1e. Kisah Jembatan Seunapet

Beberapa hari setelah tragedi kematian Ibnu, menjadikan Gibran hidup dalam bayangan ketakutan. Tubuhnya kurus, matanya cekung, wajahnya selalu pucat. Ia sudah menyadari bahwa ajalnya semakin dekat. Setiap malam suara arwah Halimah berbisik di telinganya, setiap mimpi ia melihat darah dan wajah gadis itu yang hancur.

Namun malam itu, entah mengapa, Gibran seperti orang yang kehilangan akal. Langkahnya terpaksa kembali ke jembatan Seunapet. Tempat yang paling ia takutkan. Tempat di mana semua dosa dimulai. Sungai di bawah jembatan menyimpan rahasia yang tak bisa ia kubur.

Angin malam berdesir dingin. Kabut tebal menutup pandangan. Gibran berdiri di tengah jembatan, tubuhnya gemetar, tatapannya kosong, ia berteriak, "Halimahh... aku tahu kau pasti di sini. Ambil nyawaku jika ingin balas dendam, aku sudah tidak tahan hidup dalam bayangan dosa dan rasa takut!" kata-katanya penuh dengan keputusasaan.

Suasana hening sekejap. Lalu suara itu datang.

Tangisan lirih perempuan, bercampur dengan tawa tipis yang membuat darahnya membeku. Dari balik kabut, muncullah sosok Halimah. Gaun putihnya compang-camping, tubuhnya berlumuran lumpur bercampur darah. Rambut panjangnya basah menutupi wajahnya, namun mata kosongnya bersinar merah dari sela-sela rambut yang tergerai acak.

Gibran mundur beberapa langkah, kakinya goyah. "Aku... aku menyesal Halimah...! Aku tak punya pilihan malam itu...! Aku--"

Tiba-tiba papan jembatan bergetar keras. Dari sungai dibawah, muncul bayangan tubuh Yudi, Jamal, Yoga, Fadhil, dan Ibnu. Wajah mereka hancur, mata melotot lebar, kulit pucat membusuk. Mereka merangkak naik dari air, menyeret diri ke atas jembatan, berputar mengelilingi Gibran.

"Ikut dengan kami Gibran... kau juga harus temani kami..." suara mereka serempak, serak, dan mengerikan.

Gibran menjerit histeris, berlari ke ujung jembatan. Tapi tubuhnya tertahan--tangan Halimah mencengkeram lengannya. Cengkeraman itu begitu dingin, namun kuat. Wajahnya mendekat, bibir sobeknya menyunggingkan senyum penuh dendam.

"Di tempat ini... kau dan lima temanmu telah merenggut kehormatanku dengan paksa lalu membunuhku... dan hari ini pembalasanku..."

Tiba-tiba tubuh Gibran terangkat ke udara, dilempar ke tengah sungai. Ia berteriak, berusaha berenang, namun tangan-tangan hitam muncul dari dalam air, mencengkeram tubuhnya, ia di tarik ke dasar sungai, air sungai berubah menjadi warna merah pekat.

Tapi pembalasan tidak berhenti sampai di situ. Air sungai tiba-tiba mendidih, riaknya bergemuruh. Dari bawah permukaannya, terdengar jeritan Gibran yang panjang, menyayat telinga. Teriakan itu bercampur dengan suara tulang yang patah, kulit yang tercabik, hingga akhirnya senyap.

Ketika air sungai kembali tenang, warga desa yang mendengar teriakan itu datang ke jembatan. Mereka hanya menemukan sungai memerah seperti dicampur darah. Tubuh Gibran tak pernah ditemukan, seakan lenyap ditelan sungai bersama arwah-arwah lain yang ia ciptakan.

Sejak saat itu, jembatan Seunapet menjadi tempat yang tidak seorang pun berani lewati tatkala senja tiba. Orang-orang berkata, setiap tengah malam terdengar jeritan Gibran yang tenggelam, diiringi suara tangisan perempuan yang tak pernah berhenti.

Arwah Halimah kini menjadi penunggu abadi jembatan Seunapet--tidak ada seorangpun yang berani melintas pada malam hari apalagi berbuat tak senonoh di area jembatan.

*****

Sejak kematian dan hilangnya enam pemuda, kisah tentang jembatan Seunapet semakin membesar. Tak seorang pun berani melintas lagi, apalagi saat tengah malam. Namun suara-suara aneh masih sering terdengar: tangisan dan tawa perempuan, jeritan minta tolong, dan suara langkah kaki di atas jembatan.

Beberapa saksi mata berkata pernah melihat sosok perempuan bergaun putih berdiri di tengah jembatan menjelang tengah malam. Rambut panjangnya menutupi wajah, tubuhnya basah kuyup meneteskan air, dan dari mulutnya terdengar bisikan lirih:

"Pulanglah... atau aku menjemputmu..."

Seorang pemuda desa bercerita, ketika ia memberanikan diri melintas dengan sepeda motor, mesinnya mendadak mati. Saat menoleh ke spion, ia melihat seorang perempuan duduk tepat di jok belakangnya--wajahnya hancur, matanya hitam kosong. Pemuda itu jatuh pingsan dan baru ditemukan warga pagi harinya, motornya masih tergeletak di tengah jembatan.

