Part 3 Diculik?

"Gue mau stop kerja sama dengan Viper," celetuk Ken tiba-tiba.

"Lo serius Ken?" sahut Johan salah satu inti Scorpion.

Ken menganggukkan kepala, "Hm," balasnya.

"Apa alasannya?" tanya Johan lagi.

"Gue pengen stop di dunia hitam Jo," jawabnya.

Saat ini mereka sedang berada di markas Scorpion tepatnya di dalam ruangan yang biasa mereka gunakan untuk bekerja. Hanya ada inti Scorpion yang jumlahnya sekitar tujuh orang. Di luar ruangan tersebut ada banyak anak Scorpion lainnya.

Mereka bertujuh memang sengaja mengadakan rapat, sesuai permintaan Ken. Dia bermaksud memberitahu rencananya pada mereka, bukan hanya itu Ken juga membahas bagaimana cara bisa keluar dari lingkaran hitam bersama Viper.

Viper sendiri sebuah geng motor yang tidak begitu terkenal di kalangan anak jalanan lainnya. Mereka lebih terkenal dalam dunia hitam, banyak yang bersekutu atau bekerjasama dengan geng tersebut. Mereka bisa dikatakan bukan geng motor biasa yang hanya berkecimpung dijalankan, seperti balapan dan adu kekuasaan. Mereka justru lebih tersembunyi lagi saat beraksi.

"Gak semudah itu Ken," sahut Raka salah satu inti Scorpion.

"Bener, banyak resiko yang menanti kita kedepannya," sahut Ipang.

"Gue akan ambil resiko itu," yakin Ken. Dia memang sudah berencana meninggalkan dunia hitam yang selama ini digelutinya, ingin kembali ke kehidupan normalnya.

"Gue yang memulai, dan gue juga yang harus mengakhiri," celetuk Ken.

Dulu Scorpion di tangan Arga-kakak sepupu Ken, tidak pernah bekerja sama dengan geng yang berkecimpung di dunia hitam. Mereka hanya sering mengadakan balapan dan aktivitas motor lainnya. Paling mentok merayakan kemenangan di club malam, tapi saat Scorpion berada di tangan Ken, dia justru membawa geng motor tersebut bekerja di dunia hitam.

Seringkali mereka menghadapi bahaya besar hanya untuk mendapatkan keuntungan besar. Bahkan mereka rela bertaruh bahwa demi pekerjaan itu.

"Gue rasa keputusan Ken udah bener. Kita bekerja di dunia hitam, bukan hanya nyawa kita yang jadi taruhan, tapi keluarga dan orang terdekat kita juga," ucap Satria salah satu anggota tertua di Scorpion.

"Iya Bang, gue mikirnya sebelum berumahtangga, gue harus lepas dari dunia ini dulu, gue gak mau anak dan istri jadi taruhannya nanti," sahut Ken.

"Kalau gitu kita cari cara biar gampang lepas dari Viper, tanpa membuat mereka sakit hati," sahut Satria.

"Sebelum itu, kita punya satu kerjaan buat kawal bos mafia dari bandara ke tempat biasa besok malam. Dan gue udah nyanggupin itu," ujar Ken mengingat pertemuan terakhirnya dengan ketua geng Viper beberapa hari yang lalu.

"Kita ikut keputusan Lo Ken," sahut Satria menepuk pundak Ken. Dia percaya Ken bisa mengatasi semua masalah ini.

"Hm, makasih Bang," Ken menganggukkan kepala sebagai tanda hormat pada Satria yang lebih tua darinya.

"Hm, Jo! Lo udah nemuin siapa yang kemarin nyerang anak-anak di club Gerry?" atensi Ken kini beralih pada Johan.

Johan mengangguk lalu menggeleng, "Mereka gak diketahui identitasnya Ken, gue curiga itu dari Viper," jawabnya.

"Kenapa begitu?" tanya Ken heran.

"Siapa lagi yang bisa menyamar sebaik itu kalau bukan Viper? Kayaknya mereka udah mencium kalau kita mau keluar dari mereka," jawab Johan masuk akal.

Ken menghela napas, lalu menghisap batang nikotin yang sejak tadi dia nikmati, menyemburkan asap yang dihasilkan ke udara dengan bebas, "Belum juga gue ngomong, mereka udah tahu duluan," sahutnya.

"Gue bilang apa, salah satu anggota kita ada yang jadi mata-mata Viper, tapi gua gak tahu itu siapa. Bisa saja salah satu dari kita atau dari anggota lain," sahut Ipang yang sejak tadi menyimak.

