Takdir Cinta Sang Pramuria
Rinai hujan masih terdengar mengalun merdu. Rintihannya bersatu dengan hembusan sang bayu. Memeluk malam dengan hawa dingin yang membelenggu.
Hawa dingin alami dari rinai air langit yang turun ke bumi beserta hawa dingin buatan yang keluar dari sebuah pendingin ruangan, nyatanya tidak berpengaruh apapun terhadap dua sosok manusia yang terlihat sedang berada di salah satu kamar hotel di kota ini.
Selimut, bed cover, dress berbahan sifon dengan motif bunga sakura, kemeja, dan celana terlihat berserakan di atas lantai. Ranjang di salah satu kamar hotel yang sebelumnya terlihat begitu rapi, saat ini mulai terlihat begitu berantakan. Sebagai pertanda bahwa sebelum detik ini, telah terjadi sebuah pergulatan tubuh yang begitu menggairahkan.
Tubuh dua manusia itu terkulai lemah di atas ranjang berukuran king size. Bulir-bulir peluh di pelipis keduanya masih mengalir deras hingga membasahi tiap sudut wajah. Keduanya saling mendekap seakan tidak ingin saling melepaskan satu sama lain.
Varen sedikit merenggangkan pelukannya dari tubuh Ranum. Hingga kini pandangan keduanya saling beradu. Dahi lelaki berusia dua puluh lima tahun itupun sedikit berkerut.
"Hei, mengapa wajahmu ditekuk seperti itu Num? Jauh berbeda dari saat kita bercinta tadi."
Ranum sekilas menarik sudut bibirnya ke atas namun untuk kemudian kembali seperti semula. Meskipun baru saja ia mereguk kenikmatan ragawi bersama sang kekasih, namun jauh di lubuk hati terdalamnya, wanita itu merasa berdosa sekali.
"Aku tidak apa-apa Ren!"
Ranum menggeser posisinya untuk duduk di tepian ranjang. Ia tarik selimut agar bisa menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang. Wanita yang sama usianya dengan Varen itupun nampak hanyut dalam pikirannya sendiri.
Melihat keanehan sikap yang ditunjukkan oleh Ranum, membuat Varen keheranan. Ia memilih untuk merapatkan tubuhnya untuk bisa lebih dekat dengan sang kekasih. Varen peluk tubuh Ranum dari belakang yang kebetulan wanita itu memunggunginya.
"Ada apa Num? Mengapa tiba-tiba kamu banyak diam seperti ini? Padahal saat bercinta tadi, kamu selalu meracau yang membuatku bergairah. Ada apa Sayang? Ayo ceritakan kepadaku."
Ranum membuang napas sedikit berat. Ingin rasanya ia menyembunyikan kegelisahan yang ia rasakan namun sepertinya ia tidak mampu untuk menanggungnya sendirian.
"Ren, apa kamu benar-benar akan bertanggung jawab jika sampai terjadi sesuatu kepadaku? Kita sama sekali tidak memakai pengaman Ren!"
Senyum tipis tersungging di bibir lelaki itu meskipun tidak dapat dilihat oleh Ranum. Ia mengeratkan pelukannya di pinggang Ranum.
"Num, sudah berapa lama kita pacaran? Sudah enam bulan bukan? Selama enam bulan itu apa pernah sekalipun aku tidak menepati janji yang aku ucapkan kepadamu? Tidak kan? Jadi, apa yang membuatmu masih meragu terhadapku?"
"Tapi ini dua hal yang berbeda Ren. Mungkin untuk janji yang lainnya kamu tidak pernah mengingkari. Namun bagaimana jika tentang kehamilan yang bisa saja terjadi setelah kita melakukan hal ini?"
Kenikmatan sesaat yang Ranum rasakan, dalam beberapa menit saja berubah menjadi kegelisahan dan juga ketakutan. Mendadak ingatannya tertuju pada cerita para wanita yang hamil di luar nikah yang tidak mendapatkan pertanggungjawaban dari lelaki yang menghamili mereka. Ranum merasa takut jika sampai hal itu juga terjadi kepadanya.
"Ranum..." Varen mencium mesra ceruk leher kekasihnya ini. "Aku tidak seperti lelaki yang ada di luar sana, yang tidak memiliki tanggung jawab. Aku berjanji akan bertanggung jawab jika nantinya kamu mengandung benih cinta kita."
Ranum menoleh ke arah samping di mana wajah Varen begitu dekat dengannya. Hanya berjarak beberapa inchi saja.
"Kamu janji Ren, akan bertanggung jawab jika sampai aku hamil?"
"Iya Ranum, aku janji. Aku akan segera menikahimu jika kamu memang mengandung benih cintaku."
Kobaran kegelisahan yang sempat Ranum rasakan kini seakan padam setelah dihujani oleh janji manis yang terucap dari bibir Varen. Senyum manis wanita itupun kembali terbit menghiasi bibir mungilnya.
"Aku berharap seperti itu Ren. Semoga kamu benar-benar menepati janjimu ini."
