Tumbuh dewasa di bawah asuhan sebuah panti sosial, membuat Vanila berinisiatif untuk pergi keluar kota. Dengan bekal secarik kertas pengumuman lowongan kerja di salah satu usaha, yang bergerak di bidang cuci & gosok (Laundry).
Nahas, biaya di Kota yang cukup tinggi. Membuat Vanila mencari peruntungan di bidang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggika15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1 (Potong gaji)
"Nah, gaji kamu bulan ini!"
Seorang wanita dengan kisaran usia 40 tahun berkulit putih, dengan mata sipit menatap Vanila dengan ekspresi aneh yang entah harus bagaimana menyebutnya.
Gadis itu terdiam menatap tumpukan uang yang terlihat semakin menipis.
"Kenapa? Ambil!" katanya dengan ketus.
Wanita itu merapatkan punggungnya pada sandaran kursi seraya melipat kedua tangan di dada dengan raut wajah yang tidak enak dilihat.
"Gajinya dipotong lagi, Ci?" tanya Vanila kepadanya.
Wanita yang akrab disapa Ci Mey itu tampak memutar kedua bola matanya, jengah.
"Ya dipikir saja sendiri! Kesalahan apa saja yang kamu lakukan? Berapa customer yang komplain? Bajunya masih kusut lah, nodanya nggak hilang lah, kena noda luntur lah. Kamu kira mereka nggak minta ganti rugi gitu, sama saya? Dangkal sekali cara berpikirmu!" ketus Ci Mey kepada karyawannya yang satu itu.
Cercaan kembali Vanila terima. Dan ini bukan untuk kedua atau ketiga kalinya, melainkan kejadian yang sudah sering ia alami. Tapi entah kenapa dirinya masih belum terbiasa, sampai hati Vanila selalu berdenyut ngilu ketika mendapatkan makian seperti itu.
"Ambilah!" katanya.
"Oh, atau mau kamu kasih ke saya semuanya buat ganti rugi? Iya?" ucap Ci Mey lagi dengan nada tinggi.
Vanila menggelengkan kepalanya.
"Nggak, Ci!" Lantas dia meraih lembaran uang yang teronggok di atas meja, lalu menghitungnya satu-persatu. Vanila cukup terkejut, apalagi dengan nominal yang ia terima, karena hasil kerja kerasnya selama sebulan penuh harus kembali terkikis.
"Cuma tujuh ratus ribu, Ci?" Wajah Vanila berubah sendu.
"Memangnya mau berapa? Gaji kamu kan satu koma dua. Di potong buat gantiin beberapa komplainan, ya sisa segitu!"
Vanila menatap uang itu dengan perasaan sedih dan bingung. Bagaimana tidak? Biaya hidup yang cukup tinggi, berusaha bertahan dengan gaji yang selalu pas-pasan, dan kini dirinya harus semakin berjuang dengan uang yang tentu saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Masih mending, ya! Makanan saya kasih, kalau mau kopi tinggal seduh, mau minuman dingin tinggal ambil. Nggak usah sok paling tersakiti kayak begitu! Toh ini juga kesalahan kamu, makanya kerja itu yang bener. Kalau kamu nggak salah, nggak mungkin saya potong gaji kamu!" Nada bicaranya semakin ketus saja dalam pendengaran Vanila.
"Emangnya sefatal itu ya? Sampai dipotong lima ratus ribu?"
"Lah? Kasbon bulan kemarin nggak mau kamu bayar yang dua ratus lima puluh? Itu katanya buat beli makan sama isi token kost?" Ci Mei mengingatkan.
Vanila menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tidak tahu kenapa tiba-tiba saja dirinya lupa.
"Sudah saya kasih keringanan lho, itu. Nominal yang saya ganti lebih besar, tapi saya potong dari gaji kamu cuma dua ratus lima puluh. Yang dua ratus lima puluhnya lagi saya ambil bekas kasbon. Kamu kan janji mau bayar pakai gaji bulan sekarang?" ujar perempuan itu lagi.
Vanila menarik dan menghembuskan nafasnya secara teratur untuk menyingkirkan perasaan yang mengganjal di dalam dada.
Biaya makan sehari-hari, bayar kost, token listrik, belum lagi ongkos pulang-pergi yang tidak sedikit. Setidaknya Vanila menghabiskan 25 ribu untuk melakukan sekali perjalanan menuju tempat kerjanya.
Keadaan ruangan menjadi hening. Wanita berdarah Cina-Indonesia itu menatap karyawannya dalam diam, sementara Vanila sibuk dengan pikirannya.
"Ada lagi?" tanya nya kemudian.
"Oh nggak, Ci. Makasih ya!" Vanila memilih untuk tak memperpanjang urusan karena ini tidak akan ada ujungnya.
"Hemmm, kerja yang bener. Jauh-jauh dari kampung masa mau begini terus? Yang tekor nggak cuma kamu doang, tapi bisnis saya juga. Ingat ya, Laundry kita itu terletak di tengah-tengah perumahan elit. Pelanggannya juga orang punya semua, jadi jangan macem-macem. Satu kaos mereka saja harganya lebih mahal daripada gaji kamu."