Ken menatap ke arah Ipang lalu menatap keenam anggota inti Scorpion secara bergantian, lalu menghela napas membenarkan jika yang dikatakan Ipang ada benarnya. Sebab dia pernah membahas akan mengakhiri kerjasama itu dengan Ipang beberapa hari yang lalu.

"Tapi gue yakin bukan diantara kalian," ujarnya percaya diri.

"Lagian kita ngapain jadi mata-mata Viper, kita tahu gimana mainnya Viper," sahut Satria dan dibenarkan oleh yang lain.

☘︎☘︎☘︎☘︎

Tok.. Tok.. Tok

"Non, disuruh turun untuk makan malam!" seru Bi Sri salah satu Art di rumah Luna.

Pintu kamar Luna terbuka, menampakkan seorang gadis dengan pakaian serba minim. Tang top dan celana bahan pendek di atas lutut.

"Astaghfirullah, Non, kenapa wajahnya kaya gitu?" Bi Sri terkejut melihat wajah Luna yang membiru. Dia tidak tahu kejadian tadi sore, sebab sedang belanja di pasar.

Luna tersenyum samar, "Bibi kaya gak tahu aja," jawabnya. "dibawah siapa aja Bi?"

"Ya Allah Non, yang sabar ya Non, Bibi cuma bisa doakan semoga nanti Non Luna dapat jodoh yang bener-bener sayang sama Non. Non udah menderita dari kecil," air mata Bi Sri tiba-tiba lolos tanpa diminta.

"Amiin, tapi Bibi gak perlu nangis, aku aja gak nangis," sahut Luna. Dia tidak mau dikasihani oleh orang lain.

"Aku gak mau makan di bawah Bi, tolong nanti bawakan ke kamar ya," pintanya.

"Tapi Non, yang minta Non Luna turun itu Den Leo, di bawah gak ada Bapak, cuma Den Leo sama Nyonya," sahut Bi Sri.

"Hm, baiklah aku turun aja kalo gitu." Dia langsung menutup pintu kamar dan turun ke pantai bawah bersama Bi Sri.

Sesampainya di meja makan, sang Mama hanya melirik sekilas tanpa bertanya. Seakan kehadiran Luna tak ada artinya sama sekali.

Berbeda dengan sang Mama, Leo justru menyambut dengan ruang kehadiran sang Kakak, "Kakak! Suapin Io ya!" pintanya membuat Luna tersenyum dan mengangguk.

Luna pun tidak menyapa sang Mama, dia memilih mengabaikan lirikan mamanya tersebut. "Io harus makan banyak ya, biar pinter," sahutnya dan ikut duduk di sebelah bocah berumur lima tahun itu.

"Sama Mbak aja Den, biar Kakak Luna makan dulu ya," bujuk pengasuh Leo.

"Udah gak apa-apa Mbak, aku bisa nanti makannya," sahut Luna sama sekali tidak keberatan.

Pengasuh Leo itu pun mengangguk, dia tetap duduk di sebelah bocah itu sambil, sesekali mengusap mulut Leo yang belepotan.

"Itu akibatnya kalau gak mau nurut sama Papa. Sakit rasakan sendiri," celetuk wanita dengan rambut disanggul itu.

Luna yang merasa sang Mama membahana tentangnya, menoleh sekilas lalu kembali menyuapi Leo tanpa mengucap sepatah kata pun.

"Besok Papa akan atur pertemuan dengan orang yang akan menikah sama kamu, jangan sampai kabur. Kalau kamu kabur, Papa bakalan marah besar, bukan cuma sama kamu tapi sama Mama juga," ucap Dania lagi.

"Ini hidup ku Ma, aku gak suka dijodohkan dengan orang itu. Aku mau cari pasangan sendiri," kali ini Luna menyahut. Dia memang tidak mau jika dijodohkan, apalagi yang dia tahu Papanya akan menjodohkannya dengan orang yang sudah memiliki istri.

"Kamu tidak akan pernah bisa melawan Papa. Turuti saja biar hidup kami tetap aman!" setelah mengatakan itu Dania pun meninggalkan meja makan karena makannya juga sudah habis.

Luna menghela napas, dia tetap akan menolak perjodohan itu bagaimanapun caranya. Biarlah jika nanti sang Papa memukulnya lagi, yang terpenting dia tak mau jadi boneka sang Papa untuk memperbanyak uang lelaki itu. Ya, dia akan dinikahkan dengan salah satu rekan bisnisnya.

Selesai menyuapi Leo, Luna langsung ke kamar, dia bahkan tidak menikmati makan malam sedikitpun. Perutnya memang lapar, tapi dia sedang tidak nafsu makan.

Sesampainya di kamar, dia langsung berganti pakaian. Tepatnya hanya menutup tang top dengan cardigan dan menutup celana pendeknya dengan celana jeans panjang.