"Itu sudah pasti Ranum, kamu tenang saja." Varen menyelipkan anak-anak rambut milik Ranum di belakang telinga. Senyum seringai muncul di bibirnya. "Masih ada banyak waktu sebelum kita check-out, bagaimana jika kita lakukan sekali lagi di kamar mandi?"
Ranum hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya meringis menahan sensasi rasa perih di bagian inti. "Tidak Ren. Milikku masih terasa sakit sekali."
"Hmmmmm.... Baiklah kalau begitu Num. Namun berjanjilah kapan-kapan kita akan bercinta lagi."
Ranum hanya bisa terdiam dan membeku. Perhatiannya kali ini bukan lagi tertuju pada permintaan Varen tapi pada bercak merah yang terlihat membekas di sprei.
Kehormatan, kesucian, kepe*rawanan yang selama ini Ranum jaga bahkan dijaga baik-baik oleh kedua orang tuanya dengan tidak mengizinkannya untuk pacaran, kini sudah ia berikan kepada Varen. Sosok lelaki yang sudah menjalin hubungan selama enam bulan dengannya.
Selama enam bulan ini, Ranum terpaksa harus menyembunyikan hubungannya dengan Varen dari kedua orang tuanya. Karena bagi mereka pantang mengizinkan sang anak untuk berpacaran. Bagi orang tua Ranum, pacaran tidak akan pernah membawa kebaikan.
Ranum bangkit dari posisi duduknya. Ia ayunkan tungkai kaki untuk menuju kamar mandi. Di bawah deras air shower, wanita itu membersihkan diri dari peluh dan juga sisa-sisa cairan hasil pergumulannya dengan sang kekasih.
***
Sisa-sisa air langit masih menetes membasahi bumi. Meski intensitasnya sudah tidak selebat seperti sebelumnya, namun akan tetap membuat basah tubuh manusia jika berada di bawahnya.
Erlangga berjalan mondar-mandir di depan teras. Berkali-kali ia melirik ke arah jam dinding yang berada di ruang tamu. Hatinya digelayuti oleh rasa cemas dan rasa marah karena di jam setengah dua belas malam seperti ini anak sulungnya belum juga tiba di rumah.
"Pergi ke mana anak itu? Sudah larut malam seperti ini belum juga sampai rumah!"
Erlangga bermonolog lirih masih sambil menyibukkan diri berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Merasa jenuh dengan aktivitasnya, lelaki paruh baya itu memilih untuk duduk di sebuah kursi rotan yang berada di teras. Wajah lelaki itu sungguh terlihat mengerikan. Meskipun ia merasa cemas namun amarah dari wajahnya terlihat jauh mendominasi.
"Pak, ayo masuk. Kita tunggu Ranum di dalam. Ingat, Bapak tidak boleh terkena angin malam, apalagi baru saja turun hujan."
Ratri yang sebelumnya berada di ruang tamu, memilih untuk menyusul sang suami. Ia mengajak Erlangga untuk masuk ke dalam. Wanita itu teramat khawatir akan kesehatan Erlangga.
"Tidak Bu, aku akan tetap menunggu Ranum di sini. Anak itu benar-benar kurang ajar. Tengah malam seperti ini masih juga belum sampai rumah. Kemana dia?"
Erlangga seakan abai dengan kesehatannya. Yang ada di dalam pikiran lelaki paruh baya itu hanya putri sulungnya yang sampai detik ini masih belum juga tiba di rumah. Pikiran-pikiran buruk pun juga turut berseliweran dalam benak lelaki itu.
"Tapi Pak ... Bapak juga harus ingat akan kesehatan Bapak. Jangan sampai kondisi cuaca di luar yang dingin seperti ini membuat penyakit Bapak kambuh lagi. Ayo masuk. Kita tunggu Ra...."
Perkataan Ratri terpangkas kala tiba-tiba terdengar deru suara mesin motor yang berada di antara rintik air hujan. Ia dan sang suami sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Erlangga bergegas bangkit dari posisi duduknya dan mendekat ke arah sosok perempuan yang tengah turun dari motor itu yang mana sedari tadi ia tunggu kepulangannya.
"Dari mana saja kamu Num? Mengapa baru sampai rumah?!!" pekik Erlangga dengan suara menggelegar di sela-sela rinai air hujan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
El Jasmin
selamat datang di tulisan pertama saya kakak-kakak semua. selamat membaca ya.. jangan lupa berikan like, komen, subscribe, dan share, serta berikan kritik & saran untuk bisa membuat tulisan saya lebih baik lagi. Terima kasih atas
2025-09-06
0
suciati
ini serius baru pertama nulis thor? diksinya lumayan bagus lho, tulisan juga sesuai eyd. dan sepertinya seru.
laki-laki klo udah ada maunya pasti kayak gitu, klo udah gak manis ya tinggal dilepeh
2025-09-07
0
linda
bab pertama dibikin panas dingin. tulisan rapi dan sepertinya akan menarik untuk dibaca.
Ranum, apa kamu ga bakal nyesel? biasanya laki2 itu cuma mau enaknya aja. hmmm pak erlangga udah feeling kayaknya
2025-09-06
0