Namun kejadian yang paling mengerikan terjadi suatu malam ketika sebuah truk antar kota pengangkut barang melintas pada pukul dua belas lewat sedikit. Sopirnya, seorang pria berusia empat puluh tahun, awalnya tak menggubris cerita orang desa sekitar. Ia menekan klakson keras-keras, seakan menantang penunggu jembatan.

Saat truk mencapai tengah jembatan, kabut pekat tiba-tiba turun. Lampu truk berkelip, jalanan mendadak terasa licin. Tiba-tiba, di depan truk berdiri sosok arwah Halimah--gaun putihnya berlumuran darah, matanya menatap kosong ke depan, namun bibir sobeknya tersenyum lebar.

Sopir truk panik, membanting setir. Namun saat itu pula pintu truk terbuka sendiri. Sosok wanita itu masuk, lalu duduk di kursi penumpang. Bau anyir memenuhi kabin, suara lirihnya berbisik ke telinga sopir.

"Kau tidak sendirian di tempat ini..."

Jeritan sopir menggema, truk oleng, menghantam pagar jembatan, lalu terjun bebas ke dalam sungai. Dentuman keras memecah malam sunyi, diikuti kobaran api yang menyala dari tangki bahan bakar.

Warga yang datang pagi harinya menemukan bangkai truk terbakar di dasar sungai, tapi anehnya, tubuh sopir tak pernah ditemukan. Hanya yang tampak adalah jejak basah di sekitar jembatan--bekas kaki wanita yang meninggalkan noda darah samar.

Sejak peristiwa itu, dugaan bahwa hantu Halimah yang bergentayangan di kawasan jembatan Seunapet semakin kuat. Orang-orang merasa percaya bahwa arwahnya akan terus bergentayangan, menunggu di jembatan Seunapet, menghukum siapa saja yang melintas dengan hati kotor atau berani menantang dengan sombong dan takabur.

*****

Berita kecelakaan truk dan kesaksian warga membuat suasana desa semakin mencekam. Ketakutan menyelimuti setiap rumah. Tak ada yang berani melintas di jembatan Seunapet.

Akhirnya, keluarga Halimah memutuskan mengadakan ritual besar di dekat jembatan Seunapet. Warga desa ikut hadir, mereka ingin mendengar sendiri kebenaran dari arwah gadis malang itu.

Seorang "orang pintar" bernama Tengku Muliadi, yang dikenal sebagai ahli ilmu gaib, di panggil.

Malam itu, di tepi jembatan, ia duduk bersila, di kelilingi kemenyan yang mengepul pekat.

Tengku Mulyadi memejamkan mata, mulutnya membaca ayat-ayat suci. Tiba-tiba angin bertiup kencang, dan suhu udara mendadak turun.

Tiba-tiba tubuh Tengku Mulyadi berguncang hebat. Matanya terbuka, namun bukan lagi tatapan manusia - bola matanya putih semua, dan suaranya berubah menjadi lirih, serak, penuh penderitaan.

"Aku Halimah..."

Warga terpekik, beberapa mundur ketakutan. Ibu Halimah langsung menangis tersedu, berusaha mendekat. "Anakku Halimah... apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

Sosok dalam tubuh perantara itu terdiam sejenak, lalu mulai berbicara dengan suara parau, seolah menahan tangis:

"Mereka berenam menodaiku, menyiksaku sampai mati. Tubuhku dibuang ke dasar sungai."

Tangis warga pecah. Ayah Halimah menggenggam tanah dengan marah, begitu juga dengan Soleh yang menangis tak mampu menahan sedih.

Tengku Mulyadi yang telah dirasuki sosok Halimah menoleh ke arah sungai, menatap warga satu per satu dengan sorot mata kosong.

"Tapi aku sudah membalas perbuatan mereka. Mereka sudah mati dan menjadi penunggu di jembatan ini."

Hening sesaat. Angin berhenti, hanya suara isak tangis yang terdengar.

Arwah Halimah melanjutkan dengan nada yang lebih tenang:

"Biarkan aku bersemayam di sini... jangan ganggu tempat ini. Aku akan menjaga tempat ini."

Tubuh Tengku Mulyadi bergetar sekali lagi, lalu roboh pingsan.

Sejak malam itu, warga desa  memasang larangan: tak ada seorang pun boleh melintas saat malam -  sebab mereka sudah percaya, Halimah bukan hanya korban kekerasan, tapi juga sebagai arwah gentayangan penunggu jembatan Seunapet.

*****

Terpopuler

Comments

🌹Widianingsih,💐♥️

🌹Widianingsih,💐♥️

seram sekali ya... berarti ini bukan legenda tapi kisah nyata.
lalu apa ke 6 jasad itu sudah ketemu atau pihak kepolisian tak pernah mencari ?

2025-10-17

0

iqbal nasution

iqbal nasution

nyata... bahkan sampai sekarang..

2025-11-01

0

Hanik Andayani

Hanik Andayani

astaghfirullah arwah halimah jadi tidak tenang, aku baca ini aku sempetin siang hari klo mlm bikin takut 😄

2025-11-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!