"Iya, Ci. Sekali lagi makasih ya?"
"Hemm, sana deh. Udah selesaikan? Sekarang panggil Eli sama Fuji, mereka juga mau terima gaji sama kayak kamu!"
Vanila mengangguk, kemudian dia berjalan mendekati pintu ruangan yang tertutup rapat, lalu keluar dari sana. Tak lupa menghampiri kedua rekannya, dan meminta untuk segera mendatangi ruangan yang sama.
"Kenapa? Potong gaji lagi?" Fuji yang masih menunggu giliran bertanya saat melihat raut wajah Vanila yang murung, padahal sebelumnya gadis itu terlihat ceria seperti biasa. Berbicara banyak hal, dan melontarkan kata-kata candaan.
Vanila menatap Fuji untuk beberapa detik, kemudian mengangguk.
"Aku lupa kalo punya kasbon juga. Jadi potongannya makin gede aja."
"Berapa?"
"Lima ratus. Sisa tujuh ratus lagi! Gimana ini? Bayar kost aja kurang, belum beli token sama makan sehari-hari." Vanila berkeluh kesah.
Fuji tidak langsung menjawab, dia berjalan mendekati salah satu mesin Drying Tumbler yang sudah berhenti berputar, lalu mengeluarkan isinya ke dalam sebuah keranjang berukuran besar.
"Dari dulu, sistemnya masih potong gaji aja. Mending kalo dia ngasih gajinya gede. Lah ini? Udah kecil, kerja harus maksimal, tapi dia nggak pernah mau ngasih gaji yang setimpal!" Fuji berujar, dengan suara pelan.
"Dari dulu? Terus kenapa Mbak Fuji betah?" Tanya Vanila kepada seniornya.
Fuji menoleh, dan menatap Vanila dengan sedikit senyuman yang terlihat di kedua sudut bibir.
"Dih, kamu juga kenapa betah?" Dia menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi.
"Aku butuh, Mbak."
"Ya sama, aku juga butuh. Anak dua, kerja suami masih serabutan, seandainya nyari kerja nggak susah, mungkin aku udah lama out dari sini, Van!"
Vanila menghela nafasnya, kemudian bersimpuh duduk di lantai dengan tatapan kosong tertuju lurus kedepan. Tiba-tiba saja semangat kerjanya menurun, dan untuk saat ini Vanila tidak tahu harus berbuat apa dengan sisa uang gajinya.
"Jangan dipikirin, nanti juga ada jalan keluarnya. Siapa tau ketemu rezeki nomplok, dapet pekerjaan yang lebih baik?"
Vanila menghela nafasnya lagi.
"Mbak, Fuji. Dipanggil Ci Mey!" Eli berujar.
Gadis sebaya Vanila keluar dari balik pintu ruangan yang terletak di sudut tempat itu. Wajahnya berbinar, dengan satu amplop berukuran sedang di dalam genggamannya.
"Van, tinggal masukin baju-baju yang kotor yah!" Fuji berpesan.
Vanila menjawab dengan anggukan.
"Yang teliti, jangan sampe ketuker-tuker, nanti bos kamu ribet lagi."
"Dih, bos Mbak Fuji itu!" Jawab Vanila dengan ketus.
Fuji terkekeh pelan, dan suara wanita itu benar-benar menghilang setelah masuk ke dalam ruangan yang sempat Vanila datangi tadi.
"Cie yang gajian full."
Vanila menarik sebuah keranjang berisikan pakaian kotor, memasukkannya ke dalam mesin cuci, kemudian menambahkan liquid dan juga pewangi pakaian.
"Nggak full juga, sama aja kena potongan." Eli tertawa.
"Dasar aneh, nggak full tapi senyum-senyum."
"Seenggaknya, ini gaji terbanyak yang aku terima selama aku kerja disini. Kayaknya nggak usah aku jelasin, berapa kali aku bikin jas orang rusak karena salah masuk mesin, berapa kali orang datang maki aku, berapa kali juga Ci Mey bentak-bentak aku di depan kalian sama customer. Udah gaji tipis, bayarnya pake mental health lagi!" Dia tertawa lagi.
Vanila menyandarkan punggungnya pada mesin-mesin yang berjejer rapi disana.
"Cari kerjaan lain yuk?" Ajak Vanila.
"Apa? Nyari kerja sekarang tuh susah tau. Cobain aja kalau nggak percaya. Selain ijazah, berpenampilan menarik juga salah satu syarat lowongan kerja disini." Eli memasukan amplop gajinya kedalam saku celana.
"Udah ah, mau nyetrika dulu. Semangat kerjanya Vanila, ini bukan akhir dari segalanya. Siapa tau habis ini dapet tawaran kerja yang menggiurkan. Jagain lansia sebatang kara misalnya. Jadi kalau dia meninggal harta mereka buat kita, hahah."
Eli membawa keranjang pakaian yang sudah bersih ke sisi lain tempat itu, meninggalkan Vanila yang masih bergelut dengan isi pikirannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Holaaa cuyung, i'm back!! 😗