Greenindia menarik kerah jaketnya, berusaha menenggelamkan diri di antara keramaian jalan. Ia harus pergi bekerja. Itu adalah satu-satunya pelarian nyata yang ia miliki saat ini, selain mendaki gunung. Saat ia mencapai pintu keluar lobi apartemen, ia berpapasan dengan Tomi, si pemilik toko, yang baru saja selesai mengangkat kotak kardus besar.
“Hei, Green! Mau kerja?” sapa Tomi, menyeka keringat di dahinya.
“Ya,” jawab Greenindia singkat, memaksakan senyum tipis.
“Baguslah. Aku melihatmu kembali ceria,” kata Tomi, lalu alisnya bertaut. “Oh, omong-omong, tadi sekitar setengah jam yang lalu, kau bertemu dengan empat pria berbadan besar? Tiga pria keluar dari lobi, satu lagi yang berkacamata itu naik mobil duluan.”
Jantung Greenindia mencelos. Itu pasti Antonio dan ketiga pengawal Rex. Mereka keluar setelah Rex mengusir mereka.
“Empat pria berbadan besar?” Greenindia menaikkan alisnya, berakting bingung. “Tidak, tidak bertemu. Aku baru saja keluar.”
Tomi mengerutkan bibirnya. “Aneh. Mereka baru keluar lima menit lalu. Kukira tamu untukmu, wajah mereka seram sekali. Mungkin tamu untuk unit lain, ya.”
Greenindia pura-pura tidak tahu dan bergegas pergi. “Mungkin. Baiklah Tomi, aku harus buru-buru. Sampai jumpa!”
Ia berjalan cepat, bertekad menjauh dari apartemennya dan dari pria gila yang sekarang mendiami sofanya.
***
Kembali ke apartemen kecil yang kini terasa terlalu besar bagi Rex, dia sedang duduk di sofa, memosisikan dirinya senyaman mungkin. Ia menerima panggilan video dari Antonio.
“Bagaimana?” tanya Rex, langsung ke intinya.
Di layar, Antonio tampak berada di mobil mewahnya, masih dalam perjalanan. “Tidak banyak, Tuan. Nyonya Simon... dia seperti hantu.”
Rex mengernyit. “Jelaskan.”
“Kami menyelidiki catatan residen di gedung apartemennya, menginterogasi beberapa tetangga, dan melakukan pengecekan dasar melalui database. Kami tahu ia tinggal di sana selama tiga tahun. Pekerjaan paruh waktu di kafe selama dua tahun. Teman dekat hanya ada dua, Tomi si pemilik toko, dan seorang rekan kerja bernama Lizbet. Hanya itu.”
“Hanya itu?” Rex mendengus tak percaya. “Kau bilang aku menikahi hantu? Tidak ada keluarga? Tidak ada sejarah di kota lain?”
“Itu yang aneh, Tuan. Tidak ada. Tidak ada catatan orang tua yang masih hidup atau kerabat yang bisa kami hubungi. Data pendidikannya terputus lima tahun lalu. Tidak ada kartu kredit atas namanya di luar bank lokal kecil. Seolah-olah Greenindia Simon baru muncul di kota ini tiga tahun lalu,” jelas Antonio. “Bahkan teman-temannya di kafe bilang Nyonya Simon sangat tertutup, meskipun dia ramah. Dia menjaga batas yang sangat tegas.”
Rex bersandar, rasa penasarannya semakin memuncak. Kemarahan Greenindia tadi pagi, ketakutannya terhadap keramaian, dan latar belakangnya yang buram.
“Terus cari,” perintah Rex. “Seluruh kehidupannya pasti ada. Aku tidak menikahi kertas kosong. Cari tahu kenapa dia lari, dan mengapa dia begitu ketakutan melihat tiga pria berdiri di ruang tamunya. Prioritaskan ini, Tony.”
“Siap, Tuan Rex.”
Begitu Antonio mengakhiri panggilan, Rex segera mendapat panggilan masuk lain yang ia kenali dengan baik. Wajahnya langsung berubah, ketegasan digantikan sedikit rasa bersalah.
Nenek.
“Rex Carson! Apa kau sudah gila? Sudah sebulan kau tidak muncul di rumah keluarga!” suara wanita tua yang tajam itu langsung menyerbu dari speaker ponselnya.
“Aku sibuk, Nek. Ada pekerjaan di properti baru,” elak Rex.
“Pekerjaan? Pekerjaan apa yang membuat cucuku menghilang? Kau kabur karena Bibi Laura ingin kau bertemu Nona Anderson, kan?” tuduh Neneknya.
Rex mendesah. “Aku akan pulang, Nek, kalau Nenek berhenti berniat menjodohkanku dengan gadis manja dari keluarga Anderson itu.”
“Kenapa kau menolak padahal belum bertemu? Dia gadis yang sempurna, dari keluarga terpandang!”
“Nek, bahkan ketika Ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu, Nona Muda Anderson yang misterius itu tidak muncul di pemakaman. Kita melihat dengan jelas bahwa yang bertugas di rumah duka hanya kedua anak tertuanya,” kata Rex, nada suaranya berubah dingin saat menyebutkan itu. “Bagiku, hal itu sudah cukup membuktikan bahwa Nona Anderson tidak memiliki tata krama yang baik. Atau mungkin dia hanya seorang robot yang dikirim oleh keluarganya.”
