"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Dek Iyesh dan Dek Imut (bagian 01)
"Mereka sekeluarg, pemilik rumah makan ini, nggak sekadar menghidangkan makanan murah untuk para mahasiswa, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung belajar." jelasnya dengan nada lembut, namun penuh semangat yang terpancar dari sepasang matanya.
"Kondisi seperti ini dimulai sejak kapan? Nggak tahu! Karena pas aku pertama kali datang ke rumah makan ini, vibes akademis nya udah berasa kuat banget. Itulah yang membuat aku betah bolak-balik ke sini. Untuk belajar, ngerjain tugas, dan lainnya. Apalagi kalo otak lagi mumet banget sama soal yang lumayan susah!" tambah Reyesh, menceritakan seolah-olah sales produk tertentu. Sangat antusias sekali.
Mutiara perlahan mulai memahami, bahwa keistimewaan tempat ini bukan hanya berasal dari para mahasiswa berprestasi maupun para artis IPK yang berdatangan, tetapi juga dari orang-orang di balik layar, yang menciptakan atmosfer tersebut.
Perlahan, Mutiara mulai memperhatikan detail yang sebelumnya tak ia sadari.
Meja-meja di warung makan sederhana ini, tidak hanya dilengkapi dengan bumbu dan peralatan makan, tetapi juga buku-buku yang tertata rapi. Tidak hanya itu, ada juga pulpen dan pensil gratis yang siap ambil, apabila mahasiswa membutuhkan. Gila!
gumam Mutiara dalam hati, setelah mengamati lebih detial isi rumah makan rekomendasi Reyesh tersebut.
Beberapa mahasiswa yang rata-rata berprestasi dan memiliki IPK tinggi, terlihat serius membaca, sembari menyantap makanan mereka masing-masing. Sementara yang lain, nampak berdiskusi dalam sebuah kelompok kecil.
Pemandangan indah ini, menjadi momentum mahal tersendiri bagi diri Mutiara.
Ia tidak henti-hentinya tersenyum tipis, saat menyapa beberapa mahasiswa yang terheran melihat dirinya hanya celangak-celinguk mengamati keadaan sekitar.
"Rey..." bisik Mutiara pelan.
"Ke...napah?"
"Kok, mereka nggak pada ngerayu atau ngegodain aku, ya?"
"Dih! Pengen banget dirayu dan digodain!" jawab Reyesh ketus.
"Nggak gitu, juga! Aku ngerasa aneh aja. Kok mereka beda banget gitu, sama mahasiswa lainnya. Kan, kalo dikantin utama kampus, beberapa ada lah yang ngerayu atau godain aku. Bukannya mau nyombong nih, ya!"
"Iya, Mut... kamu emang bukan mau nyombong. Tapi lagi nyombong! Hehe" jawab Reyesh, agak terpancing.
"Issh... kamu makin resek orangnya, ya! Aku baru tahu sifat asli kamu makin ke sini." protes Mutiara. Pertanyaan seriusnya malah dijawab guyonan oleh Reyesh.
"Sorry....! Terus, terus....gimana?" tagih Reyesh, ingin mendengarkan kelanjutan ucapan Mutiara.
"Ya... mereka kayak nggak kenal aku sama sekali, gitu. Pas aku sapa dengan mengangguk aja, cuma disapa balik dengan muka datar. Apa-apaan! Mereka emang nggak doyan ngeliat mahasiswi cantik, ya? Apa gimana coba....!"
"Hahahaha!" Reyesh tertawa puas sekali.
"Tuh kan, pasti kamu mau ngeledek aku lagi. Udah paham aku lama-lama!" protes Mutiara atas respon Reyesh yang malah ketawa puas.
"Habisnya... kamu pengennya begini ya: saat kamu sapa, kamu senyumin dengan sok manja, terus mereka senyam-senyum balik gitu ke wajahmu? Iya?"
"Harusnya gitu dong! Apalagi aku ini lumayan... Ekhem!"
"Oh, aku paham. Maksudmu ke arah sana!" kata Reyesh, mulai tegas.
"Di tempat suci akan atmosfer akademis ini, jangan harapkan yang seperti itu, Mut!"
"Loh, kenapa?"
"Ya, karena kamu akan kecewa sendiri!" ujar Reyesh, wajahnya sangat serius kali ini.
"Kecewa karena apa, Rey?"
"Karena ekspektasimu untuk mendapatkan perhatian lebih di tempat ini, akan teralihkan oleh buku atau selembar soal ujian!" kata Reyesh, tegas.
"Pantesan, banyak yang nggak negur aku. Apa mereka semua jarang yang kenal aku, Rey?" tanya Miranda.
"Nah itu salah satu contohnya! Ada nggak, yang menegur atau menayapamu lebih dulu?"
Mutiara cuma menggelengkan kepala. Wajahnya memelas.
"Kujamin, lebih dari 75 persen mahasiswa yang makan di sini, nggak kenal kamu sepenuhnya. Mungkin tahu nama atau wajahmu, saat papasan di koridor fakultas atau perpustakaan. Tapi, kuyakin nggak begitu mengenalimu secara rinci. Apalagi sampai kepo-in akun medsos mu. Jangan harap, Mut!"
