Bab 4

Malam menjelang. Lydia kembali ke kamarnya, pura-pura lelah. Begitu pintu tertutup, ekspresinya berubah. Senyum lembutnya lenyap, digantikan sorot tajam penuh perhitungan. Ia membuka laci, mengeluarkan kotak kecil berisi peralatan mungil: pisau lipat, pistol kecil, serta beberapa perangkat elektronik.

“Jika mereka pikir aku hanya boneka yang bisa diinjak, mereka salah besar,” gumamnya pelan.

Tangannya lincah membuka perangkat, menghubungkannya ke jaringan nirkabel yang ditangkap jam tangannya. Angka-angka berderet di layar kecil, kode-kode yang hanya bisa dipahami seorang peretas handal. Butuh waktu, tapi Lydia yakin ia bisa menyingkap rahasia rumah ini, termasuk keberadaan suaminya yang misterius.

---

Beberapa hari ini Figo sama sekali tak menampakkan diri. Tapi justru ketidakhadiran itulah yang membuat Lydia semakin curiga. Lelaki itu bukan tipe yang lemah. Nama Luis Figo ditakuti di dunia gelap, reputasinya sebagai mafia kejam sudah mendarah daging. Lalu kenapa ia membiarkan istrinya sendirian begitu saja?

Saat Lydia terlelap, suara kecil dari perangkatnya bergetar. Ia membuka mata, lalu menatap layar jam. Ada jalur data baru terbuka akses ke ruang bawah tanah yang selama ini tersembunyi dari peta rumah.

“Ruang bawah tanah, hm?” Lydia berbisik, matanya menyala penuh rasa ingin tahu. “Apa yang kau sembunyikan di sana, Luis Figo?”

Di luar kamarnya, Sofia berdiri diam, menempelkan telinga ke pintu. Ia mendengar suara samar-samar dari dalam, tidak jelas. Hatinya berdebar. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Lydia.

Sofia menggertakkan giginya. “Gadis itu bukan selemah yang terlihat. Aku harus mencari tahu sebelum dia merebut semua yang seharusnya milikku.”

---

Langit malam itu menggantung berat, dihiasi cahaya lampu kota yang berkelip seperti bintang buatan. Jalanan pusat kota tampak lengang, tapi di salah satu gedung pencakar langit yang tinggi menjulang, dunia lain sedang berdenyut. Dunia mafia. Dunia penuh darah dan bisik-bisik pengkhianatan.

Luis Figo berdiri di depan jendela kaca besar, tubuh tegapnya diselimuti jas hitam khusus yang menjuntai sempurna. Di wajahnya, topeng logam berwarna gelap menutupi hingga ke garis rahang. Topeng itu sederhana tapi anggun, cukup untuk menyembunyikan hampir semua ekspresi. Hanya mata tajamnya yang memantulkan dinginnya malam.

Mereka menyebutnya Il Fantasma sang Hantu. Ada juga yang memanggilnya Raja Bertopeng. Nama yang dipuja sekaligus ditakuti.

“Semua sudah siap, Tuan,” suara Rafael, tangan kanan setia Figo, terdengar dari belakang.

Luis tidak menoleh. “Bagaimana dengan laporan tentang kebocoran persenjataan kita?”

Rafael menarik napas berat. “Kami menemukan pengkhianat. Seseorang dari lingkaran dalam. Dia menjual informasi ke pihak Bratva.”

Mata Figo menyipit di balik topengnya. “Siapa namanya?”

“Carlos Moreno,” jawab Rafael. “Orang yang dulu Anda percaya menjaga gudang senjata di perbatasan.”

Hening sejenak. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar. Figo kemudian berbalik, langkahnya tenang tapi berisi aura mematikan.

“Bawa dia ke ruang bawah.”

----

Lampu-lampu neon berkedip di ruangan dingin penuh bau besi dan karat. Di tengahnya, seorang pria kurus dengan wajah lebam diikat di kursi baja. Carlos Moreno, mantan tangan kanan yang dulu dikenal setia, kini menunduk dengan darah mengalir dari bibirnya.

Pintu berderit. Luis Figo masuk, diikuti Rafael dan dua pengawal lain. Suasana langsung berubah mencekam.

“Tu… Tuan Figo,” suara Carlos gemetar. “Ini… ini semua salah paham.”

Luis berjalan mendekat, sarung tangan hitamnya mengusap pelan permukaan meja besi di dekatnya.

“Salah paham?” suaranya rendah, tenang, tapi setiap kata menusuk. “Aku tidak suka kata itu. Aku suka bukti.”

Dia menyalakan layar di samping ruangan. Gambar-gambar rekaman CCTV muncul—Carlos yang menyerahkan koper berisi dokumen kepada seorang pria asing, wajahnya jelas, waktu dan tanggal terpampang.

“Bukti,” Figo menekankan.

Carlos menangis, berusaha membela diri. “Aku… aku butuh uang! Anak-anakku—”

“Anak-anakmu akan hidup tanpa ayah mulai malam ini,” potong Figo dingin.

Ia memberi isyarat dengan tangan. Salah satu pengawal mengeluarkan pistol, menempelkan ke kepala Carlos. Tapi Figo mengangkat tangan, menghentikan.

“Tidak. Biar aku yang melakukannya.”

Rafael menunduk hormat.

Figo mengambil pistol, menodongkan tepat ke kening Carlos. Dalam hitungan detik, suara tembakan menggema, memenuhi ruangan. Tubuh Carlos terjerembap, darah membasahi lantai.

