Bab 3. Terbongkar?

"Pak, stop! Jangan lagi Bapak ganggu Ranum. Biarkan dia istirahat terlebih dahulu!"

Ratri mencegah Erlangga yang hampir saja menggedor pintu kamar Ranum. Selepas Kasim memberikan sebuah berita yang cukup membuatnya tercengang, Erlangga ingin segera menanyakan hal itu secara langsung kepada Ranum. Sehingga semua menjadi terang benderang dan tidak akan meninggalkan sejuta tanya dalam benak.

"Tapi Bapak ingin menanyakan langsung kepada Ranum Bu. Pikiran Bapak sungguh terusik setelah kedatangan pak Kasim. Jangan-jangan benar Ranum pergi ke hotel!"

Ratri mendekat ke arah sang suami. Ia usap lengan tangan Erlangga mencoba untuk memenangkan hati dan juga pikirannya yang masih diselimuti oleh kabut emosi.

"Kita tanyakan besok Pak. Malam ini biarkan Ranum beristirahat. Kasihan Ranum Pak, dia masih shock dengan apa yang Bapak lakukan tadi."

"Tapi Bu..."

"Pak, Ibu mohon! Kali ini saja. Biarkan Ranum istirahat. Besok kita tanyakan langsung ke anaknya."

Ratri menarik lengan tangan Erlangga dan memandu suaminya ini untuk masuk ke dalam kamar. Meskipun dalam hati dan juga benak Ratri sendiri juga menyimpan rasa kalut namun ia berusaha untuk tetap tenang.

"Ibu percaya jika kamu tidak akan mungkin melakukan hal itu Nak, dan yang dilihat oleh pak Kasim pasti bukan kamu."

Ratri bermonolog dalam hati sembari menutup pintu kamar pribadinya untuk bersegera mengistirahatkan diri.

***

"Iya kemarin aku lihat perempuan yang perawakannya mirip sama anaknya pak Erlangga masuk ke hotel bersama seorang lelaki."

"Ah masak iya? Salah lihat kamu Pak, mana mungkin anaknya pak Erlangga masuk ke hotel bersama lelaki? Tidak mungkin itu."

"Sebenarnya aku juga masih ragu, tapi dari perawakannya mirip sekali dengan Ranum anaknya pak Erlangga."

Seusai sholat subuh, di pelataran musholla yang tidak terlalu luas itu terlihat Kasim tengah berbincang dengan Supri. Keduanya berbincang mengenai sosok wanita yang kemarin dilihat oleh Kasim yang mirip sekali dengan Ranum. Meski sedikit ragu, namun Kasim lebih condong meyakini bahwa yang ia lihat itu benar-benar Ranum.

Erlangga yang baru saja keluar dari musholla, sayup-sayup mendengar perbincangan dua tetangganya itu. Semalaman ia sungguh tidak bisa memejamkan mata. Informasi yang disampaikan oleh Kasim sungguh mengusik hati dan pikirannya. Ia pakai sandal merk swallow nya kemudian menghampiri Kasim dan Supri.

"Belum pulang Pak?" tanya Erlangga sekedar berbasa-basi.

"Eh anu, belum Pak," jawab Kasim sedikit terkejut dan gagap. Lelaki itu sedikit tak enak hati jika sampai Erlangga tahu bahwa ia dan Supri tengah membicarakan Ranum.

"Sedang membahas apa Pak Kasim?" tanya Erlangga pula. Meski sejatinya ia sudah tahu akan apa yang menjadi pokok pembicaraan tetangganya ini.

Kasim terhenyak. Sungguh ia merasa kikuk dan sedikit tak enak hati.

"Itu Pak, bukan apa-apa kok. Bukan hal yang penting." Kasim menyikut Supri yang ada di sebelahnya. "Betul kan Pri?"

"I-iya Pak. Tadi hanya membahas si Parno yang belum juga membajak sawah saya. Padahal sudah dari tiga hari yang lalu saya menyuruhnya," ujar Supri berbohong.

Erlangga hanya tersenyum kecut melihat kedua tetangganya yang sudah salah tingkah ini. "Anak saya tidak mungkin ada di hotel seperti yang kemarin dilihat oleh Pak Kasim. Saya tahu betul bahwa anak saya adalah anak baik-baik dan tidak mungkin berkeliaran di hotel dengan seorang pria."

Tubuh Kasim dan Supri terpaku dan sedikit membeku. Tidak menyangka bahwa Erlangga tahu akan apa yang mereka bicarakan.

"Kalau begitu saya duluan Pak. Assalamualaikum."

Erlangga mengakhiri pembicaraannya dengan Kasim dan Supri. Tungkai kaki lelaki yang sering menjadi imam musholla itu terayun menyusuri jalanan kampung yang terbuat dari paving block. Hatinya sedikit bergejolak. Ia ingin segera menemui sang anak untuk meminta penjelasan terkait penglihatan Kasim.

***

"Mbak bangun, sholat subuh dulu!"

Ranes, gadis belia berumur enak belas tahun itu masuk ke kamar sang kakak sembari membawakan teh hangat dan juga singkong rebus yang sudah disiapkan sang ibu. Gadis itu berjalan ke arah jendela dan mulai menyibak kain gorden yang masih tertutup rapat. Langit pagi yang mulai terang, terbias melalui kaca jendela kamar.

