinya begitu lihai tersenyum pada para tamu, tiba-tiba terlihat kaku. Senyum di wajahnya terkesan dipaksakan. Matanya tak berani menatap Rindu.

"Selamat ya, Jas. Setelah lama tidak bertemu, ternyata sekalinya bertemu malah di sini. Titip abangku yang ganteng ini," gurau Rindu menatap Adimas sekilas.

"Terima kasih." Berbeda dengan Adimas yang mengucapkan itu dengan sepenuh hati, Jasmine justru membalasnya dengan begitu datar.

Mata Adimas melihat itu semua. Tentang bagaimana Jasmine memperlakukan Rindu tanpa bersalah. Sementara Rindu memperlakukannya dengan begitu baik. Kemarahan dalam dada Adimas membuncah lagi. Ia menatap Jasmine lama, begitu lama... hingga gadis itu menyadarinya, namun dengan cepat Jasmine memalingkan wajahnya, lalu tersenyum pada Willi dan Rama.

Tepat saat tidak ada lagi tamu yang ke pelaminan dan memberikan waktu sebentar untuk Adimas dan Jasmine duduk melegakan kaki dan wajah, Adimas berbisik dengan begitu menusuk.

“Seharusnya kamu malu bertemu Rindu. Bukan justru menatap Rindu dengan perasaan tanpa rasa bersalah seperti tadi. Ingat, aku akan membuatmu menderita sama seperti yang kamu lakukan pada Rindu dulu."

Jasmine menoleh perlahan. Namun alih-alih khawatir, ia justru tersenyum memperlihatkan lesung pipi di sebelah kanan wajahnya. "Terkadang kebenaran itu butuh waktu. Kalau nanti sudah waktunya terjadi, jangan sampai kebencianmu itu berubah menjadi penyesalan," balasnya dengan pelan.

Adimas tersenyum, namun sorot matanya seolah ingin membunuh Jasmine saat itu juga. "Pernikahan ini, aku berjanji, aku tidak akan membiarkanmu bahagia dengan pernikahan ini."

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!