“Rex! Jangan bicara sembarangan! Keluarga Anderson adalah konglomerat yang tidak bisa kau singgung,” tegur Neneknya keras. “Kau harus lebih berhati-hati dengan kata-katamu.”
Rex menanggapi dengan senyum tipis, sebuah ide liar muncul di benaknya, yang bisa menghentikan semua niat perjodohan ini.
“Aku akan pulang, Nek. Dan aku akan membawa istriku ke hadapan Nenek,” kata Rex, mengejutkan neneknya—dan bahkan dirinya sendiri.
“Istri? Istri siapa?!” seru neneknya.
“Istriku, tentu saja. Kami baru menikah. Sampai jumpa, Nek. Aku akan meneleponmu nanti.” Rex buru-buru mematikan panggilan, sebelum rentetan pertanyaan neneknya yang bisa mematikan menyerbunya.
***
Sementara itu, Greenindia sudah berada di kafe. Atmosfer kafe yang ramai, berbau kopi, dan hangat itu adalah antitesis dari apartemennya yang dingin dan Rex yang baru dinikahinya.
“Green! Kau datang! Aku senang sekali,” sambut Lizbet dengan senyum lebar.
Semua rekan kerja menyapa Greenindia dengan ramah. Ia adalah pekerja keras yang jujur, meskipun hanya bekerja paruh waktu. Ia menolak tawaran kopi panas dari seorang barista dan menolak sepotong muffin dari manajer, memilih untuk fokus pada pekerjaannya.
Menjelang sore, saat ia sedang membersihkan meja, bel pesanan berbunyi.
“Green, kau ambil pesanan ini, ya,” kata manajer kafe. “Ini pesanan antar spesial. Sedikit jauh, tapi dia kasih tip gila-gilaan.”
Greenindia mengambil tas berisi makanan yang sudah disiapkan dan mengecek alamat pengiriman. Matanya terbelalak.
“Apa-apaan ini?” gumamnya.
Alamat itu adalah apartemennya sendiri.
Dada Greenindia bergemuruh. Rex pasti sengaja. Ia buru-buru mengendarai skuternya kembali ke apartemen dengan perasaan marah yang membakar.
Ia membuka pintu apartemennya tanpa mengetuk. Rex masih di sofa, kakinya terentang lurus, tampak sedang membaca di tablet dengan kacamata baca.
Greenindia melemparkan tas makanan itu ke meja bundar di depan sofa. Bunyi tumpukan wadah Styrofoam keras dan nyaring.
“Kau mengerjaiku, Rex!” teriak Greenindia. “Kau mengirimku ke tempat kerja hanya untuk menyuruhku mengantarkan makanan ke rumahku sendiri?”
Rex melepaskan kacamatanya, menatap Greenindia dengan tatapan tenang.
“Tentu saja tidak. Aku lapar,” jawabnya santai. “Kau bilang kau tidak punya makanan di sini. Aku tidak bisa memasak karena aku ditikam olehmu, dan aku juga tidak bisa memesan makanan tanpa alamat yang jelas. Jadi, aku memesan makanan ke alamat ini, dan kebetulan kau yang mengantar. Kewajibanmu membawakan makanan ke rumah, kan?”
Greenindia kehabisan kata-kata. Ia ingin memaki, tetapi perutnya kembali berbunyi, lebih keras dari sebelumnya. Aroma makanan hangat yang keluar dari tas pengiriman menyeruak di udara.
Akhirnya Greenindia mengalah. Ia mengambil wadah makanan yang berisi nasi dan lauk pauk, dan duduk di lantai di depan sofa. Ia mulai makan dengan rakus, tidak peduli dengan Rex yang mengamatinya.
“Lihat, bahkan kau tidak perlu membayar makananmu sendiri,” Rex menyindir.
Greenindia hanya mengabaikannya, menjejalkan makanan ke mulutnya. Begitu makanan Greenindia habis, ia berdiri.
“Aku harus kembali bekerja,” katanya, memungut tas pengiriman yang kosong.
Saat Greenindia berbalik, Rex meraih pergelangan tangan Greenindia untuk menahannya.
“Tunggu sebentar. Bantu aku berdi—“
Greenindia, yang masih sensitif dengan sentuhan, memberontak sekuat tenaga. Genggaman Rex pada pergelangan tangannya, yang dimaksudkan untuk menahan, justru membuat keseimbangannya hilang.
Greenindia limbung, tubuhnya tidak dapat dikendalikan karena terlalu lelah. Ia tidak jatuh ke lantai. Sebaliknya, ia jatuh ke sofa.
Tepat di atas Rex.
Tubuh Greenindia menimpa dada Rex. Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Keheningan yang tiba-tiba terjadi terasa begitu tebal, hanya ada bunyi detak jantung yang memompa kuat di antara mereka.
Greenindia bisa mencium aroma mahal dari kaus cashmere Rex, dicampur dengan aroma obat. Rex bisa merasakan kehangatan dan kelelahan dari tubuh Greenindia.
Rex mendongak, tatapannya yang penasaran kini bercampur dengan sesuatu yang lain—terkejut, terangsang, dan sebuah pemikiran yang aneh.
“Kau… kau selalu melakukan ini untuk mendapat perhatianku, Nyonya Carson?” Rex bertanya, suaranya serak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
hasatsk
atau mungkin yang di jodohkan itu greenidia yang juga melarikan diri dari rumahnya karena tidak mau dijodohkan...🤭
2025-10-26
1