Tubuh Ranum masih meringkuk di bawah selimut tebal. Matanya masih terpejam rapat. Perempuan itu nampak begitu kelelahan sehingga kehadiran sang adik di kamar pun tidak berhasil membangunkannya dari lelap tidurnya.

Ranes mendekat ke arah ranjang sang kakak. Ia duduk di tepian ranjang dan menyibak selimut yang masih lekat membungkus tubuh Ranum. Ranes tersenyum ngilu melihat sudut bibir sang kakak yang sudah membiru karena memar. Ia tidak tahu pasti apa yang terjadi semalam. Yang ia tahu hanya sang kakak bertengkar dengan sang ayah semalam tanpa tahu apa yang menjadi akar permasalahannya.

"Mbak, ayo bangun! Udah siang. Mbak belum sholat subuh kan?"

Ranes sedikit mengguncang tubuh Ranum hingga membuat tubuh Ranum menggeliat. Wanita itu mulai mengerjapkan mata dan berupaya untuk meraih kesadarannya.

"Apa sih Nes. Aku masih ngantuk!" sahut Ranum dengan ekspresi malas.

"Sholat subuh dulu Mbak, ini udah siang. Nanti bapak marah-marah kalau melihat mbak Ranum jam segini belum bangun."

Ranum memutar bola matanya malas. "Aku lagi dapet Nes. Aku gak sholat!"

Entah setan apa yang merasuki tubuh Ranum sampai ia berbohong perihal haid di hadapan sang adik. Wanita itu seperti benar-benar malas untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ranes mengernyitkan dahi. "Mbak haid? Bukankah baru satu minggu yang lalu mbak Ranum mandi junub? Sekarang kok udah haid lagi?"

Ranes sungguh dibuat bingung oleh Ranum. Padahal jelas-jelas baru minggu yang lalu sang kakak mandi wajib. Ranes merasa saat ini sang kakak tengah berbohong.

"Ckkckkckk.. Kamu ini kenapa ikut campur urusan haid-ku sih Nes? Sudah, sudah sana keluar. Aku lagi haid jadi gak sholat."

Ranum berdecak kesal melihat sang adik yang begitu bawel dan ikut campur perihal haidnya. Pagi ini ia benar-benar merasa malas sekali untuk mengerjakan sholat hingga akhirnya ia memilih berbohong.

"Tapi Mbak kan ba..."

"Oh jadi setelah kamu jadi anak durhaka, anak pembangkang, sekarang kamu juga jadi hamba Allah yang melupakan kewajibannya? Benar-benar keterlaluan kamu Num!"

Perkataan Ranes terhenti kala tiba-tiba terdengar suara sang ayah menggema memenuhi langit-langit kamar. Bola mata gadis itu membulat sempurna dengan bibir menganga setelah melihat sang ayah berjalan menuju ranjang Ranum.

"Ayo bangun anak pembangkang!" teriak Erlangga sembari menarik lengan tangan Ranum. Sontak tubuh wanita yang sebelumnya masih meringkuk di atas ranjang kini beralih posisi menjadi terduduk. "Apa kamu tidak malu dengan Ranes. Dia justru lebih nurut dan lebih rajin beribadah daripada kamu!"

Ranum terhenyak. Kelopak mata yang sebelumnya masih enggan untuk terbuka kini terbuka lebar setelah diperlakukan seperti ini oleh sang ayah.

"Tidak perlu Bapak banding-bandingkan antara aku dengan Ranes. Aku bukan dia dan dia bukan aku. Aku punya jalan hidup sendiri Pak!" teriak Ranum yang tak kalah lantang dari Erlangga.

Ada sepercik rasa tidak terima di dalam batin Ranum jika harus di banding-bandingkan dengan sang adik. Terlebih sang bapak selalu saja memuji Ranes perihal kepatuhannya dan prestasinya di sekolah.

Plak.. Plak..!!

"Bapak sudah!" teriak Ranes melihat sang ayah kembali kalap menampar Ranum.

"Dasar anak kurang ajar. Semakin ke hari kamu semakin tidak bisa diatur Num! Jangan-jangan yang diucapkan pak Kasim bahwa dia melihatmu masuk ke hotel bersama seorang pria juga benar, hah?!!!"

Ranum dibuat terkejut setengah mati mendengar ucapan Erlangga. Dia sungguh tidak menyangka jika keberadaannya di hotel kemarin dilihat oleh salah satu tetangganya.

Mendadak tubuh Ranum membeku dan lidahnya kelu. Ia tidak tahu harus menjawab dengan apa interogasi dari sang ayah ini. Meski sebelumnya ia begitu lantang melawan sang ayah dengan suara keras, namun kali ini ia benar-benar takut jika apa yang ia lakukan bersama sang kekasih kemarin terbongkar secepat ini.

.

.

.

Terpopuler

Comments

novi²³

novi²³

hari ini mungkin kamu bisa lolos Num, tapi entah besok seperti apa. pasti capek ya nyembunyiin suatu aib

2025-09-07

0

novi²⁴

novi²⁴

ku nggak bisa bayangin gimana murkanya erlangga klo tau ranum ke hotel. ngeri pasti

2025-09-07

0

mine

mine

aduuhhh hampir saja. mending kamu jujur Num, biar gak dihantui rasa bersalah

2025-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!