Kumpulan Kisah Misteri
Jembatan Seunapet berada di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan merupakan jalur lintas antara Banda Aceh - Medan. Panjangnya tak lebih dari dua puluh meter, namun dikelilingi hutan rimba dan aliran sungai berarus deras.
Konon, sejak puluhan tahun lalu, jembatan itu selalu memakan korban, orang-orang sering mendengar suara langkah kaki saat melintas sendirian, meski tak ada seorang pun di belakang.
Di malam berkabut, suara tangisan perempuan kerap terdengar, diikuti bayangan putih yang melayang di tepian jembatan. Tak sedikit sopir truk yang mengaku melihat sosok wanita berbaju lusuh berdiri di tengah jalan, membuat mereka hampir celaka.
Alkisah, seorang mahasiswi asal desa itu - sebut saja namanya Yuni, pulang kampung setelah lama merantau di kota. Ia tak percaya dan menertawakan kisah "Penunggu Jembatan". Namun, ibunya berpesan agar jangan pernah melintas saat tengah malam. "Kalau kamu dengar suara wanita memanggil namamu di jembatan itu, jangan menoleh Nak..." Pesan ibunya dengan wajah serius.
Yuni hanya mengangguk sambil tersenyum, menganggapnya mitos kuno.
Suatu malam, Yuni pulang dari kota telah larut malam. Jam menunjukkan pukul 00.05 WIB saat ia melewati jembatan Seunapet. Sepeda motornya melaju pelan karena kabut turun pekat.
Tiba-tiba, terdengar suara lirih memanggil:
"Yuni... tunggu..."
Bulu kuduknya merinding. Suara itu begitu jelas, seperti berasal dari belakangnya. Yuni teringat pesan ibunya. Ia berusaha fokus pada jalan, namun rasa penasaran membuat lehernya bergetar ingin menoleh.
Langkah motornya terhenti ketika tiba-tiba mesin mati mendadak. Yuni panik, mencoba menyalakan kembali, tapi mesin motor tak juga menyala. Dari arah sungai, suara tangisan menggema, lalu perlahan berubah menjadi tawa melengking.
Ia melihat ke bawah, ke permukaan air. Di sana, tampak wajah pucat seorang wanita menatap ke arahnya--matanya merah menyala, mulutnya terkoyak lebar seolah tersenyum.
Yuni menjerit, namun suaranya tercekat.
Keesokan harinya, warga menemukan motor Yuni tergeletak di atas jembatan. Yuni sendiri hilang tanpa jejak.
Orang-orang mulai berbisik.
Legenda lama kembali terbuka:
puluhan tahun yang lalu, seorang gadis desa di perkosa dan dibunuh di jembatan Seunapet. Mayatnya di buang ke sungai, namun tak pernah ditemukan. Sejak itu, rohnya menuntut tumbal, terutama dari mereka yang berani melintas tengah malam.
Dan malam itu, sosok Yuni telah menjadi bagian dari kisah kelam "Jembatan Seunapet".
*****
Tahun 1980, di sebuah desa, hiduplah seorang gadis jelita bernama Halimah, putri seorang petani sederhana. Meski hidupnya pas-pasan, Halimah tumbuh sebagai gadis ayu dengan paras lembut dan hati yang baik. Setiap hari ia membantu orang tuanya bekerja di sawah. Sore hari, ia pergi ke surau belajar mengaji.
Kecantikannya menjadi buah bibir. Banyak pemuda desa menaruh hati padanya, tetapi Halimah hanya mencintai seorang pemuda sederhana bernama Soleh, putra desa yang berprofesi sebagai petani juga.
Soleh adalah pemuda berusia 21 tahun, orangnya lembut, pekerja keras dan rajin ibadah. Ia tak pernah angkuh, sifatnya sederhana dan sangat menyayangi Halimah. Cinta mereka tulus. Saat malam mereka tampak sering jalan bareng bersama teman-teman yang lain menuju Surau atau sekedar menikmati suasana sore sambil menunggu waktu Maghrib.
Hubungan Halimah dan Soleh telah mendapat restu dari keluarga masing-masing. Kedua keluarga setuju dengan keputusan yang telah di sepakati oleh anak-anak mereka.
Rencana pernikahan ditetapkan: satu bulan lagi mereka akan resmi menjadi sepasang suami istri. Halimah sibuk menyiapkan diri, menjahit baju kebaya sederhana, sementara Soleh bekerja keras membantu ayahnya agar pesta mereka tetap layak.
Hampir setiap malam, keduanya bertemu di bawah sinar rembulan--duduk berhadapan di beranda rumah Halimah, saling bercerita tentang masa depan.
"Setelah menikah nanti... aku berjanji akan membangun rumah kecil untuk kita tinggal tepat di tengah sawah," kata Soleh dengan senyum penuh harapan.
