Possesif BADBOY
Dentuman musik menggema di seluruh penjuru ruangan itu. Ruangan yang dipenuhi oleh manusia yang hanya menginginkan kebahagiaan dunia. Senggol sana sini sudah menjadi hal lumrah di tempat terkutuk bagi sebagian orang tersebut. Cahaya lampu yang temaram membuat pandangan mata tak begitu jelas, tapi mereka sama sekali tak menghiraukan hal itu.
Seorang gadis dengan rambut red brown sebahu, baru saja meneguk minuman berwarna bening tapi bukan air bening biasa, melainkan minuman haram yang bisa memabukkan. Entah berapa gelas yang sudah masuk ke dalam perutnya, membuat gadis mabuk berat.
"Ini dia? Cantik juga," celetuk seorang lelaki dengan banyak tato di lengannya.
"Keberuntungan buat kita bos," sahut temannya yang memiliki tato cukup banyak juga.
"Bawa dia!" titah lelaki yang dipanggil bos itu.
"Heh! Lepas! Lo siapa? Hahaha, Lo malaikat pencabutan nyawa ya? Ambil, ambil aja nyawa gue, gue udah siap masuk Syurga." Gadis itu berbicara dengan nada kurang jelas, dia bahakan tertawa dan tak berapa lama tawa itu lenyap berganti dengan suara tangis.
"Ayo ikut!" salah satu lelaki itu menarik paksa gadis tersebut, dia tak ingin membuat keributan jika membawa gadis itu dengan menggendongnya. Apalagi gadis itu terus mengoceh tidak jelas.
"Gak mau! Cabut nyawa gue di sini aja!" tolak gadis itu.
Disisi lain, masih di ruangan yang sama, seorang pemuda duduk di depan meja bartender, dia sedang mengobrol dengan pemilik club malam tersebut.
"Minum Ken!" si pemilik club memberikan segelas air bening ke hadapan pemuda itu.
"Gue lagi gak minun," tolak pemuda itu.
"Oke ngerti gue. Jadi, tujuan Lo kesini cuma buat ngawasin anak buah Lo doang?" tanyanya sedikit meledek.
"Hm, kemarin ada yang nyari gara-gara, gue cuma mau mastiin apa orang itu berani balik lagi atau gak," jawab Ken apa adanya, tak peduli dengan ejekan temannya itu.
Si pemilik club mengangguk, "Iya, gue kemarin gak di sini, jadi gak tahu, tapi anak buah gue udah cerita. Dia gak bakalan berani masuk sini lagi," sahutnya.
"Anak buah Gavin?" tanyanya penasaran.
Ken menggelengkan kepala, "Bukan," jawabnya.
"Gue lupa, Lo sama dia udah damai," sahut pemuda dengan rambut pirang itu, dia terkekeh seakan mengejek seorang Arken.
"Ck, Lo pikir sendiri, dia suami adek kandung gue!" Ken mendengus mendengar ejekan temannya itu.
Tawa lelaki berambut pirang itu pecah, tapi Ken hanya mendengus.
Tiba-tiba Ken melihat seseorang yang dia kenal, tepat di meja paling ujung, seorang gadis sedang ditarik paksa oleh dua orang lelaki. Matanya memancing menatap gadis itu lekat.
"Ger, Lo tahu gadis itu? Dia kesini sama siapa?" tanyanya pada pemilik club tersebut.
Gerry si pemilik club itu menatap kemana arah telunjuk Ken, "Gak, tapi tadi gue lihat dia kayaknya sama teman-temannya. Mereka dari tadi duduk di sana," jawabnya. "Lo kenal?" tanyanya.
Mendengar jawaban Gerry, Ken langsung mendekat ke arah meja gadis itu. Gerry yang melihat tatapan Ken tak biasa, memilih mengikuti temannya tersebut.
"Lepas! Atau Lo berdua habis di tangan gue!" ancam Ken pada dua lelaki bertubuh kekar itu. Ken sama sekali tidak takut dengan dua lelaki tersebut.
"Siapa Lo? Gak usah ikut campur!"
"Lo gak perlu tahu siapa gue! Cepatan lepas atau Lo berdua gue habisi!" ancam Ken, sama sekali tidak takut dengan dia preman itu.