"Bi, tolong jangan bilang Mama kalau aku keluar ya," ucap Luna pada Bi Sri yang kebetulan saat itu sedang berada di ruang tamu.

"Mau kemana malam-malam begini Non?" tanyanya khawatir.

"Mau ke rumah Gadis Bi, pengen nginep di sana," jawabnya.

"Yaudah, hati-hati ya Non, Bibi gak akan bilang kalau Non Luna pergi," sahut Bi Sri.

Setelah berpamitan dengan Bi Sri, Luna pun keluar rumah dengan berjalan kaki. Dia sengaja meminta Gadis menjemputnya, tapi entah kenapa Gadis belum membalas pesannya sejak tadi. Akhirnya dia memilih jalan kaki, dan menunggu Gadis di taman yang tak jauh dari kompleknya.

Setelah menunggu beberapa saat di taman, Gadis tak kunjung datang. Justru temannya itu mengirim pesan jika dia tidak bisa menjemputnya, membuat dia menghela napas.

"Tahu gini tadi pesen ojek aja," celetuk nya kesal. Dia sudah menunggu cukup lama di taman, tapi malah Gadis tak bisa datang.

Dia pun langsung memesan ojek online.

Beberapa menit berlalu, ojek online yang dia pesan belum juga datang, tapi justru orang lain yang datang, membuatnya mendengus melihat siapa yang datang.

"Lo ngapain di taman malam-malam begini?" tanya orang tersebut yang tak lain adalah Ken.

"Ck, peduli apa Lo? Kita bahkan gak saling kenal," sahut Luna, sewot.

Ken sebenarnya tidak berniat bertemu dengan Luna, tapi sepertinya Tuhan menakdirkan mereka bertemu saat ini. Sebab, setelah dari bengkel tadi, Ken tidak sengaja melewati jalan yang dekat dengan perumahan Luna, dan berakhir di tempat ini karena tadi dia sempat melihat keberadaan Luna di sana.

"Gue anter pulang gimana?" Ken tidak mempedulikan sikap sewot Luna, justru menawarkan tumpangan.

"Gak butuh," sahut Luna sewot.

Kena menatap, dahinya mengernyit saat menyadari wajah gadis itu lebam dan membiru, "Siapa yang nyakitin Lo? Bokap Lo lagi?" tanyanya.

Luna mendengus, dia malas meladeni Ken yang menurutnya ngeselin. Kebetulan saat itu ojek yang dia pesan juga datang. Dan dia segera meninggalkan Ken menuju ojek online tersebut.

"Luna! Biar gue anter! Gak usah naik ojek." Ken mengejar gadis itu, tapi Luna seakan tak peduli.

"Gak bisa Mas, dia udah pesen ojek dan gak bisa di cancel!" seru tulang ojek tersebut, membuat Ken memincingkan matanya.

Ken mendengus membiarkan Luna pergi bersama ojek online tersebut. Meski dia sedikit khawatir apalagii saat melihat wajah Luna yang lebam.

Selama perjalanan menuju rumah Gadis, Luna terlihat melamun. Entah apa yang dia pikirkan, hingga tukang ojek tersebut berhenti, tapi dia mengernyit saat melihat sekitar. Mereka berhenti tepat fi depan sebuah gedung terbengkalai, dan sekita hanya ada hutan yang sepi dan gelap.

"Loh, kenapa berhenti di sini Pak? Lagian kenapa kita lewat sini sih? Jalan ke rumah Gadis perasaan gak lewat sini deh," tanya Luna, dia takut di tempat gelap seperti ini.

Bukannya menjawab, tukang ojek tersebut justru terbahak. "Woy! Kita dapat mangsa!" serunya entah pada siapa.

Dan dalam hitungan detik, ada tiga orang yang keluar dari bangunan kosong tersebut. Mereka terbahak bersama.

Melihat itu nyali Luna langsung menciut, dia berniat kabut dari tempat itu, tapi tak bisa sebab tukang ojek tadi sudah menahan tangannya.

"Lepas! Tolong! Tolong!" Luna berteriak sekuat tenaga, tapi sepertinya percuma, sebab mereka berada di tengah hutan. Bahkan dia baru sadar jika jalan yang ada di hadapannya hanya jalan kecil yang sepertinya jarang dilewati orang.

"Teriak aja, gak akan ada yang denger! Hahaha!"

"Apa mau kalian hah!" Luna memberontak, berusaha melepaskan diri tapi tenaganya tidak cukup kuat melawan si tukang ojek.

"Bawa masuk! Kita pesta malam ini!" titah salah satu dari orang itu.

"Lepas! TOLONG!"

Terpopuler

Comments

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

rasain

2025-10-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!