Suasana hening kembali. Figo menaruh pistol di meja, lalu berbalik keluar tanpa sepatah kata pun. Baginya, ini hanyalah bagian dari pekerjaan.

----

Di mobil hitam yang melaju meninggalkan gedung, Rafael duduk di kursi depan sementara Figo bersandar di kursi belakang. Matanya menatap kosong ke luar jendela, tapi pikirannya tidak tenang.

Bayangan seorang gadis bergaun putih muncul di benaknya. Lydia.

Ia mengingat pernikahan beberapa hari lalu wajah tenang Lydia saat ia mengucap ijab kabul, tanpa air mata, tanpa protes keras. Seolah ia menerima nasibnya dengan lapang dada. Tapi ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang membuat Figo tidak nyaman.

“Kenapa aku meninggalkannya begitu saja?” gumamnya dalam hati.

Jawabannya sederhana, namun rumit. Figo bukan pria normal. Ia adalah pemimpin organisasi mafia terbesar di wilayah itu, musuh semua geng besar. Kehidupannya penuh darah, kematian, dan pengkhianatan. Menikahi Lydia hanyalah bagian dari kesepakatan busuk keluarga kebetulan, ia tidak peduli siapa pengantin sebenarnya.

Namun, setiap kali mengingat mata Lydia, ada rasa aneh. Seperti ketenangan yang mengintai badai.

Figo memejamkan mata sebentar, lalu membuka kembali. “Aku tidak boleh lengah. Aku tidak boleh membiarkan siapapun masuk terlalu dekat.”

----

Keesokan harinya, di sebuah gudang tua dekat pelabuhan, para bos mafia berkumpul. Ada perwakilan dari kartel Kolombia, triad Tiongkok, hingga kelompok lokal. Semua duduk mengelilingi meja bundar.

Figo masuk terakhir. Semua mata tertuju padanya. Aura kekuasaan dan kematian menyelimuti kehadirannya. Topeng hitam itu memantulkan cahaya lampu redup, membuat wajahnya semakin tak terbaca.

“Agenda kita malam ini,” ucap salah satu bos, “adalah membicarakan aliansi baru. Polisi semakin gencar. Jika kita tidak bersatu, kita akan jatuh satu per satu.”

Figo duduk tanpa bicara, hanya mendengarkan.

Salah satu bos berani angkat suara. “Raja Bertopeng, Anda terlalu sibuk dengan urusan pribadi. Semua tahu Anda baru menikah. Apakah itu bijak di saat seperti ini?”

Ruangan mendadak sunyi. Semua menunggu reaksi Figo.

Mata dinginnya menatap bos itu. Suaranya datar.

“Pernikahanku urusanku sendiri. Jika ada yang berani mencampuri… aku akan anggap itu pengkhianatan.”

Urat di pelipis bos itu menegang, tapi ia menunduk. “Maafkan saya, Tuan Figo.”

Rafael menyeringai tipis. Semua orang tahu: siapa pun yang menantang Figo, hanya berakhir satu jalan kuburan.

----

Malam itu, usai rapat, Figo berdiri di balkon gedung tinggi, memandang lautan lampu kota. Tangannya merogoh saku, mengeluarkan sebuah foto kecil. Foto itu didapat dari Rafael gambar Lydia di hari pernikahan.

Ia menatapnya lama. Wajah lembut, senyum tipis, mata yang menyimpan rahasia.

“Kenapa aku harus memikirkanmu?” bisiknya.

Selama ini, Figo tidak pernah membiarkan perempuan mendekat. Semua hanya sementara, semua hanya pelarian. Tapi Lydia… ia berbeda. Ada sesuatu yang tidak bisa ia definisikan.

Namun ia segera meremas foto itu, menyelipkan kembali ke saku.

“Tidak. Aku tidak boleh terikat. Dunia ini terlalu kotor untukmu, Lydia.”

Di sisi lain kota, di rumah mewah yang sunyi, Lydia tengah duduk di ruang kerja dengan laptop terbuka, menelusuri jaringan bawah tanah. Jemarinya bergerak cepat, menyusup ke data-data rahasia tak sadar bahwa ia sedang masuk ke salah satu sistem milik Figo sendiri.

Di tempat berbeda, Figo berdiri tegap, matanya menatap layar ponsel. Sistem keamanan organisasinya mendeteksi ada “hacker asing” yang baru saja mencoba masuk.

Ia menatap layar penuh selidik. “Menarik…” gumamnya.

“Siapa berani menyentuh jaringan ini?”

Tanpa ia sadari, orang itu adalah istrinya sendiri.

bersambung

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Hai kk....
Aku udh mmpir lg nih....bru awl,tp udh seru....btw,pntu kmrnya lydia sngja ga d ttup rpat atw dia lupa???kn aku gmes pas tau kl tu nnek shir ngntip tiap mlam...tkutnya kthuan spa lydia sbnrnya...
D tnggu up'ny lg kk....smngttt....😘😘😘

2025-09-10

1

Wahyuningsih

Wahyuningsih

menarik jln critanya thor buat figo bucin ama lydia thor n buat lydia badas abiz biar mkin sru d tnggu uonya thor hrs yg buanyk n tiap hri sehat sellu thor jga keshtn ntetp semangat lope2 sekebon dah buat authorku tersayang 🥰🥰🥰🥰/Rose//Rose//Rose/

2025-09-10

1

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

ini kamar nya lydia gk ada peredam suara ya thor? dikit2 si sop2an (sopia) bisa nguping.. bisa ngintip dikit😅🤣

2025-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!