Tanpa aba-aba, seorang dari dua lelaki itu langsung menyerang Ken, untung saja Arken bisa menghidari, hingga pukulan lelaki itu tak mengenai wajahnya.
Anak buah Ken yang kebetulan ada di sana, langsung mendekat saat melihat Arken adu jotos dengan orang tak di kenal. Mereka membantu ketuanya itu, hingga kedua lelaki itu tumbang. Kegaduhan memenuhi area club tersebut, membuat Gerry berdecak frustasi. Hingga tak lama anak buahnya pun mendekat.
"Bawa keluar mereka berdua! Inget wajahnya jangan sampai mereka masuk ke sini lagi!" titah Gerry pada anak buahnya dan langsung di turuti oleh mereka.
"Ck, Lo bikin tempat gue kacau Ken! Kalau bukan Lo udah gue tendang!" Gerry berdecak kesal melihat clubnya berantakan.
"Sorry, gue bakalan ganti semuanya," jawab Ken penuh sesal.
"Ck, gak perlu. Siapa cewek itu? Pacar Lo?" tanya Gerry pada Ken, sebab Ken bukan seseorang yang mau ikut campur urusan orang lain.
"Bukan, gue kenal sama dia. Thanks, gue bawa dia balik. Nanti kalo ada yang nyari Lo telpon gue." Dengan mudah Ken menggendong tubuh gadis itu dan membawanya keluar dari club tersebut.
Anehnya saat Ken yang membawa, gadis itu tidak berontak sama sekali. Meski dia masih mengoceh tidak jelas.
"Jo! Lo bawa motor gue ke markas! Gue naik taksi!" titah Ken pada salah satu anak buahnya.
Setelah mengatakan itu, Ken pun langsung memesan taksi. Tak mungkin dia membawa gadis yang sedang mabuk berat itu menggunakan motor. Dia menatap penuh iba pada gadis itu. Dia tahu gadis tersebut menyimpan banyak luka, mungkin ini salah satu alasan dia mabuk hingga separah ini.
"Mau Lo bawa ke mana dia Ken?" tanya Ipang.
Ken menghela napas, dia pun bingung harus membawa gadis ini ke mana, ke rumah gadis itu tidak mungkin. Sudah pasti gadis ini akan lebih sakit jika pulang dalam keadaan seperti ini.
"Markas, dia lebih aman di markas," jawabnya setelah cukup lama terdiam.
"Lo yakin? Takutnya dia membahayakan Ken," sahut Ipang waspada.
"Gak, gue jamin dia gak membahayakan. Kalaupun iya, gue bakalan tanggung semuanya," sahutnya, membuat Ipang dan yang lainnya pasrah.
Tak lama taksi yang Ken pesan datang, dia pun langsung menawa gadis itu ke dalam taksi menuju ke markas. Sesampainya di markas, dia langsung membawa gadis tersebut ke dalam kamar pribadinya. Menyelimuti tubuh mungil gadis tersebut, memandangnya sebentar lalu meninggalkan gadis itu di dalam kamarnya.
"Mulai sekarang, Lo semua kalau lihat gadis itu dalam bahaya, harus bantu dia dan kasih tahu gue!" pesan Ken pada anak buahnya yang ada di markas malam itu.
"Siap bos!" sahut semuanya.
"Kasih tahu yang lain juga," sahutnya.
Bukan tanpa alasan Kenapa memberi pesan seperti itu, sebab dia merasa ada yang tidak beres dengan gadis itu. Apalagi saat tadi dia sedang di seret sama dua preman, sepertinya ada yang berniat tidak baik dengan gadis tersebut.
☘︎☘︎☘︎☘︎
Sinar matahari menerobos lewat celah jendela yang ada di sebuah kamar. Cahaya yang hanya segaris itu mampu membangunkan seseorang yang sedang terlelap di dalam kamar tersebut. Kedua bola matanya menyipit saat sinar matahari mengenai kedua bola mata cantinya itu.
Seorang gadis dengan rambut red brown itu mengerjakan matanya. Dahinya mengernyit saat menyadari dia berada di ruangan asing. Tiba-tiba jantungnya berdetak tak menentu, pikirannya sudah kemana-mana. Saat itu juga dia memeriksa pakaian yang dia kenakan.