Halimah menunduk malu, lalu menjawab lirih, "Aku hanya ingin selalu ada disisimu Bang Soleh? Aku tak butuh yang lainnya."
Pembicaraan mereka menambah kesan romantis malam itu. Namun dari kejauhan sepasang mata menatap keduanya tajam - seperti seekor binatang buas yang mengintai mangsa.
Di desa itu, ada seorang pemuda bernama Gibran, anak seorang juragan kaya raya. Ia kuliah di kota, pulang hanya sesekali dengan pakaian rapi dan gaya bicara yang angkuh. Gibran terkenal sombong, setiap keinginannya selalu dituruti oleh orang tuanya.
Meski banyak gadis yang menyukainya, hati Gibran justru terpikat pada Halimah. Baginya, Halimah bukan hanya kembang desa, tapi trofi yang harus dimiliki.
Sore itu, Gibran melihat Halimah berjalan sendiri setelah selesai mencuci pakaian di kali, ia mendekat dan mencoba merayu dengan gaya ala mahasiswa kota. "Halimah... kamu cantik sekali Dik... kalau kamu mau, aku bisa mengajakmu ke kota, kamu bisa jadi model atau artis drama panggung."
Halimah terdiam sejenak, lalu menunduk sopan. "Terima kasih Bang Gibran. Tapi aku sudah bahagia dengan kehidupanku sekarang. Gak usah menawarkanku lagi ya..." jawabnya lembut, menolak tanpa kasar.
Bagi Halimah itu adalah jawaban jujur. Tapi bagi Gibran, penolakan itu adalah penghinaan. Wajahnya memerah, gengsi dan kesombongannya terusik.
Sejak saat itu, Gibran semakin sering memperhatikan Halimah dari jauh. Ia tahu Halimah sudah berjanji menikah dengan Soleh, anak petani biasa. Setiap kali melihat mereka berdua, api cemburu membakar dadanya.
"Kalau aku tak memilikimu... maka siapapun dia tak akan bisa menyentuhmu," gumam Gibran dalam hati.
Berkali-kali Gibran mencoba merayu Halimah. Kadang ia datang dengan membawa kain mahal dari kota, kadang menawarkan uang saku, bahkan mengajaknya menonton bioskop atau hiburan pasar malam.
Namun, Halimah selalu menolak dengan cara yang lembut, "Bang Gibran, terima kasih untuk kebaikannya. Tapi aku akan menikah dengan bang Soleh bulan depan. Jadi sebaiknya abang jangan ganggu aku lagi, gak enak di lihat orang lain," ucap Halimah sambil tersenyum sopan.
Kata-kata itu menusuk dada Gibran. Sebagai anak seorang juragan kaya yang terhormat--yang terbiasa mendapat apa pun dengan mudah, kini di tolak mentah-mentah oleh seorang gadis desa--dan anehnya lagi, yang membuat Gibran tak terima karena Halimah lebih memilih Soleh, si pemuda sederhana anak seorang petani biasa.
Sejak saat itu, Gibran tak bisa tidur tenang. Di matanya, wajah Halimah selalu terbayang, bersama senyum sopannya yang menbuat Gibran makin terobsesi.
Kemarahan, nafsu, dan gengsi bercampur menjadi satu--merasuk kedalam pikiran si pemuda - menjadi dendam yang harus terlampiaskan. Ia mulai merencanakan sesuatu--dan dalam kegelapan, ia menggandeng beberapa pemuda temannya untuk merencanakan niat jahat.
Di hadapan teman-temannya, Gibran sering meluapkan amarah. "Dia berani menolakku, berarti dia merendahkanku! Aku adalah anak Juragan kaya disini, tak ada yang boleh menolak keinginanku, apalagi hanya gadis petani miskin!"
Pemuda-pemuda nakal yang sering bersama Gibran mabuk-mabukkan dan berfoya-foya, hanya tertawa. "Kalau kau mau Bran..." sambil meneguk segelas tuak di depannya, "Kita bisa culik Halimah sebelum menikah. Dan kau bisa melampiaskan dendammu... tapi ingat, setelah itu giliran kami."
Mereka tertawa terbahak-bahak, wajah Gibran yang semula memerah berubah menjadi senyum kejam. Dalam hatinya, kesombongan dan gengsinya harus terbalaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Anyelir
sebenarnya aku tuh bingung, gimana bisa melakukan hal itu di jembatan? itu maksudnya di bawah jembatannya gitu?
2025-10-11
2
🌹Widianingsih,💐♥️
wahhhh niat jahatnya udah mulai kelihatan nih , kayaknya akan berhasil mendapatkan Halimah karena uang Gibran banyak.
2025-10-09
2
Anyelir
pemikiran salah yang masih tertanam
menikah dan memiliki seseorang itu bukanlah sebuah trofi. jika benar cinta maka itu cinta bukan sebuah penghargaan
2025-10-11
2