"Kok, jahat banget sih omongan kamu, Rey!"
"Lha? Jahat gimana? Itulah yang kamu rasakan sekarang, kan? Jahat dari sisi apa coba? Sini sampaikan!" Reyesh menantang balik Mutiara yang sempat protes padanya.
"Yaaa, ngomong pake bahasa halus dan menyindirku, kalau aku ini kayak nggak ada harganya pas datang ke sini!"
"Yaampun, Mut! Jangan dipelintir kejauhan maksud dan niatku menceramahimu barusan, dong!" sanggah Reyesh, yang tidak mengerti sama sekali sikap Mutiara kali ini. Terlalu keras kepala ingin diperhatikan para mahasiswa yang niatnya hanya untuk makan dan belajar.
"Terus... kamu ingin dianggap primadona, gitu? Dan setidaknya, jadi pusat perhatian di sini? Begitu, hah?" tanya Reyesh dengan nada ketus, coba menyimpulkan sebisanya.
Mutiara mengangguk, mengaku begitu saja. Mahasiswi cantik ini mulai risih dengan sikap Reyesh yang terlalu menyudutkannya.
"Soalnya kan.... di kantin-kantin lain, pada begitu kok!" protes Mutiara.
"Pada ngeliatin kamu?"
"He'em..." jawab Mutiara sambil mengangguk tipis, tapi wajahnya manyun karena Reyesh begitu memberi tekanan dan selalu menyudutkannya.
"Ya jangan samain berlian dengan sampah, dong!" ucap Reyesh, seolah memberikan ultimatum kepada Mutiara.
"Kok kamu kasar banget sih ngomongnya?" bentak Mutiara.
Keduanya mulai bersitegang.
Sampai akhirnya, sang pemilik rumah makan yang kerap di sapa Kang Arif, mengingatkan keduanya dengan lembut dan penuh senyum.
"Adek-adek ganteng dan cantik! Jangan berantem di sini, dong! Nanti ketahuan lho kalau hubungan kalian berdua kurang harmonis. Hehe."
Kang Arif justru malah meledek keduanya seolah sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang lagi pacaran.
Mutiara ingin merespon ucapan Kang Arif, dan mengonfirmasi kalau dirinya bukan pacar Reyesh. Namun, Kang Arif yang pintar membaca karakter orang, langsung melanjutkan ucapannya,
"Kamu juga nih dek Iyesh, kenapa punya pacar secantik itu, baru di bawa ke sini sekarang? Mau disembunyiin dari teh Mawar, ya? Ntar kalo teh Mawar dateng, bisa ngamuk lho, kamu diem-diem punya pacar cantik dan nggak ngasih tahu dia!" katanya tersenyum, sambil mengulek sambal kacang, bumbu dari hidangan gado-gado pesanan mahasiswa yang diminta dibungkus.
"Ssttt..... Bukan! Bukan, kang!" jawab Reyesh sigap, beserta ekspresi penolakan melalui jari, tangan, atau mimik wajah.
"Hah? Iyesh? Siapa itu?" tanya Mutiara penasaran.
"Panggilan kami ke dek Reyesh, dek.... Eh maaf, siapa namamu?"
"Benarkah? Iyesh? Hahahaha. Panggilan yang unik dan lucu. Kayak orang habis memenangkan atau mendapatkan sesuatu, lalu mengepalkan tangan ke atas dan bilang dengan kencang.... Iyeesssh! Hahahaha. Kocak kamu, Rey!"
"Oh ya, sampai lupa. Nama saya Mutiara, kang." sambungnya, setelah puas mengutarakan uneg-uneg untuk mengejek Reyesh, atas bantuan Kang Arif.
Mutiara hampir melupakan kekesalan sebelumnya kepada Reyesh.
Hatinya berubah ceria kembali atas guyonan dan candaan pemilik rumah makan itu. Cepat sekali swing mood mahasiswi cantik yang satu ini. Sangat drastis memang, perubahan hati dari Mutiara. Salah satu ciri khas dari perempuan dalam tanda kutip 'punya bakat dan potensi berbahaya', dalam artian atau versi positif.
"Eits...! Kami nggak pacaran loh yaaa, kang! Terus... siapa itu teh Mawar? Orang yang suka sama Reyesh yah pastinya?" selidik Mutiara dengan wajah penasaran.
"Psst..... Ahhahahah!" Reyesh pun tertawa mendengar pertanyaan polos dari Mutiara.
Kang Arif ikut senyam-senyum dari tempatnya, sambil geleng-geleng kepala disela menyiapkan hidangan untuk mahasiswa.
Beberapa mahasiswa yang sedang asyik makan maupun baca buku di tempat itu, sedikit merespon dengan cekikikan kecil. Sebagian malu-malu, menutup mulut, menahan tawa. Takut diomeli Mutiara.
Mutiara yang melihat sekitar, merasa malu sendiri. Lalu, memandang sinis wajah Reyesh,
"Kenapa sih? Kok aku malah diketawain!" protes Mutiara.
Bersambung.....