Masih utuh. Dia pun bersyukur, berarti semua ini tak seperti yang dia pikirkan.
"Gue dimana?" tanyanya pada diri sendiri.
Merasa penasaran, dia pun bangkit dari tidurnya. Menatap sekeliling kamar. Dahinya kembali mengernyit saat menyadari jika dia berada di dalam kamar seorang cowok, terlihat dari pakaian yang menggantung di balik pintu.
Clek
"Eh, udah bangun?" tanya si pemilik kamar saat masuk dan mendapati gadis yang semalam dia tolong sudah berdiri di depan pintu.
"Ini gue bawa sarapan sama seragam sekolah. Lo sekolah kan sekarang?" Cowok itu yang tak lain adalah Ken, memberikan dua buah paper bag berisi makanan dan juga pakaian untuk gadis itu.
"Kenapa gue ada di sini? Ini gue dimana? Apa yang Lo lakuin?" tanya gadis itu penuh selidik.
Ken menghela napas, dia lupa jika semalam saat membawa gadis ini, dia dalam keadaan mabuk sudah pasti tidak ingat semuanya. "Lo mabok di club, gue bingung mau bawa kemana, yaudah gue bawa ke sini," jawabnya.
"Ngapain Lo bawa gue ke sini? Lo pasti punya niat jahat sama gue kan?" tuding gadis itu.
Ken melebarkan bola matanya mendengar tuduhan gadis itu, "Ck, harusnya Lo berterimakasih sama gue Luna! Lo tahu gak semalam hampir aja di lecehin sama dua preman, kalau gak ada gue entah jadi apa Lo semalam," jawabnya kesal.
Luna mendengus, "Gak usah peduli sama gue! Lo bukan siapa-siapa! Minggir gue mau balik!"
Luna mendorong tubuh Ken, mencoba untuk keluar dari kamar tersebut, tapi dengan mudah Ken mengunci pintu itu, sialnya pintu tersebut menggunakan sandi yang langsung terkunci saat pintu tersebut tertutup.
"Yakin Lo mau pulang dalam keadaan gini? Gak masalah?" tanya Ken.
"Ck, apa peduli Lo? Kita bahkan gak saling kenal. Buka gak pintunya? Atau gue teriak!" ancam Luna.
"Ck, dasar cewek! Dipermudah malah pilih yang ribet," sahut Ken sama sekali tak peduli dengan ancaman Luna.
"Bukain pintunya gue mau balik!" teriak Luna, tapi Ken mengabaikan itu, dia justru duduk di sofa dan meletakkan paperbag tersebut di sana.
"Sarapan dulu, terus mandi ntar gue anterin ke sekolah. Tas Lo dalam perjalanan ke sini," sahutnya santai, mencoba bersabar menghadapi sikap gadis itu.
"Gue mau balik!" teriak Luna lagi.
Ken menghela napas, gadis itu sangat keras kepala sekali. "Lo boleh keluar dari sini kalo udah sarapan dan ganti baju. Kalau gak mau, Lo bakalan di sini sampai besok," sahut Ken membuat Luna melebarkan kedua bola matanya.
"Apa sih yang Lo mau?" tanya gadis itu. Kesal sekaligus takut dengan pemuda do hadapannya ini.
"Ya itu, yang gue katakan tadi." Ken berdiri dari duduknya. "gue keluar, tiga puluh menit lagi gue balik, kalo Lo belum sarapan dan belum ganti baju, Lo gak akan gue biarin keluar dari sini."
Ken membuka pintu kamar tersebut menggunakan sidik jari, dan dia berlalu tanpa mendengar jawaban Luna. Entahlah kenapa dia bisa melakukan itu, dia hanya mengikuti insting saja, tidak lebih.
"DASAR PEMAKSA!" teriak Luna kesal setelah pintu kamar tersebut tertutup.
Mau tak mau dia memilih menuruti perkataan Ken, dia ingin segera keluar dari tempat tersebut. Entah tempat apa ini, mungkin apartemen atau rumah pemuda itu? Tapi sepertinya bukan rumah pemuda itu.
Dia menikmati sarapan tersebut tanpa minat, bukan karena sarapannya yang tidak enak, tapi karena kesal dengan pemberi sarapan itu. Meski tak berminat makanan yang Ken beli tadi akhirnya dia habiskan. Selesai dengan sarapannya, dia mencoba mencari di mana ponselnya. Ingin menghubungi sahabatnya, dan menanyakan kenapa dia berada di sini, kenapa tidak berada di rumah sahabatnya?
"Ini tas gue, tapi mana ponselnya?" dia melihat isi dalam tas tersebut, hanya ada dompet tapi entah kemana ponsel miliknya.
"Entar gue tanya sama cowok resek itu," putusnya lalu memilih masuk ke dalam kamar mandi, dia ingin mandi karena jujur tubuhnya terasa lengket, bahkan badanya tercium aroma alkohol yang smangat menyengat.
Luna sudah berganti pakaian dengan seragam yang Ken belikan tadi. Anehnya Ken tahu ukuran baju miliknya, bukan hanya itu, Ken juga membelikan dalaman yang pas di tubuhnya. Entah darimana dia tahu smeua ukuran pakaiannya itu, tapi tentu Luna tak akan menanyakan hal tersebut.
Tepat seperti ucapannya, Ken kembali masuk ke dalam kamar tersebut setelah tiga puluh menit berlalu. Pemuda itu terlihat lebih rapi dari sebelumnya, sepertinya Ken juga baru saja mandi dan berganti pakaian.
"Hp Lo, selamalan gue charger, soalnya batrenya habis." Ken menyerahkan ponsel yang sejak tadi Luna cari.
"Lo bukain hp gue kan?" bukannya berterimakasih Luna justru menuduh Ken.
"Menurut Lo?"
"Ck, Lo terlalu ikut campur urusan pribadi gue! Inget Lo bukan siapa-siapa dan gak berhak ikut campur!" Luna memeriksa ponselnya, tapi tak ada sesuatu yang aneh di sana.
Ken menghela napas, "Gue anter ke sekolah, tas sekolah Lo ada di bawah."
Ken kembali membuka pintu kamar tersebut, dan keluar dari sana diikuti oleh Luna.
Gadis itu memandang sekitar, meneliti setiap sudut yang dia lewati. Dia belum paham berada dimana saat ini, tapi saat mereka menuruni anak tangga, dia baru paham ketika di bawah sana banyak cowok dengan kegiatan mereka masing-masing. Ditambah dinding di sana dipenuhi dengan lukisan kalajengking.
Ya, ini adalah markas.
Sama sekali tak menyangka cowok yang berjalan di depannya ini seorang anggota geng motor.
"Siapa yang ambil tas dia? Mana bawa sini?" Ken bertanya pada mereka yang duduk di sana.
"Ini bos," salah seorang anak buah Ken memberikan tadi tersebut pada Luna.
"Thanks, gue cabut!" ucap Ken setelah Luna menerima tas miliknya.
Lagi-lagi Luna merasa heran dengan Ken, kenapa bisa pemuda itu mendapatkan tas miliknya yang jelas-jelas ada di rumah. Bahkan buku yang ada di dalamnya pun, semua buku pelajaran hari ini. Ingin bertanya tapi dia sungkan, dan malas banyak bicara di hadapan pemuda itu.
"Gue ke sekolah sendiiri," celetuk Luna saat mereka sudah berada di luar markas.
Ken yang baru saja akan menaiki motornya menolah, "Gak, Lo berangkat bareng gue!" putusnya.
"Lo pemaksa banget sih? Gue ogah bareng Lo! Gue udah pesen taksi!" tolak Luna.
"Terserah Lo! Silahkan keluar dari sini kalo itu mau Lo!" sahut Ken santai. Dia bahkan membiarkan Luna berjalan mendekati gerbang.
Ken memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, senyum di bibirnya terbit saat melihat Luna berusaha membuka gerbang tersebut tapi tidak berhasil. "Satu, dua, ti..." belum juga dia menyelesaikan hitungannya, Luna sudah lebih dahulu teriak.
"KEN BUKAIN PINTUNYA!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Felycia R. Fernandez
apa sebelum ini ada novel lain kk Thor,kayak udah kenal banget Ken dengan Luna
2025-10-20
0